Pentingnya Memprioritaskan Kesehatan Mental di Tempat Kerja 

Ini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak

Intinya Sih...

  • Stres dan burnout merupakan penyebab utama buruknya kesehatan mental di kalangan pekerja. Sekitar 94 persen karyawan menyatakan mengalami stres di tempat kerja, dengan hampir sepertiga menggambarkan tingkat stres yang berkisar dari tinggi hingga sangat tinggi.
  • Tenggat (deadline), tekanan dari atasan, manajemen, atau rekan kerja, ketidakpastian pekerjaan, jam kerja yang panjang, dan beban kerja yang tinggi semuanya berkontribusi dalam menyebabkan stres kerja.
  • Kesehatan mental yang buruk pada karyawan menyebabkan berkurangnya produktivitas, peningkatan ketidakhadiran, dan tingkat pergantian staf yang tinggi.

Kesehatan mental telah menjadi isu yang makin krusial dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena meningkatnya tingkat stres, kecemasan, dan depresi di kalangan masyarakat.

Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2019, sekitar 15 persen pekerja dewasa didiagnosis dengan gangguan mental. Namun, angka ini melonjak akibat pandemi COVID-19, yang memicu peningkatan 25 persen pada gangguan terkait stres dan kecemasan.

Di tempat kerja, masalah ini tidak hanya memengaruhi produktivitas, tetapi juga moral dan kesejahteraan keseluruhan pekerja. Memprioritaskan kesehatan mental di lingkungan kerja kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi perusahaan.  

1. Laporan WHO tentang peningkatan gangguan mental di tempat kerja

Pentingnya Memprioritaskan Kesehatan Mental di Tempat Kerja ilustrasi stres kerjaan (pexels.com/Yan Krukau)

Kesehatan mental di tempat kerja telah menjadi perhatian global, terutama setelah pandemi COVID-19. Setelah pandemi, angka tersebut melonjak drastis dengan peningkatan 25 persen pada gangguan terkait stres dan kecemasan.

Tekanan akibat perubahan pola kerja, ketidakpastian ekonomi, dan isolasi sosial menjadi pemicu utama lonjakan ini.

Selain itu, laporan tersebut menyatakan bahwa pekerja muda menjadi kelompok yang banyak terdampak oleh situasi ini. Mereka berisiko melakukan perilaku bunuh diri dan menyakiti diri sendiri.

Ringkasan tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan lebih terdampak parah daripada laki-laki. Orang dengan kondisi kesehatan fisik yang sudah ada sebelumnya, seperti asma, kanker, dan penyakit jantung, lebih mungkin mengalami gejala gangguan mental.

2. Stres dan burnout menjadi penyebab utama

Menurut studi yang dilakukan oleh John Hopskin University, stres dan burnout merupakan penyebab utama buruknya kesehatan mental di kalangan pekerja.

Sekitar 94 persen karyawan menyatakan mengalami stres di tempat kerja, dengan hampir sepertiga menggambarkan tingkat stres yang berkisar dari tinggi hingga sangat tinggi.

Tenggat (deadline), tekanan dari atasan, manajemen, atau rekan kerja, ketidakpastian pekerjaan, jam kerja yang panjang, dan beban kerja yang tinggi semuanya berkontribusi dalam menyebabkan stres kerja.

Fenomena burnout juga mengalami peningkatan yang signifikan. McKinsey and Company melaporkan bahwa 28 persen karyawan di Amerika Serikat (AS) mengalami gejala burnout, sebagai contoh.

Burnout para pekerja bisa disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. Ini termasuk kurangnya kontrol, dukungan yang tidak memadai, ketidakseimbangan kehidupan kerja, dan ketidaksesuaian nilai-nilai individu dengan tuntutan organisasi.

Burnout akan terlihat dari kurangnya energi dan antusiasme, ketidaksabaran, frustrasi, dan ketidakpuasan terhadap tujuan dan pencapaian pekerjaan. 

3. Faktor lain yang berkontribusi

Pentingnya Memprioritaskan Kesehatan Mental di Tempat Kerja ilustrasi stres kerja (pexels.com/Ivan Samkov)

Faktor lain yang berkontribusi terhadap meningkatnya stres dan burnout pada karyawan meliputi:

  • Pelatihan atau instruksi yang tidak memadai untuk peran tersebut.
  • Komunikasi yang terbatas atau membingungkan dari manajemen mengenai tugas, tujuan, atau pengambilan keputusan.
  • Lingkungan di mana masalah kesehatan mental distigmatisasi atau didiskriminasi
  • Bantuan yang tidak memadai, kurangnya peralatan atau sumber daya ketenagakerjaan lainnya.
  • Kurangnya kejelasan atau kepemimpinan dalam mendefinisikan peran dan komunikasi.
  • Adanya perilaku toksik di tempat kerja; karyawan merasa tidak nyaman, tidak didukung, dan tidak diterima.
  • Kurangnya inklusivitas dan kesempatan yang sama. 

Baca Juga: Identitas Orang yang Sudah Meninggal Rentan Dicuri, Menurut Studi

4. Kesehatan mental karyawan akan berdampak pada perusahaan

Meningkatnya masalah kesehatan mental tidak hanya berdampak pada individu pekerja, tetapi juga keberhasilan seluruh perusahaan. Ketika karyawan mengalami kesehatan mental yang buruk, hal ini bisa menyebabkan berkurangnya produktivitas, peningkatan ketidakhadiran, dan tingkat pergantian staf yang tinggi.

Sebaliknya, ketika karyawan sehat secara psikologis, mereka cenderung lebih termotivasi, terlibat, dan produktif dalam pekerjaan. Mereka juga cenderung lebih kreatif, inovatif, dan berkontribusi positif terhadap keberhasilan organisasi.

Solusi dari masalah ini bisa dimulai dari perusahaan yang mulai menyadari prevalensi masalah kesehatan mental dan perlunya memerangi stigma. Organisasi atau perusahaan baiknya bisa mengidentifikasi faktor risiko yang berkontribusi terhadap memburuknya kesehatan mental karyawan.

5. Solusi yang bisa dilakukan perusahaan

Pentingnya Memprioritaskan Kesehatan Mental di Tempat Kerja ilustrasi sesi konseling (pexels.com/Kindel Media)

Banyak perusahaan mulai menyadari pentingnya menyediakan program kesehatan mental untuk mendukung kesejahteraan karyawan. Beberapa inisiatif yang terbukti efektif meliputi layanan konseling, pelatihan manajemen stres, dan fleksibilitas dalam pengaturan jam kerja.

Program Employee Assistance Program (EAP), misalnya, memberikan akses kepada karyawan untuk mendapatkan dukungan profesional dalam menghadapi masalah mental atau emosional.

Selain itu, perusahaan juga bisa mengadakan workshop terkait kesehatan mental dan menciptakan lingkungan yang terbuka. Ini akan membuat karyawan merasa aman untuk berbicara tentang masalah mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu mengurangi stres, tetapi juga meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja.

6. Metode ALGEE

Pada tingkat individu, salah satu solusiuntuk membantu orang yang mengalami masalah kesehatan mental di tempat kerja adalah metode ALGEE:

  • A – Approach: Dekati dengan hati-hati dan nilai risiko bunuh diri atau bahaya. Pilih waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara secara privasi.
  • L – Listen non-judgmentally: Dengarkan tanpa menghakimi, biarkan mereka berbagi perasaan dan situasi dengan bebas.
  • G – Give reassurance and information: Berikan dukungan dan informasi yang menenangkan setelah mereka bercerita.
  • E – Encourage professional help: Dorong mereka untuk mencari bantuan profesional secepatnya.
  • E – Encourage self-help: Bantu mereka mengenali dukungan diri, komunitas, dan strategi yang bisa digunakan untuk pemulihan.

Memprioritaskan kesehatan mental di lingkungan kerja adalah langkah penting yang harus diambil oleh setiap perusahaan. Dengan memahami tantangan yang dihadapi karyawan dan menyediakan dukungan yang tepat, perusahaan bisa menciptakan tempat kerja yang lebih produktif, sehat, dan inklusif.

Gimana, apakah perusahaan tempat kamu bekerja memperhatikan dan peduli dengan kesehatan mental para pekerjanya? 

Baca Juga: Studi: Menyusui Menurunkan Risiko Asma pada Anak

Referensi

World Health Organization. Diakses pada September 2024. COVID-19 pandemic triggers 25% increase in prevalence of anxiety and depression worldwide.
World Health Organization. Diakses pada September 2024. Mental health at work.
John Hopkins University. Diakses pada September 2024. Why Should Mental Health Be a Priority in the Workplace?.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Diakses pada September 2024. Pentingnya Mental Health Awareness di Lingkungan Kerja.

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya