Gawat! 1 dari 3 Anak dan Remaja Mengalami Mata Minus

Diperkirakan akan lebih tinggi di kalangan anak perempuan

Intinya Sih...

  • Mata minus biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan cenderung memburuk seiring bertambahnya usia. Miopia telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang besar, khususnya di Asia Tenggara.
  • Berdasarkan angka dan tren hingga tahun 2023, prevalensi miopia global secara keseluruhan diproyeksikan mencapai sekitar 40 persen pada tahun 2050, melampaui 740 juta kasus naik dari 600 juta pada tahun 2030.

Sekitar sepertiga dari anak-anak dan remaja di dunia menderita miopia alias rabun jauh atau mata minus, dan jumlah kasusnya diperkirakan akan melebihi 740 juta pada tahun 2050 di antara kelompok usia ini, menurut analisis komprehensif dari data yang ada yang diterbitkan dalam British Journal of Ophthalmology.

Jenis kelamin perempuan, tinggal di Asia Timur dan di daerah perkotaan, dan tingkat pendidikan semuanya tampaknya menjadi faktor utama yang memengaruhi prevalensi.

Baca Juga: 7 Gejala Mata pada Anak yang Tidak Boleh Diabaikan Orang Tua

Kasus mata minus diperkirakan akan terus meningkat di kalangan anak-anak dan remaja

Rabun jauh (miopia), yang menggambarkan kesulitan melihat objek dari jarak jauh. Misalnya, kamu dapat membaca peta dengan jelas namun kesulitan melihat dengan cukup baik saat berkendara.

Kondisi mata ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan cenderung memburuk seiring bertambahnya usia.

Kata para peneliti studi, miopia telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang besar, khususnya di Asia Tenggara.

Namun, tinjauan global terbaru tentang prevalensinya baru dilakukan hingga tahun 2015. Untuk memperoleh gambaran yang lebih terkini, dengan tujuan untuk menginformasikan kebijakan perawatan kesehatan dan upaya pencegahan, para peneliti memperkirakan prevalensi miopia saat ini dan di masa mendatang hingga tahun 2050 di antara anak usia 5 hingga 19 tahun.

Mereka menggunakan semua penelitian dan laporan pemerintah yang relevan, yang diterbitkan hingga Juni 2023. Ini mencakup total 276 penelitian, yang melibatkan 5.410.945 anak-anak dan remaja serta 1.969.090 kasus miopia, dari 50 negara di Asia, Eropa, Afrika, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.

Mereka mengumpulkan data dari semua penelitian tersebut dengan mempertimbangkan variabel geografis, temporal, dan lainnya.

Analisis mereka mengungkapkan adanya peningkatan lebih dari tiga kali lipat dalam prevalensi keseluruhan antara tahun 1990 dan 2023; meningkat dari 24 persen pada tahun 1990–2000 menjadi 25 persen pada tahun 2001–2010, diikuti oleh peningkatan yang jauh lebih tajam menjadi 30 persen pada tahun 2011–2019, dan 36 persen pada tahun 2020–2023, setara dengan sekitar 1 dari setiap 3 anak-anak dan remaja.

Meskipun prevalensi di kalangan remaja melampaui anak-anak, mencapai puncaknya pada 54 persen selama tahun 2020–2023, tetapi peningkatan absolut di kalangan anak-anak dari tahun 1990 hingga 2023 hampir dua kali lipat dari remaja.

Prevalensi secara signifikan lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi, dan tertinggi di Jepang dan terendah di Paraguay antara tahun 1990 dan 2023.

Asia diperkirakan memiliki prevalensi tertinggi

Gawat! 1 dari 3 Anak dan Remaja Mengalami Mata Minusilustrasi anak pakai kacamata (unsplash.com/Tony Mucci)

Faktor-faktor tertentu dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi, terutama tempat tinggal di Asia Timur (35 persen) atau di daerah perkotaan (29 persen), jenis kelamin perempuan (34 persen), masa remaja (47 persen), dan pendidikan sekolah menengah atas (46 persen).

Berdasarkan angka dan tren hingga tahun 2023, prevalensi miopia global secara keseluruhan diproyeksikan mencapai sekitar 40 persen pada tahun 2050, melampaui 740 juta kasus naik dari 600 juta pada tahun 2030, menurut perkiraan tim peneliti.

Diperkirakan prevalensi miopia akan lebih tinggi di kalangan anak perempuan dan perempuan muda dibandingkan di kalangan anak laki-laki dan laki-laki muda: 33 persen vs 31 persen pada tahun 2030; 40 persen vs 35,5 persen pada tahun 2040; dan 42 persen vs 37,5 persen, masing-masing, pada tahun 2050.

Dan, diperkirakan akan jauh lebih tinggi di antara anak usia 13–19 tahun daripada di antara anak usia 6–12 tahun, dengan tingkat yang diproyeksikan masing-masing sebesar 43 persen vs 21 persen pada tahun 2030, 49 persen vs 24 persen pada tahun 2040, dan 52,5 persen vs 27,5 persen pada tahun 2050.

Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah diperkirakan memiliki prevalensi yang lebih tinggi daripada negara-negara berpenghasilan tinggi, dengan tingkat yang diproyeksikan sebesar 41 persen pada tahun 2050.

Secara khusus, Asia diperkirakan memiliki prevalensi tertinggi dari semuanya, dengan tingkat 52 persen pada tahun 2030, 62 persen pada tahun 2040, dan 69 persen pada tahun 2050.

Pandemi COVID-19 mungkin berperan dalam peningkatan tajam setelah tahun 2020. Bukti yang ada menunjukkan potensi hubungan antara pandemi dan percepatan penurunan penglihatan di kalangan dewasa muda.

Sebagai penjelasan atas perbedaan geografis, tim peneliti menyatakan bahwa orang-orang di Asia Timur dan Selatan telah mengalami perkembangan ekonomi yang pesat bersamaan dengan peningkatan prevalensi miopia yang paling tajam.

“Peningkatan insiden miopia yang diamati pada populasi Asia, khususnya di kalangan anak-anak yang lebih muda, dibandingkan dengan wilayah lain, berpotensi menjelaskan kesenjangan etnis yang diamati,” tulis para peneliti.

“Selain itu, korelasi antara durasi pendidikan dan kejadian miopia telah diamati, yang menunjukkan bahwa penerapan awal pendidikan formal di negara-negara Asia Timur tertentu berpotensi menjadi elemen yang berkontribusi,” tambahnya.

“Sebaliknya, populasi Afrika menunjukkan prevalensi miopia yang lebih rendah, yang kemungkinan disebabkan oleh tingkat literasi yang lebih rendah dan keterlambatan dimulainya pendidikan formal, yang biasanya terjadi antara usia 6 hingga 8 tahun bagi sebagian besar anak-anak.”

Anjuran untuk lebih banyak melakukan aktivitas fisik dan lebih sedikit screen time

Gawat! 1 dari 3 Anak dan Remaja Mengalami Mata Minusilustrasi screen time anak (pexels.com/Alex Green)

Seperti yang disebutkan di atas, jenis kelamin perempuan dikaitkan dengan prevalensi miopia yang lebih tinggi. Kemungkinan ini karena anak perempuan mencapai pubertas lebih cepat daripada anak laki-laki, dan cenderung menghabiskan lebih sedikit waktu di luar ruangan dan lebih banyak waktu untuk aktivitas jarak dekat.

Para peneliti menganjurkan untuk lebih banyak melakukan aktivitas fisik dan lebih sedikit screen time untuk semua anak dan remaja.

Para peneliti mengakui berbagai keterbatasan pada temuan mereka, termasuk kualitas yang bervariasi dan perbedaan yang cukup besar dalam desain dan metodologi penelitian yang disertakan dalam analisis data gabungan. Definisi dan penilaian miopia juga sangat bervariasi.

Namun, terlepas dari keterbatasan yang diketahui ini, mengingat ukuran sampel yang besar, perkiraan para peneliti tentang prevalensi miopia dianggap mendekati angka yang tepat. Sangat penting untuk menyadari bahwa miopia dapat menjadi beban kesehatan global di masa mendatang.

Baca Juga: 22 Masalah Kesehatan Ini Bisa Dideteksi Lewat Pemeriksaan Mata

Referensi

Liang, Jinghong, Yingqi Pu, Jiaqi Chen, et al. “Global Prevalence, Trend and Projection of Myopia in Children and Adolescents from 1990 to 2050: A Comprehensive Systematic Review and Meta-Analysis.” British Journal of Ophthalmology, August 14, 2024.
Axios. Diakses pada September 2024. About one-third of youth are nearsighted — rising figure, new study says.
SciTechDaily. Diakses pada September 2024. Global Myopia Crisis: 1 in 3 Kids Now Near-Sighted.

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya