Kontroversi seputar Clean Eating, Pasti Lebih Sehat?

Kerap ada pelabelan makanan "bersih" dan "kotor"

Intinya Sih...

  • Clean eating menyiratkan konsumsi banyak makanan utuh dan asli, seperti sayuran, buah, biji-bijian, protein hewani dan nabati, kacang-kacangan, biji-bijian, dan minyak.
  • Ada juga sisi lain yang kurang menyehatkan dari clean eating, yaitu ada potensi menjadi terlalu terobsesi dengan apa yang dimakan atau tidak.
  • Karena ada potensi melabeli makanan sebagai "bersih" dan "kotor" dalam pilihan makan, beberapa ahli menyarankan untuk mengganti istilah "clean eating" dengan "bergizi". Dengan kata lain, fokuslah pada nutrisi dari makanan.

Clean eating telah menjadi tren pola makan selama bertahun-tahun. Namun, belum ada definisi resmi tentang apa yang dimaksud dengan clean eating. Faktanya, ini lebih merupakan pendekatan diet dibanding diet spesifik.

Clean eating menyiratkan konsumsi banyak makanan utuh dan asli, seperti sayuran, buah, biji-bijian, protein hewani dan nabati, kacang-kacangan, biji-bijian, dan minyak. Ini juga berarti pola makan sedekat mungkin dengan alam—diproses secara minimal, tidak dikemas, atau berasal dari pabrik produksi massal. Memasak sendiri bahan-bahan alami sangat ditekankan.

Pola makan ini disebut-sebut membawa banyak manfaat, seperti peningkatan energi dan kesehatan secara keseluruhan, menyehatkan kulit, hingga penurunan berat badan.

Namun, menurut artikel ilmiah dalam British Medical Journal, banyak klaim clean eating adalah “interpretasi fakta yang longgar”. Meskipun clean eating dapat membantu kamu merasa lebih baik secara fisik, tetapi begitu pula pendekatan pola makan lain yang tidak terlalu membatasi.

Kebanyakan orang yang menjalani clean eating mencoba mengonsumsi makanan sehat tanpa bahan tambahan buatan. Mengambil pendekatan yang "bersih" terhadap makanan bisa bermanfaat karena kamu membuat pilihan yang sehat dan mengonsumsi makanan yang mengandung sedikit bahan pengawet serta tambahan gula dan garam.

Namun, ada juga sisi lain yang kurang menyehatkan dari clean eating, yaitu ada potensi menjadi terlalu terobsesi dengan apa yang dimakan atau tidak, sehingga bisa melewatkan banyak makanan yang sebenarnya menyehatkan.

Clean eating dijamin lebih sehat?

Kontroversi seputar Clean Eating, Pasti Lebih Sehat?ilustrasi lemon (unsplash.com/Гоар Авдалян)

Hanya karena seseorang mempraktikkan clean eating bukan berarti mereka mengambil pendekatan terbaik untuk kesehatannya.

Clean eating dapat punya arti berbeda jika itu menimbulkan ekspektasi yang tidak realistis. Dalam sebuah survei terhadap remaja dan dewasa muda, meskipun 71 persen mendefinisikan clean eating sebagai pendekatan positif yang sehat, tetapi sebagian kecil merasa itu tidak sehat karena sifatnya yang membatasi.

Karena hubungannya yang kuat dengan kesehatan, clean eating dipandang positif menurut survei lain terhadap mahasiswa, meskipun itu menimbulkan tekanan emosional (mengalami emosi negatif jika tidak mampu mengikuti diet) dan gangguan fungsional (memiliki jadwal makan yang kaku, mengabaikan isyarat lapar alami untuk makan lebih banyak atau lebih sedikit dari yang dijadwalkan, mengganggu tugas sekolah).

Beberapa clean diet menyarankan untuk menghilangkan kelompok makanan seperti susu, gandum, atau gula rafinasi. Istilah “bersih” juga menunjukkan bahwa tidak mengikuti pola ini adalah “kotor”, yang mendorong pembatasan makanan dan menikmati pola makan sehat seimbang.

Meskipun clean eating bersih tidak selalu berfokus pada penurunan berat badan, tetapi ini dapat menutupi gejala gangguan makan. Ketika pembatasan makanan dilakukan secara ekstrem agar dianggap “sehat”, clean eating dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan negatif yang serupa dengan gangguan makan seperti anoreksia nervosa, seperti osteoporosis, amenore, kesulitan berkonsentrasi, dan depresi.

Beberapa orang dapat mengembangkan obsesi untuk mencari makanan yang paling bersih atau apa saja yang mereka masukkan ke dalam tubuh mereka hingga pada titik di mana mereka menghukum diri sendiri secara mental atau fisik jika mereka makan sesuatu yang mereka yakini tidak bersih. Beberapa ahli menyebutnya sebagai orthorexia nervosa, yang artinya “fiksasi pada pola makan yang benar”.

Menurut artikel dalam jurnal Social Science & Medicine, banyak diet clean eating tergolong dalam kategori orthorexia.

Walaupun orang dengan ortoreksia nervosa mungkin mengonsumsi makanan sehat, tetapi keterikatan mereka pada makanan tersebut tidak menyehatkan. Beberapa orang mungkin mulai mengasingkan diri dari orang lain karena mereka terlalu fokus pada pola makan dan takut dikritik oleh orang yang tidak mengikuti pola makan tersebut.

Rasa bersalah yang dirasakan seseorang dan waktu yang mereka habiskan untuk melakukan clean diet dapat membahayakan mereka. Jika seseorang menunjukkan perilaku makan yang tidak sehat, intervensi medis harus dilakukan. Sebagian besar perawatan berfokus pada pendekatan kognitif-perilaku untuk belajar mengenali pikiran obsesifnya.

Baca Juga: Sering Menambahkan Garam ke Makanan, Risiko Kanker Naik

Keyakinan bahwa beberapa makanan "kotor"

Kontroversi seputar Clean Eating, Pasti Lebih Sehat?ilustrasi susu dalam kemasan (pexels.com/Nothing Ahead)

Hanya karena makanan mengandung zat aditif bukan berarti tidak sehat, atau jika makanan tidak organik bukan berarti makanan tersebut kurang sehat.

Beberapa orang yang menjalani clean eating mungkin menolak mengonsumsi makanan apa pun yang mengandung zat aditif karena dianggap tidak dalam kondisi paling murni atau alami. Namun, faktanya ada beberapa bahan tambahan makanan yang bermanfaat.

Contohnya vitamin D yang ditambahkan pada produk susu, vitamin B pada sereal, atau zat besi pada jus jeruk. Walaupun makanan dan minuman ini tidak murni dalam arti yang sebenarnya, tetapi ini bisa membantu kamu memenuhi kebutuhan nutrisi harian.

Akan tetapi, beberapa zat aditif memang tidak bermanfaat. Misalnya lemak trans yang ditambahkan ke makanan untuk memperpanjang umur simpan. Lemak trans diketahui dapat menyebabkan masalah buat jantung.

Makanan kemasan tidak selalu "jahat"

Kontroversi seputar Clean Eating, Pasti Lebih Sehat?ilustrasi belanja makanan (pixabay.com/Jeremy Smith)

Salah satu komponen penting dari clean eating adalah menghindari makanan olahan. Akan tetapi, makanan olahan belum tentu tidak sehat.

Banyak orang takut mendengar kata "olahan". Padahal, kamu memotong buah atau sayur lalu mencelupkannya ke saus tertentu, itu tetap didefinisikan sebagai "makanan olahan".

Faktanya, sebagian besar produk kalengan dan beku diproses dalam beberapa jam setelah dipanen, sehingga kandungan gizinya sebanding dengan produk segar.

Faktanya, banyak produk kalengan dan beku diproses dalam beberapa jam setelah dipanen, sehingga kandungan nutrisinya sebanding dengan produk segar.

Dalam beberapa kasus, pengalengan dan pembekuan sebenarnya dapat meningkatkan ketersediaan hayati beberapa nutrisi (jumlah yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh. Jadi, tidak adil jika berasumsi bahwa sesuatu yang lebih hemat biaya dianggap tidak sehat.

Saat kamu menganggap makanan olahan (baik yang dikalengkan, dibekukan, dikemas, diawetkan, atau difortifikasi) sebagai musuh, orang-orang yang sering memilih produk yang lebih terjangkau dan mudah didapat ini akan merasa rendah diri, karena tidak semua orang bisa membeli dan menyimpan buah dan sayuran segar, daging segar, atau produk makanan lainnya.

Beberapa ahli memilih untuk tidak menggunakan istilah "clean eating"

Karena ada potensi melabeli makanan sebagai "bersih" dan "kotor" dalam pilihan makan, beberapa ahli menyarankan untuk mengganti istilah "clean eating" dengan "bergizi". Dengan kata lain, fokuslah pada asupan nutrisi dari makanan.

Nutrisi hadir dalam bentuk yang berbeda-beda. Ada makanan yang kaya akan nutrisi, tetapi sesekali mengonsumsi comfort food jangan menganggapnya sebagai dosa. 

Melabeli makanan sebagai baik dan buruk bisa membuat makan menjadi kompleks dari apa yang seharusnya. Jadi, sebaiknya pilihlah makanan yang bisa mendukung fungsi tubuh dan kesehatan kamu secara optimal serta tak lupa memperhatikan kebersihan makanan yang kamu konsumsi, misalnya mencuci sayuran dan buah serta cuci tangan sebelum makan.

Baca Juga: 6 Cara Melakukan Clean Eating, Utamakan Bahan Alami

Referensi

Good Housekeeping. Diakses pada Juli 2024. Why "Clean Eating" Is Total B.S., According to a Nutritionist.
Harvard Health Publishing. Diakses pada Juli 2024. Clean eating: The good and the bad.
Harvard T.H. Chan School of Public Health. Diakses pada Juli 2024.Clean Eating.
McCartney, Margaret. “Margaret McCartney: Clean eating and the cult of healthism.” BMJ, 25 Juli 2016, i4095.
Medical News Today. Diakses pada Juli 2024. What is the truth about clean eating?
Ambwani, Suman, Gina Sellinger, dkk. “‘It’s Healthy Because It’s Natural.’ Perceptions of ‘Clean’ Eating among U.S. Adolescents and Emerging Adults.” Nutrients 12, no. 6 (7 Juni 2020): 1708.
Ambwani, Suman, Meghan Shippe, dkk. “Is #cleaneating a healthy or harmful dietary strategy? Perceptions of clean eating and associations with disordered eating among young adults.” Journal of Eating Disorders 7, no. 1 (3 Juni 2019).
Musolino, Connie, Megan Warin, dkk. “‘Healthy anorexia’: The complexity of care in disordered eating.” Social Science & Medicine 139 (1 Agustus 2015): 18–25.
Penn State. Diakses pada Juli 2024. Are Canned and Frozen Fruits and Veggies as Healthy as Fresh?
Shape. Diakses pada Juli 2024. Why You Should Stop Using the Term 'Clean Eating'.

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya