TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lawatan ke Smelting Plant PT Inalum, Satu-satunya di Indonesia!

Mau tahu gimana proses produksi aluminium? Ini ulasannya!

bagian Pot Reduction dari Smelting Plant PT Inalum (dok. IDN Times/Dayu Yudana/bt)

Dari arah timur, sang raja siang sudah tampak memancarkan sinar kemuningnya. Kilau cahaya teriknya lantas membangunkan mata-mata kantuk yang sebelumnya hanya tertutup kurang dari 5 jam.

Setelah memasukkan semua perlengkapan ke dalam ransel, saya dan teman-teman community writer lainnya pun siap mengunjungi Smelting Plant PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dalam kegiatan Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh IDN Times x PT Inalum. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari—dan di hari kedua (29/11/2022), kami berkesempatan untuk mendatangi pabrik peleburan alumina milik Inalum.

Menuju destinasi tersebut, kami tidak sendiri. Ditemani sejumlah pekerja dari PT Inalum, inilah sedikit cerita saya dan community writers IDN Times Sumut lainnya saat menginjakkan kaki di Smelting Plant PT Inalum, Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara. Gerah luar biasa, Cuy!

 

1. Naik bus menuju Smelting Plant PT Inalum

rombongan IDN Times menaiki bus saat pergi ke Smelting Plant PT Inalum (dok. pribadi/Mia Rianti Lubis)

Jarum jam menunjukkan pukul 9 pagi. Saya dan rombongan sudah duduk manis di tiap bangku bus karyawan PT Inalum. Ukurannya yang besar, cukup menampung lebih dari 20 orang.

Awalnya, saya mengira kalau smelting plant-nya berada dekat dari Perumahan Inalum Tanjung Gading, tempat saya dan community writers menginap. Sehingga kami perkirakan cuma butuh 10–15 menit saja untuk sampai ke sana. Ternyata, waktu yang dibutuhkan lebih dari itu.

Dengan bantuan Google Maps, saya mengetahui bahwa jarak antara perumahan dan smelting plant berkisar 18 km. Apabila menaiki mobil, jarak tersebut dapat ditempuh selama kurang lebih 30 menit.

Smelting Plant PT Inalum (inalum.id)

Keluar dari Gerbang Selamat Datang Perumahan Tanjung Gading, bus berbelok ke kiri. Kendaraan yang kami tumpangi melaju menyusuri Jl. Access Road Inalum, sebuah jalan lurus sangat panjang yang akan membawa kami ke tujuan.

Entah kenapa, jantung ini berdegup lebih kencang dari biasanya. Maklum, baru pertama kalinya saya melawat ke sebuah pabrik peleburan.

Dalam benak, saya pikir bakal banyak bangunan-bangunan pabrik atau sejenisnya yang menyapa kami. Rupanya tidak. Hanya ada area pemukiman warga dengan satu-dua gereja yang muncul dalam netra.

Namun, ada satu hal cukup menarik yang saya jumpai saat dalam perjalanan. Itu adalah pasar ikan. Walaupun cuma tampak sekilas, ikan-ikan yang dijajakan terlihat cukup segar. Gak heran, sih. Soalnya, area tersebut adalah daerah pesisir.

Rasa nervous semakin terasa, terlebih ketika gedung utama PT Inalum sudah ada di depan mata. Sebelum mendatangi smelting plant, kami diajak untuk singgah sebentar di sebuah toko yang masih ada di kawasan gedung tersebut. Toko tersebut bernama Pojok UKM Inalum.

2. Singgah ke Pojok UKM Inalum untuk mencicipi sensasi Kono Kopi

Pojok UKM Inalum (dok. pribadi/Fria Sumitro)

Sebelum menginjakkan kaki ke area smelting plant, bus berbelok ke gedung utama PT Inalum. Satu per satu rombongan turun dari bus dan berjalan menuju bagian pojok gedung. Di sana, kami melihat sebuah tempat yang kelihatan seperti toko oleh-oleh. Namanya Pojok UKM Inalum.

Bangunan fisik dari Pojok UKM Inalum sendiri baru saja dibentuk. Usianya baru sekitar dua minggu—terhitung dari hari kedua (29/11/2022) Pelatihan Jurnalistik. Namun, programnya sudah berjalan cukup lama.

Nabila, selaku divisi CSR (Corporate Social Responsibility) Inalum, menjelaskan bahwa CSR Inalum memiliki program yang bertujuan untuk mengembangkan UMK (Usaha Mikro dan Kecil)—Pojok UKM tersebut merupakan salah satunya. Akan tetapi, bukan itu saja program yang diinisiasi.

"Nah, di situnya (program CSR), ada yang namanya program kemitraan, ada yang namanya pembinaan UMK, bantuan alat usaha, pelatihan. Itulah yang mendukung si UMKM sendiri," jelas Nabila.

Dari beberapa inisiatif tadi, program kemitraan sudah ada sejak tahun 2016. Lewat program kemitraan, mitra-mitra binaan Inalum akan menerima pinjaman dana bergulir yang bisa dimanfaatkan sebagai modal usaha.

panganan kemasan yang dijajakan di Pojok UKM Inalum (dok. pribadi/Fria Sumitro)

Ada banyak produk yang bisa dijumpai di pojok UKM milik perusahaan yang sudah berdiri sejak 1976 ini, di antaranya abon ayam, pisang gosong, keripik singkong, kacang toujin, hingga bawang goreng. Bukan hanya kudapan, juga ada kain songket cantik yang bisa dibeli pengunjung.

Nah, semua itu merupakan hasil dari mitra binaan Inalum. Meskipun produk yang paling mencolok memang makanan kemasan, bidang usaha yang dijalankan program kemitraan Inalum sebenarnya ada berbagai macam, mulai dari industri, perdagangan, sampai perikanan.

Nabila mengungkapkan, semua steling kayu untuk tempat memajang jajanan-jajanan merupakan karya dari mitra binaan yang bergerak di bidang las. Akan tetapi, karena hanya berupa pojok UKM, barang yang dipampangkan pun hanya terbatas pada makanan saja.

Kono Kopi Gayo di Pojok UKM Inalum (dok. IDN Times/Dayu Yudana/bt)

Dari produk-produk yang dijajakan, ada satu yang memantik ketertarikan saya. Itu adalah Kono Kopi. Saya pikir, penamaannya dipengaruhi oleh bahasa Jepang. Pasalnya, dalam bahasa Jepang, kono merupakan kata tunjuk yang berarti 'ini' sehingga saya mengira produk tersebut bermakna "Kopi Ini". Rupanya bukan.

Menurut penuturan salah satu pekerja yang mengurusi Pojok UKM Inalum, istilah "Kono Kopi" sendiri berasal dari bahasa Melayu, di mana kono artinya 'kena' atau 'terkena'. Jadi, Kono Kopi berarti "Kena/Terkena Kopi".

Kebetulan, saya dan rombongan berkesempatan untuk mencicipi minuman kopi biji arabica Gayo ini. Saya sendiri bukanlah pencinta kopi. Meskipun begitu, saya cukup menikmati cita rasa yang disuguhkan oleh Kono Kopi.

Selain itu, Lukman—salah satu pekerja Pojok UKM Inalum—mengatakan bahwa Kono Kopi aman diminum oleh mereka yang menderita asam lambung. Dirinya yang mengalami kondisi tersebut selama ini belum pernah mengeluhkan apa pun setelah meneguk minuman tersebut. Jadi, memang aman diminum ya.

Perlu diketahui pula, produk dari Pojok UKM Inalum mulanya hanya diperuntukkan pada pasar yang terbatas yakni pegawai, tamu, dan stakeholder. Pemesanannya pun masih via telepon ke divisi CSR. Akan tetapi setelah bangunan fisiknya berdiri, masyarakat umum sudah bisa membeli aneka produk yang ditawarkan.

Lebih lanjut, Nabila mengatakan, keberadaan Pojok UKM Inalum ini diharapkan mampu memudahkan orang-orang yang ingin mencari berbagai macam oleh-oleh khas Batu Bara dan Kuala Tanjung.

3. Saatnya meluncur ke Smelting Plant PT Inalum

Smelting Plant PT Inalum (inalum.id)

Dari Pojok UKM Inalum, waktunya kami berangkat ke destinasi utama. Sebelum pergi, setiap orang diharuskan mengenakan rompi dan topi keselamatan terlebih dahulu.

Untuk ke area smelting plant, saya dan rombongan juga diantar dengan bus. Namun, waktu yang ditempuh tidak terlalu lama, yaitu sekitar 15 menit saja.

Sesampainya di tujuan, kami langsung disambut dengan pemandangan pabrik dengan semua bangunan besarnya. Tak lupa juga dengan pipa-pipa raksasa yang tak kalah krusial dalam proses peleburan aluminium.

Sebagai informasi, smelting plant milik PT Inalum merupakan pabrik peleburan aluminium pertama sekaligus satu-satunya di Indonesia, lho! Dengan luas lahan 200 ha, pabrik ini terdiri atas sejumlah fasilitas, di antaranya Pabrik Karbon, Pabrik Reduksi, Pabrik Casting, dan Pelabuhan.

Nah, dari keempat fasilitas tersebut, yang pertama kali dikunjungi adalah bagian Pot Reduction atau Pabrik Reduksi. Di tempat ini, pengaruh elektromagnetiknya begitu tinggi sehingga kami diimbau untuk tidak membawa ponsel, jam analog, maupun alat elektronik lainnya.

penampakan tungku yang ada di Pot Reduction Smelting Plant PT Inalum (dok. IDN Times/Dayu Yudana/bt)

Turun dari bus, rombongan langsung disambut oleh tungku-tungku pemanas berukuran besar. Alhasil, hawa di area ini terasa begitu panas. Menurut penuturan salah satu pekerja, paparan suhu di pabrik reduksi sebesar 60 derajat Celsius.

Bagian pot reduction sendiri memiliki tiga gedung utama. Masing-masing gedung memiliki 170 unit tungku sehingga jika ditotalkan maka ada 510 unit tungku reduksi yang dimiliki Smelting Plant PT Inalum. Akan tetapi, tak semuanya beroperasi. Ada unit yang sudah melewati masa pemakaian, yaitu 6 tahun.

Pastinya, tungku-tungku besar tersebut bukanlah pajangan belaka. Mereka berfungsi untuk meleburkan bubuk aluminium oksida (Al₂O₃) atau alumina menjadi aluminium cair. Untuk mengubah bubuk alumina menjadi aluminium, dilibatkanlah proses elektrolisis.

alumina yang dileburkan lantas berubah menjadi aluminium cair (dok. IDN Times/Dayu Yudana/bt)

Nah,supaya proses elektrolisisnya dapat berlangsung, diperlukan blok-blok karbon anoda yang berfungsi sebagai elektroda. Reaksi antara Al₂O₃ dengan karbon (C) lantas menghasilkan aluminium cair dan gas karbon dioksida.

Aluminium cair yang didapat kemudian dikirim ke Casting Plant (Pabrik Penuangan). Menurut data dari Inalum, perusahaan yang sudah menjadi BUMN ini memproduksi rata-rata 260.000 ton aluminium cair per tahun.

Untuk mengaktifkan setiap tungku yang ada, dibutuhkan arus listrik yang gak sedikit. Setiap tungku yang ada di pot reduction memerlukan 198 kA (kiloampere). Itu masih di pabrik reduksi, belum lagi bagian-bagian lain. Karena listrik yang dibutuhkan banyak, industri aluminium lantas menjadi salah satu industri yang sangat boros listrik.

4. Aluminium cair selanjutnya dicetak di Casting Plant

Pabrik Ingot Aluminium Smelting Plant PT Inalum (dok. pribadi/Fria Sumitro)

Dari pot reduction, kami bergeser ke bagian lain, yakni Pabrik Ingot Aluminium. Ditemani oleh Dhanu—salah satu pekerja di bagian casting plant aluminium ingot, saya dan community writers yang lain menyaksikan bagaimana metal cair dari pabrik reduksi bertransformasi menjadi batangan-batangan aluminium ingot padat.

Aluminium cair yang diangkut ke casting plant gak langsung dicetak, guys. Terlebih dahulu, logam cair tersebut ditampung dalam "dapur" (kontainer) berkapasitas 30–35 ton. Setelah itu, barulah dilakukan berbagai macam treatment.

Tahap pertama adalah skimming off. Di tahap ini, zat-zat kotor yang ada dalam aluminium dibersihkan dan dikontrol kandungannya. Salah satu zat kotor yang harus dikeluarkan adalah besi (Fe).

"Jadi [setelah] kita bersihkan (aluminium cair), kita lakukan pengadukan. (Setelah itu) kita sampling. (Apabila) dapat kualitas sesuai targetnya, (barulah) kita lakukan pencetakan ingot," terang Dhanu.

proses pencetakan aluminium cair menjadi aluminium ingot (dok. pribadi/Fria Sumitro)

Karena aluminium ingot merupakan aluminium murni yang bebas dari campuran zat lain, maka wujud cairnya yang sudah diberikan treatment dapat kemudian dicetak. Menggunakan bantuan hidrolik, dapur dimiringkan untuk mengeluarkan metal cair supaya mengalir menuju cetakan.

"Kurang lebih 2–3 jam (supaya) habis 35 ton (aluminium cair yang ada di dapur)," kata Dhanu.

Selama proses percetakan, aluminium perlahan-lahan membeku dan akhirnya berubah menjadi padat. Setiap aluminium ingot yang sudah jadi selanjutnya diberi nomor batch sebagai identitasnya.

Verified Writer

E N C E K U B I N A

Mau cari kerja yang bisa rebahan terus~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya