5 Sisi Gelap Arab Saudi di Mata Wisatawan, Tercengang! 

Situs bersejarah dirusak demi pembangunan

Apa yang terlintas dalam benakmu tentang Arab Saudi? Sebuah negara di Timur Tengah yang menjadi rumah untuk sejumlah tempat suci bagi umat Islam. Negara tersebut identik dengan hukum Islam dan termasuk penghasil minyak terbesar di dunia.

Di balik citranya yang konservatif dan religius, ternyata Arab Saudi memiliki sisi gelap mencengangkan. Terutama beberapa tahun belakangan ini, setelah pariwisata menjadi salah satu sektor untuk menambah pendapatan negara selain minyak bumi.

Kira-kira seperti apa sisi gelap Arab Saudi bagi wisatawan? Yuk, simak ulasannya!

1. Pembatasan kebebasan berpendapat hingga fotografi

5 Sisi Gelap Arab Saudi di Mata Wisatawan, Tercengang! ilustrasi turis memotret di keramaian (unsplash.com/jakobowens1)

Perlu kamu pahami bahwa Arab Saudi merupakan negara monarki yang berbeda dengan prinsip-prinsip demokrasi seperti di Indonesia. Walau kamu datang sebagai wisatawan, tapi tidak bisa sembarangan memberikan review, kritik, maupun memotret objek yang ditemui selama di sana. Bahkan, pemerintahannya kerap dikatakan bersikap anti kritik.

Dilansir Conde Nast Traveler, wisatawan kemungkinan besar tidak akan menulis opini kritis tentang Kerajaan Arab Saudi. Penting untuk diperhatikan bawah mengkritik pemerintah, keluarga kerajaan, atau Islam secara lisan, tulisan, maupun di sosial media merupakan tindakan ilegal. Politik, agama, dan seks tidak boleh dibicarakan di ruang publik atau online.

Perlu kamu tahu bahwa mengumpat seseorang dan menggunakan kata-kata kotor dianggap pelanggaran yang dapat dikenai denda. Bahasa tubuh yang kasar juga menjadi hal tabu yang dianggap pelanggaran. Jadi, kamu perlu berhati-hati dengan setiap ucapan maupun tindakan selama berwisata.

Pelanggaran yang paling umum dilakukan pelancong di Arab Saudi, yakni memotret tanpa izin. Jangan sembarangan memotret seseorang, terutama wanita tanpa izin, mengambil foto kecelakaan atau kejahatan. Sebab dianggap ilegal dan dapat didenda hingga 1.000 Riyal Saudi (Rp4.257.145).

Berhati-hatilah saat memotret di keramaian, seperti pasar tradisional. Sebab, tempat ini mudah untuk mengambil foto seseorang secara tidak sengaja. Ada baiknya kamu minta izin terlebih dahulu sebelum hunting foto.

Kamu perlu ingat, bahwa sebagai wisatawan berarti menjadi seorang tamu. Kamu harus mengikuti aturan negara yang dikunjungi. Seperti kebebasan berpendapat yang sering dianggap tidak ada di negara tersebut.

2. Pembatasan bagi pengunjung non muslim

5 Sisi Gelap Arab Saudi di Mata Wisatawan, Tercengang! Jeddah, Arab Saudi (unsplash.com/i_alorabi)

Setelah putra Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud, Muhammad bin Salman (MBS) menjadi Perdana Menteri, Arab Saudi semakin terbuka dengan wisatawan dari berbagai negara. Bahkan, mereka juga bekerja sama dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Meski demikian, pembatasan tetap ada bagi pengunjung non muslim.

Mekkah tetap menjadi satu-satunya kota terlarang bagi wisatawan non muslim. Seperti yang diketahui selama ini bahwa Mekkah dan Madinah menjadi dua kota tersuci bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Jutaan jamaah akan melakukan perjalanan ke Mekkah setiap tahunnya dan memerlukan visa keagamaan.

Bagi nonmuslim masih bisa mengunjungi Arab Saudi, tapi sebaiknya memilih destinasi di luar Mekkah. Kalau kamu non muslim, tapi tertarik untuk mengunjungi wisata religi Islam, dapat mengunjungi Jeddah. Terdapat empat masjid yang memperbolehkan non muslim masuk, seperti Masjid Al Taqwa, Masjid Al Rahmah di Laut Merah, Masjid Raja Fahad, dan Masjid Raja Saud.

Culture shock yang dapat kamu alami, terutama untuk non muslim yakni toko dan restoran akan tutup selama 15-30 menit ketika saatnya salat lima waktu. Meski undang-undang baru mengizinkan banyak toko untuk tetap buka pada waktu tersebut. Memutar musik di dalam mobil bahkan rumah, saat salat merupakan tindakan ilegal.

Baca Juga: 5 Fakta Unik Al Ula di Arab Saudi yang Disebut sebagai Kota Terkutuk

3. Diselimuti isu negatif hak asasi manusia

5 Sisi Gelap Arab Saudi di Mata Wisatawan, Tercengang! rumah tradisional di sekitar Souq Al-Alawi, Al-Balad, Jeddah (2008) (commons.wikimedia.org/Jpatokal)

Banyak negara di Timur Tengah kerap dikaitkan dengan isu negatif kesenjangan gender dan hak asasi manusia. Bahkan negara berpengaruh di Timur Tengah, sekelas Arab Saudi pun tidak luput dari isu tersebut. Pandangan dunia terhadap hak asasi manusia di Arab Saudi semakin buruk semenjak Muhammad bin Salman menjabat, terutama oleh negara-negara barat.

Dilansir Amnesty International UK, lebih dari setengah juta orang di Jeddah telah diusir secara paksa dan rumah mereka dihancurkan. Tujuannya untuk dijadikan hotel dan bangunan mewah. Memang dapat mendukung sektor pariwisata, tapi menjadi mimpi buruk bagi warga asli yang sudah bermukim di sana.

Arab Saudi pernah mengeksekusi 196 orang pada 2022. Eksekusi massal terbesar dalam beberapa dekade terakhir, pihak berwenang membunuh 81 orang dalam sehari. Negara tersebut menduduki peringkat ke-2 tertinggi dalam penerapan hukuman mati. Miris!

Pengadilan dianggap sewenang-wenang memberikan hukuman, terutama warga negara asing. Tindakan kekerasan pun kerap dialami tahanan dan pekerja migran. Mayoritas korbannya merupakan warna Etiopia dan Yaman.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kalau Arab Saudi dikenal sebagai pemerintahannya yang antikritik. Kasus pembunuhan jurnalis asal Arab Saudi yang berbasis di Amerika Serikat, Jamal Khashoggi setelah mengkritik pemerintah Arab Saudi, sempat menggemparkan dunia. Jasadnya ditemukan di taman rumah Konsul Jenderal Saudi di Istanbul, Turki.

4. Sejumlah peraturan dihapus untuk menarik wisatawan

5 Sisi Gelap Arab Saudi di Mata Wisatawan, Tercengang! Riyadh, Arab Saudi (commons.wikimedia.org/B.alotaby)

Jika selama ini Arab Saudi memiliki kesan alim di mata negara-negara mayoritas Islam, seperti Indonesia. Sekarang, kamu bisa memikirkannya kembali dan menjelajah lebih jauh. Faktanya Arab Saudi melonggarkan hingga menghapus sejumlah aturan untuk menarik wisatawan.

Di bawah kepemimpinan Pangeran MBS, Arab Saudi akan menjadi negara Islam moderat dan semakin liberal. Sayangnya, banyak aturan baru yang justru dianggap bertentangan dengan syariat Islam. Bagi negara-negara nonmuslim hal ini akan dianggap bagian dari inovasi dan keterbukaan di era modern, tapi bagi negara mayoritas Islam dapat dianggap sisi gelap lainnya.

Sebelumnya, aturan terkait hak perempuan di Arab Saudi sangat ketat. Kini, sudah menjadi lebih longgar dan masih dalam batas wajar bagi sebagian orang. Perempuan lebih leluasa keluar rumah, berkendara, dan maupun bekerja di berbagai sektor.

Selama ini perempuan dilarang menonton pertandingan, fashion show, dan konser secara langsung. Kini tidak ada lagi batasan bagi perempuan untuk melakukan aktivitas tersebut. Bahkan beberapa artis dunia, seperti Nicki Minaj, Black Eyed Peas, Jason Derulo, dan Super Junior 

Kalau sebelumnya mengenakan pakaian ketat dan mengenakan bikini di pantai dilarang. Sejumlah pantai komersial di Arab Saudi mengizinkan perempuan mengenakan bikini dan pakaian terbuka lainnya. Bahkan, wisatawan bisa membayar tiket di private beach untuk bebas bermain air, menari, dan mendengarkan musik.

Bioskop kembali dibuka di Riyadh pada tahun 2018 silam. Batasan antara laki-laki dan perempuan semakin tipis. Bahkan, club malam juga dibuka di Arab Saudi pada tahun berikutnya, memberikan kesan glamor pada negara tersebut.

5. Situs sejarah dirusak demi pembangunan

5 Sisi Gelap Arab Saudi di Mata Wisatawan, Tercengang! Abraj Al-Bait dan Ka'bah (unsplash.com/konevi)

Sisi gelap lainnya yang bikin geleng-geleng kepala, yakni banyaknya situs bersejarah yang dirusak untuk pembangunan. Dilansir Qantara, pada 2021 pembongkaran besar-besaran dilakukan di pusat kota Jeddah dan beberapa wilayah lain. Banyak pemukiman, apartemen, hingga supermarket digusur. 

Pemerintah setempat berdalih ingin membersihkan kawasan “kumuh”. Wilayah selatan dan timur kota tua, Balad, yang sebagian telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO terdampak. Arsitek Atef Alshehri memiliki pandangan lain, daerah kumuh yang dimaksud merupakan lingkungan yang tumbuh secara organik. Mereka tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perencanaan kota modern, misalnya di sekitar Balad.

Daerah sekitar Balad dihuni oleh keluarga berpendapatan rendah, berbeda dengan wilayah utara Jeddah yang dihiasi deretan restoran mewah. Nenek moyang mereka berasal dari selatan Arabia, bermigrasi dari benua Afrika. Mereka datang sebagai budak atau menunaikan ibadah haji, kemudian menetap secara permanen di luar Jeddah.

Dilansir The Art Newspaper, perencanaan kota di Arab Saudi tidak hanya memiliki tujuan politik dan ekonomi, tapi juga ideologi Wahabi yang dianut oleh pihak kerajaan. Setidaknya 90 persen kawasan tua di kota-kota suci bagi umat Islam telah dihancurkan untuk mendirikan hotel, pusat perbelanjaan, dan blok apartemen. Hal ini sudah terjadi beberapa dekade, sayangnya protes masyarakat tidak akan tampak di negara antikritik dan demo atau semacamnya dianggap ilegal.

Dokumentasi terkini akan sulit ditemukan dan telah disensor dengan cermat. Berita yang berkaitan dengan kerusakan tersebut juga jarang muncul, termasuk di pers Inggris, Amerika maupun media internasional lain. Lebih memprihatinkan lagi, penggusuran warisan budaya di sana telah disahkan dan direncanakan oleh otoritas negara.

Proyek pembangunan mengubah Mekkah dan Madinah menjadi kota tanpa masa lalu. Unsur arsitektur bersejarah dan situs penting sudah mengalami banyak perubahan. Malah didominasi oleh gedung pencakar langit modern. Meski tujuannya untuk menambah daya tampung jamaah haji yang bertambah setiap tahunnya.

Sisa-sisa pusat bersejarah Ottoman di Mekkah dan situs-situs Islam di dalamnya hilang setelah perluasan pembangunan. Rumah Hamzah, paman Nabi Muhammad SAW yang berusia lebih dari 1.300 tahun dihancurkan dan diubah menjadi sebuah hotel. Rumah tempat kelahiran sang Nabi yang sudah ada sejak 570 M juga telah dibongkar untuk gedung pencakar langit.

Masih banyak lagi situs yang berkaitan dengan keluarga Rasulullah terdampak pembangunan menuju kota modern. Rumah Khadijah, istri pertama beliau, makam putrinya, Fatimah di Madinah, dan makam keponakannya, Hasan ibn Ali, dihancurkan pada tahun 1920an. Rumah kuno ayah mertua Rasulullah pun telah diruntuhkan dan berdirilah Hotel Hilton.

Masih ada lagi, Benteng Ajyad Mekkah yang dibangun oleh Ottoman pada 1780 di sebuah bukit yang menghadap Masjidil Haram dihancurkan. Kemudian, dibangun Abraj Al-Bait yang menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia. Fungsinya beragam, termasuk sebagai hotel, pusat perbelanjaan, museum astronomi, dan menara pandang yang dapat melihat Masjidil Haram dan Ka’bah.

Walau Arab Saudi dapat membanggakan tujuh Situs Warisan Dunia UNESCO, tapi tidak ada satu pun yang merupakan monumen Islam. Seperti Oasis Al-Ahsa (2018), Situs Arkeologi Al-Hijr (2008), Distrik At-Turaif (2010), Kawasan Kebudayaan Hima (2021), Jeddah yang menjadi gerbang menuju Mekkah (2014), Seni Batuan di wilayah Hail (2015), dan Kawasan Lindung Uruq Bani Mu’raid (2023).

Arab Saudi, terutama Jeddah bisa tampak seperti Dubai dan berbiaskan bangunan modern futuristik. Namun, bangun bersejarah semakin terkikis dan dapat membuat negara tersebut kehilangan identitasnya. Apalagi, pemerintah setempat sedang gencar dengan ambisi kota masa depan, NEOM dan Saudi Vision 2030 yang dapat menambah dampak negatif.

Sekarang kamu sudah tahu sisi gelap Arab Saudi bagi wisatawan. Saat ini, negara tersebut memang lebih terbuka untuk wisatawan individu maupun non muslim. Namun, di balik akomodasi mewah yang dapat kamu nikmati, terdapat warga setempat serta situs bersejarah hilang. Bagaimana menurutmu?

Baca Juga: 10 Destinasi Wisata di Arab Saudi yang Wajib Dikunjungi saat Umrah

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya