Apakah Kemoterapi Bisa Menyebabkan Takikardia?

Vidi Aldiano mengalami takikardia pasca kemoterapi

Lewat postingan Instagam, Vidi Aldiano mengungkapkan efek samping kemoterapi untuk mengobati kanker ginjal yang ia alami, yaitu takikardia, pada Kamis (25/1/2024).

Ia bercerita bahwa hari sebelumnya ia merasa tubuhnya menggigil, ngilu, dan saat saat tergesek sesuatu. Pada pagi harinya, saat bangun tidur ia mengalami takikardia, yang mana detak jantungnya 110 detak per menit (bpm) saat duduk.

1. Apa itu takikardia?

Denyut jantung normal pada orang dewasa biasanya berkisar antara 60 hingga 100 bpm. Takikardia adalah detak jantung yang cepat atau berdebar kencang yang mana jantung berdetak lebih dari 100 kali per menit saat istirahat.

Dijelaskan dalam laman UPMC, jika sinyal listrik jantung datang terlalu cepat, hal ini dapat menyebabkan salah satu dari tiga jenis takikardia:

  • Takikardia sinus adalah respons normal terhadap olahraga atau kondisi umum lainnya. Detak jantung lebih cepat, tetapi jantung tetap berdetak sebagaimana mestinya.
  • Takikardia supraventrikular mencegah ruang atas jantung terisi darah, sehingga membatasi aliran darah ke seluruh tubuh. Jarang terjadi hal yang mengancam nyawa.
  • Takikardia ventrikel dimulai di ruang bawah jantung, menyebabkan jantung berdetak sangat cepat sehingga ruang tersebut tidak dapat terisi darah. Ini bisa mengancam jiwa dan memerlukan perawatan dokter spesialis jantung.

Banyak hal bisa menyebabkan takikardia.

Olahraga berat, demam, ketakutan, stres, kecemasan, pengobatan tertentu, dan obat-obatan terlarang dapat menyebabkan takikardia sinus. Kondisi ini juga dapat dipicu oleh anemia, tiroid yang terlalu aktif, atau kerusakan akibat serangan jantung atau gagal jantung, dilansir WebMD.

Takikardia supraventrikular kemungkinan besar menyerang orang yang merokok, minum terlalu banyak alkohol, atau mengonsumsi banyak kafein. Dalam beberapa kasus, hal ini terkait dengan serangan jantung. Ini lebih sering terjadi pada perempuan dan anak-anak.

Takikardia ventrikel berhubungan dengan jalur listrik abnormal yang muncul saat lahir (long QT), masalah struktural jantung seperti kardiomiopati atau penyakit jantung, obat-obatan, atau ketidakseimbangan elektrolit. Terkadang, alasannya tidak jelas.

Apa pun jenis takikardia yang dialami, gejala umumnya antara lain:

  • Pusing.
  • Sakit kepala ringan.
  • Sesak napas.
  • Nyeri dada.
  • Palpitasi jantung.

Dalam kasus yang ekstrem, kamu bisa menjadi tidak sadarkan diri atau mengalami serangan jantung.

Namun, terkadang detak jantung yang super cepat tidak menimbulkan gejala sama sekali.

2. Takikardia pada pasien kanker

Apakah Kemoterapi Bisa Menyebabkan Takikardia?ilustrasi pasien kanker menjalani kemoterapi (freepik.com/freepik))

Menurut penelitian yang dipresentasikan pada konferensi Advancing the Cardiovaskular Care of the Oncology Patient dari American College of Cardiology tahun 2019, pasien kanker yang mengalami takikardia dalam waktu satu tahun setelah diagnosis kanker memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi hingga 10 tahun setelah diagnosis takikardia.

Takikardia sinus terjadi ketika jantung berdetak lebih cepat dari biasanya saat istirahat dan dapat menyebabkan jantung berdebar dan rasa tidak nyaman.

Selain pengobatan kanker, takikardia bisa juga terjadi akibat kondisi lain seperti pembekuan darah yang menyebabkan serangan jantung atau stroke, gagal jantung, pingsan, atau kematian mendadak.

Dalam studi ini, para peneliti mendefinisikan takikardia sebagai detak jantung lebih dari 100 bpm yang didiagnosis melalui elektrokardiogram.

“Takikardia adalah proses sekunder dari penyakit yang mendasari dan mencerminkan stres dan penyakit multi sistem organ yang signifikan pada pasien kanker,” kata Mohamad Hemu, MD dari Rush University Medical Center (RUMC) dan salah satu penulis penelitian.

"Langkah awal yang paling penting adalah mencari tahu penyebab takikardia. Penyebab yang bisa disembuhkan seperti dehidrasi dan infeksi harus disingkirkan. Selain itu, proses kardiopulmoner seperti emboli paru dan aritmia lainnya harus dipertimbangkan. Jika hal ini dan semua penyebab takikardia lainnya disingkirkan, kemungkinan besar takikardia sinus merupakan penanda prognosis yang lebih buruk pada pasien ini," kata Mohamad, dikutip dari laman American College of Cardiology Foundation.

Para peneliti menganalisis 622 pasien kanker, termasuk kanker paru-paru, leukemia, limfoma, atau multiple myeloma, dari RUMC dari tahun 2008 hingga 2016.

Pasien tersebut 60,5 persen adalah perempuan, 76,4 persen berkulit putih, dan berusia rata-rata 70 tahun; 69,4 persen dari kelompok tersebut diklasifikasikan mengidap kanker stadium 4 dan 43 persen menderita kanker paru-paru.

Penelitian ini melibatkan 50 pasien dengan takikardia dan 572 pasien kontrol tanpa takikardia.

Pasien yang termasuk dalam penelitian ini mengalami takikardia pada lebih dari tiga kunjungan klinik berbeda dalam satu tahun setelah diagnosis, tidak termasuk riwayat emboli paru, disfungsi tiroid, fraksi ejeksi kurang dari 50 persen, fibrilasi atrium, dan detak jantung lebih dari 180 bpm.

Para peneliti menilai kematian pasien dengan menyesuaikan usia dan karakteristik lain yang berbeda secara signifikan antara detak jantung lebih dari 100 bpm dan kurang dari 100 bpm, karakteristik termasuk ras, albumin, hemoglobin, beta blocker, penyakit ginjal, penggunaan pengencer darah, dan jenis kanker.

Mereka juga memeriksa angka kematian yang disesuaikan dengan usia dan karakteristik klinis lain yang relevan, seperti ras, penyakit arteri koroner, stroke, diabetes, merokok, dan radiasi.

Takikardia merupakan prediktor signifikan terhadap kematian secara keseluruhan pada kedua model. Dari pasien yang mengalami takikardia, 62 persen meninggal dalam waktu 10 tahun setelah diagnosis dibandingkan dengan 22,9 persen pada kelompok kontrol.

Penelitian ini menunjukkan bahwa takikardia adalah prognostikator yang kuat, apa pun jenis kankernya. Para peneliti menekankan pentingnya mengelola kanker dan kondisi jantung secara bersamaan untuk memastikan pasien menerima pengobatan seefektif mungkin. Namun, masih perlu lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah penanganan takikardia pada pasien kanker akan berdampak pada kelangsungan hidup.

3. Efek samping kemoterapi pada jantung

Kanker itu sendiri jarang berdampak langsung pada jantung. Namun, perawatan bertarget tertentu—kemoterapi, imunoterapi, atau radiasi (pada atau di sekitar dada)—dapat memberikan konsekuensi, terutama bagi mereka yang sudah berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular atau jantung, dilansir Thomas Jefferson University Hospitals.

Komplikasi dapat muncul selama pengobatan, di kemudian hari dalam perjalanan penyakit, atau selama remisi atau setelah penyembuhan.

Efek samping jantung yang paling umum dari pengobatan kanker termasuk kelelahan, takikardia, dan berkembangnya hipertensi (atau tekanan darah tinggi, yang jarang menimbulkan gejala kecuali parah, tetapi masih memerlukan pengobatan).

Mungkin sulit bagi dokter untuk menentukan apakah gejala-gejala tersebut berasal dari penyakit jantung atau bukan, karena sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi intensif mengalami kelelahan, dan mungkin memiliki detak jantung yang cepat karena stres atau berkurangnya jumlah darah—belum tentu karena gangguan jantung yang baru terjadi.

Pemantauan oleh ahli kardio-onkologi sangat penting untuk menyingkirkan segala hal yang mengkhawatirkan dan mencegah berkembangnya penyakit yang lebih serius.

Komplikasi lain yang dapat timbul akibat pengobatan kanker meliputi:

  • Aritmia jantung, atau detak jantung tidak teratur.
  • Penyakit arteri koroner, atau penumpukan penyumbatan kolesterol di dalam arteri.
  • Penyakit katup jantung, atau kerusakan katup jantung.
  • Gagal jantung kongestif, atau kerusakan otot jantung.
  • Perikarditis, masalah pada lapisan terluar jantung.
  • Gumpalan darah.
  • Kadar kolesterol tidak normal atau tinggi.

Ketika pengobatan kanker melemahkan atau bahkan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, hal ini secara tidak langsung juga meningkatkan risiko penyakit arteri koroner.

Baca Juga: Sering Terpapar Cahaya Terang saat Malam, Risiko Kanker Naik?

4. Contoh obat kanker yang bisa memengaruhi jantung

Apakah Kemoterapi Bisa Menyebabkan Takikardia?ilustrasi obat kemoterapi (unsplash.com/National Cancer Institute)

Walaupun tidak ada hubungan antara penyakit jantung dan kanker, tetapi ada hubungan antara obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kanker dan jantung. Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker bisa memengaruhi fungsi jantung.

Dalam beberapa kasus, hal ini dapat menyebabkan gagal jantung, peningkatan tekanan darah, detak jantung cepat, dan serangan jantung.

Mengutip dari Allina Health, salah satu obat yang diketahui menimbulkan masalah adalah Adriamycin. Obat ini telah digunakan dan dipelajari selama bertahun-tahun, dan risiko terhadap jantung sudah diketahui dengan baik.

Umumnya Adriamycin dianggap sebagai pengobatan lini pertama ketika seseorang membutuhkan kemoterapi untuk kanker payudara, limfoma, dan leukemia, tetapi bisa juga digunakan untuk pengobatan kanker lainnya.

Orang yang diobati dengan obat ini memiliki risiko tertinggi terkena efek samping terkait jantung dalam tahun pertama setelah pengobatan. Namun, kesulitannya adalah sering kali tidak ada gejala yang jelas, jadi kamu mungkin tidak mengetahuinya kecuali dokter yang memeriksanya. Pengobatan dengan Adriamycin dikaitkan dengan risiko 2 persen seumur hidup untuk mengalami gagal jantung.

Obat kanker lain yang dapat memengaruhi jantung adalah Herceptin. Herceptin juga digunakan untuk mengobati kanker payudara, khususnya pasien dengan kanker payudara reseptor HER2 positif.

Kombinasi kedua obat ini, Adriamycin dan Herceptin, meningkatkan risiko gagal jantung seumur hidup hingga 8–30 persen.

5. Bagaimana kanker bisa menyebabkan masalah jantung?

Meskipun tidak diketahui secara pasti mengapa komplikasi ini bisa terjadi, tetapi para ahli percaya mungkin ada hubungan antara bagaimana pengobatan kanker berdampak pada sistem saraf, dan bagaimana sistem saraf, pada gilirannya, berdampak pada jantung, dikutip dari Thomas Jefferson University Hospitals.

Selain itu, obat kemoterapi tertentu diketahui menyebabkan kardiotoksisitas, atau kerusakan pada otot jantung itu sendiri, pada sebagian orang.

Obat lain diketahui meningkatkan tekanan darah; jika hipertensi menjadi signifikan dan menetap, dapat menyebabkan disfungsi jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Namun, jika intervensi yang tepat dan tepat waktu dilakukan, berbagai komplikasi terkait jantung ini dapat dihindari atau diatasi.

6. Siapa saja yang berisiko?

Apakah Kemoterapi Bisa Menyebabkan Takikardia?ilustrasi dokter menjelaskan kondisi pasien kanker (pexels.com/Thirdman)

Tidak semua pasien kanker akan mengalami komplikasi ini. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10–15 persen pasien kanker mengalami kardiotoksisitas sampai batas tertentu, sehingga memerlukan perawatan kardio-onkologi.

Perawatan kanker dapat memperburuk risiko yang sudah ada. Jadi, kamu harus lebih berhati-hati jika:

  • Memiliki penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya.
  • Sudah berisiko tinggi mengalami komplikasi jantung akibat merokok; gaya hidup minim gerak; tekanan darah tinggi; kolesterol tinggi; riwayat pribadi diabetes; obesitas; riwayat keluarga dengan penyakit jantung dini; dan lain-lain.
  • Menjalani pengobatan kanker dengan obat yang diketahui terkait dengan kardiotoksisitas.

Untuk risiko ini, perlu ada pendekatan multidisiplin dan melengkapi perawatan kanker dengan kardiologi. Di sinilah peran bidang kardio-onkologi.

7. Melawan kanker dan mengurangi risiko penyakit jantung

Pengobatan kanker (kemoterapi, imunoterapi, atau radiasi) harus dipandang sebagai faktor risiko penyakit jantung di masa depan. Menjalani gaya hidup sehat dapat membantu mengatasi hal ini.

Rekomendasi modifikasi gaya hidup yang disarankan antara lain:

  • Rutin cek kolesterol, tekanan darah, berat badan, dan gula darah. Jaga kadarnya tetap dalam rentang normal.
  • Olahraga beberapa kali seminggu. Kamu bisa jalan kaki selama 30 menit, sebanyak empat hingga lima kali seminggu. Tingkatkan kecepatan berjalan sesuai kemampuan tubuh.
  • Ikuti pola makan bernutrisi seimbang, dengan segala sesuatunya dikonsumsi secukupnya.
  • Kurangi stres dengan perawatan diri, atau praktik meditasi seperti yoga atau taici.

Konsultasikan dengan dokter apa saja modifikasi gaya hidup yang diperlukan secara spesifik sesuai kondisi.

Baca Juga: 8 Hal yang Sering Dikira Bisa Cegah Kanker, tetapi Tidak

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya