Studi: Puasa Intermiten Berikan Perubahan Dinamis pada Otak dan Usus

Manfaatnya tidak hanya penurunan berat badan

Puasa intermiten (intermittent fasting) menjadi salah satu pilihan diet populer. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pola makan tersebut bisa membuat perubahan yang signifikan pada usus dan otak.

Puasa intermiten adalah puasa yang dilakukan dengan makan seperti biasa selama beberapa hari dalam 1 minggu, dan berpuasa pada hari lainya. Ini bisa dilakukan dengan sama sekali tidak makan selama jangka waktu tertentu atau sekadar mengurangi asupan kalori. Metode yang umum digunakan adalah 16 jam puasa dan 8 jam untuk makan.

Baca Juga: Mengenal Speed Keto, Kombinasi antara Diet Keto dan Puasa Intermiten

Adanya perubahan aktivitas di otak

Studi: Puasa Intermiten Berikan Perubahan Dinamis pada Otak dan Ususilustrasi intermitten fasting atau puasa intermiten (freepik.com/user14908974)

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Cellular and Infection Microbiology pada 20 Desember 2023 mempelajari 25 sukarelawan yang tergolong obesitas selama 62 hari, yang mana mereka mengambil bagian dalam program intermittent energy restriction (IER).

Peserta dalam penelitian ini tidak hanya mengalami penurunan berat badan—rata-rata 7,6 kilogram atau 7,8 persen dari berat badan mereka—tetapi juga bukti adanya perubahan aktivitas di bagian otak yang terkait dengan obesitas, perubahan aktivitas otak, dan peningkatan bakteri usus.

Mengutip dari situs Science Alert, peneliti kesehatan Qiang Zeng dari Second Medical Center dan National Clinical Research Center for Geriatric Diseases di China, mengatakan bahwa diet ini mengubah sumbu mikrobioma usus-otak manusia.

“Perubahan yang diamati pada mikrobioma usus dan aktivitas di wilayah otak yang berhubungan dengan kecanduan selama dan setelah penurunan berat badan sangatlah dinamis," katanya.

Saat ini belum jelas apa yang menyebabkan perubahan tersebut dan apakah usus memengaruhi otak atau sebaliknya. Namun, usus dan otak berhubungan erat, sehingga merawat bagian tertentu di otak bisa menjadi cara untuk mengontrol asupan makanan.

Perubahan aktivitas otak yang terlihat melalui pemindaian functional magnetic resonance imaging (fMRI), terjadi di wilayah yang diketahui penting dalam pengaturan nafsu makan dan kecanduan, termasuk inferior frontal orbital gyrus.

Terlebih lagi, perubahan usus, yang dianalisis melalui sampel tinja dan pengukuran darah, dikaitkan dengan wilayah otak tertentu.

Misalnya, bakteri Coprococcus comes dan Eubacterium hallii, dikaitkan secara negatif dengan aktivitas di inferior frontal orbital gyrus, area yang mengatur kemauan kita dalam hal asupan makanan.

“Mikrobioma usus diperkirakan berkomunikasi dengan otak dalam cara yang kompleks dan dua arah,” kata ilmuwan medis Xiaoning Wang dari State Clinic Center for Geriatrics di China.

Mikrobioma menghasilkan neurotransmiter dan neurotoksin yang mengakses otak melalui saraf dan sirkulasi darah. Sebagai imbalannya, otak mengontrol perilaku makan, sementara nutrisi dari makanan kita mengubah komposisi mikrobioma usus.

Manfaat puasa intermiten

Studi: Puasa Intermiten Berikan Perubahan Dinamis pada Otak dan Ususilustrasi puasa (wikimedia.org/Wilson Fisk)

Manfaat lainnya dari puasa intermiten termasuk umur yang lebih panjang, tubuh yang lebih ramping dan pikiran yang lebih tajam (New England Journal of Medicine, 2019).

Pola makan ini disebut dapat melindungi tubuh dari penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, gangguan neurodegeneratif terkait usia, penyakit radang usus, dan banyak jenis kanker.

Berikut beberapa manfaat puasa intermiten, yang dikutip dari situs Johns Hopkins Medicine:

  • Berpikir dan memori: Penelitian menemukan bahwa puasa intermiten meningkatkan memori kerja pada hewan dan memori verbal untuk manusia dewasa.
  • Kesehatan jantung: Puasa intermiten meningkatkan tekanan darah dan detak jantung istirahat serta pengukuran terkait jantung lainnya.
  • Penampilan fisik: Pria muda yang berpuasa selama 16 jam mengalami penurunan lemak sekaligus menjaga massa otot. Penelitian pada tikus yang diberi pola makan puasa intermiten menunjukkan daya tahan berlari yang lebih baik.
  • Diabetes tipe 2 dan obesitas: Ini disebut mampu mencegah obesitas. Dalam enam penelitian singkat, orang dewasa yang mengalami obesitas mengalami penurunan berat badan melalui puasa intermiten. Sebagian besar penelitian yang ada menunjukkan bahwa puasa intermiten dapat membantu menurunkan berat badan dan menurunkan kadar glukosa puasa, insulin puasa, dan leptin (hormon lapar) sekaligus mengurangi resistansi insulin, menurunkan kadar leptin, dan meningkatkan kadar adiponektin. Bahkan, penelitian tertentu menemukan bahwa beberapa pasien yang melakukan puasa intermiten dengan pengawasan dokter mampu menghilangkan kebutuhan mereka akan terapi insulin.
  • Kesehatan jaringan: Pada uji coba hewan, puasa intermiten mengurangi kerusakan jaringan dalam pembedahan dan meningkatkan hasilnya.

Lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia kini diperkirakan mengalami obesitas, yang menyebabkan peningkatan risiko berbagai masalah kesehatan, mulai dari kanker hingga penyakit jantung.

Mengetahui lebih banyak tentang bagaimana otak dan usus kita saling bergantung satu sama lain dapat membuat perbedaan besar dalam mencegah dan mengurangi obesitas secara efektif.

Baca Juga: 8 Kebiasaan Buruk saat Makan yang Bisa Menyebabkan Obesitas

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya