TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Masjid Agung Manonjaya, Wisata Religi Kebanggaan Tasikmalaya

Masih mempertahankan arsitektur aslinya

Masjid Agung Manonjaya (instagram.com/baharuddin.adam)

Tasikmalaya dikenal sebagai pusat keagamaan besar di Jawa Barat. Terdapat ratusan pesantren tersebar di berbagai penjuru wilayah. Selain itu, beberapa perguruan tinggi berbasis agama Islam juga ada di sini.

Keberadaannya begitu penting bagi Jawa Barat, gak heran kalau Tasikmalaya dijuluki Mutiara dari Priangan Timur. Peran pentingnya termasuk dalam penyebaran agama Islam. Salah satu buktinya berupa bangunan Masjid Agung Manonjaya.

Masjid yang terletak di Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya itu sudah berusia hampir 2 abad. Selain fungsinya sebagai tempat ibadah, Masjid Agung Manonjaya menjadi ikon wisata religi. Masjid ini sendiri telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya Tasikmalaya.

Lantas bagaimana sejarah Masjid Agung Manonjaya hingga tetap eksis seiring berkembangnya zaman? Berikut ulasannya

1. Titik awal ibu kota baru Sukapura

Masjid Agung Manonjaya (collectie.wereldmuseum.nl)

Keberadaan Masjid Agung Manonjaya tidak terlepas dari sejarah Kabupaten Sukapura yang kini menjadi Kabupaten Tasikmalaya. Sebab, Manonjaya merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Sukapura sekitar 70 tahun, pada 1814–1901. Sedangkan Masjid Agung Manonjaya dibangun di antara masa tersebut.

Dilansir Jurnal Artefak Vol. 2 No. 1, Perpindahan Ibu Kota Kabupaten Sukapura dari Sukaraja ke Manonjaya serta Dampaknya (1828–1834), pembangunan Manonjaya mengikuti pola kota tradisional dengan adanya alun-alun yang berasosiasi dengan masjid. Sebelum adanya Masjid Agung Manonjaya, pada waktu itu sudah dijumpai masjid kecil atau sejenis musala. Bahkan, Raden Tumenggung Danuningrat berencana untuk membuat tata ruang Manonjaya berpedoman pada tata letak masjid kecil yang sudah ada.

Keberadaan masjid sangat penting dan menjadi satu kesatuan dengan pembangunan tata ruang Kabupaten Sukapura. Masjid di Manonjaya sejak dulu telah menjadi tetenger atau tugu komando untuk mengembangkan tata kota. Demikian pula yang dilakukan oleh Pemerintah Sukapura saat itu untuk membangun Masjid Agung Manonjaya.

2. Berperan penting dalam penyebaran Islam di Tasikmalaya dan sekitarnya

Masjid Agung Manonjaya (instagram.com/ryannuriman_)

Keberadaan Masjid Agung Manonjaya memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Tasikmalaya dan sekitarnya. Masjid ini pula menjadi saksi sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Priangan Timur. Berkaitan dengan para bupati ketika mendakwahkan Islam pada rakyatnya.

Berdirinya masjid ini tidak lepas dari kontribusi Syekh Abdul Muhyi yang menjadi guru para bupati dan keluarganya. Sang ulama berperan dalam meletakkan dasar-dasar keislaman di wilayah ini. Ia pula yang meletakkan batu pertama pembangunan masjid saat masih berupa musala.

Perubahan musala menjadi masjid digagas oleh Bupati Sukapura VIII, Raden Anggadipa II yang bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII, dipanggil pula sebagai Dalem Sepuh yang berkuasa pada 1807–1837. Ia dikenal sebagai sosok pemberani karena menentang titah kolonial yang ingin mengeksploitasi Sukapura sebagai penghasil tarum atau nila, menggantikan padi.

Baca Juga: 5 Curug Menakjubkan di Tasikmalaya, Pesonanya di Luar Nalar!

3. Dibangun pada masa Bupati Wiradadaha VIII

Masjid Agung Manonjaya (instagram.com/ririritarachman_512)

Dikutip dari jurnal Sejarah Masjid Agung Manonjaya yang ditulis oleh Zainudin, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI (2014), Masjid Agung Manonjaya dibangun pada 1832, saat pemerintahan Kanjeng Dalem Wiradadaha VII menjabat sebagai Bupati Sukapura. Sedangkan pembangunannya dikomandani oleh Patih Raden Wiratanuwangsa yang bergelar Raden Tumenggung Danuningrat.

Pembangunan masjid itu selesai pada 1834, bersamaan dengan selesainya pembangunan infrastruktur pemerintahan Kabupaten Sukapura di Pasir Panjang.

Setahun berikutnya, ibu kota Kabupaten sukapura resmi pindah dari Pasir Panjang ke Harjawinangun atau Manonjaya sekarang. Seiring berjalannya waktu, populasi penduduk juga bertambah, maka masjid mengalami pelebaran. Ditambah lagi dengan adanya alun-alun di depan masjid.

Bangunan inti Masjid Agung Manonjaya tetap seperti pertama kali dibangun. Pelebaran serambi dilakukan pada 1889 oleh Tumenggung Wiraatmaja. Setelah itu, masyarakat tidak mengubah bangunan masjid lagi.

4. Arsitekturnya bergaya Indis

Masjid Agung Manonjaya (instagram.com/o2_elsyihab)

Selain bersejarah, arsitektur Masjid Agung Manonjaya juga unik. Sebab, arsitekturnya bergaya neoklasik Eropa yang berpadu dengan Jawa dan Sunda alias Indis. Setiap bagiannya juga memiliki keunikan masing-masing.

Pada bangunan utama masjid, terdapat 10 tiang penyangga yang berbeda. Sejumlah 4 tiang yang merupakan soko guru berbentuk segi delapan. Masih ada 4 tiang penyangga atap di antara soko guru dan 2 tiang berdiri di depan mihrab.

Dari luar, tampak atapnya berupa tumpang tiga dengan puncak kerucut. Pada bagian teratasnya berhiaskan memolo atau mustaka berbahan perunggu. Konon, mustaka tersebut merupakan pemberian Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan, ketika masjid masih berbentuk musala.

Terdapat dua menara di ujung kanan dan kiri bangunan teras. Menara tersebut merupakan fasilitas tambahan yang dibangun pada 1889. Fungsinya sama seperti menara masjid pada umumnya, yakni sebagai tempat mengumandangkan adzan.

Bedanya, menara di Masjid Agung Manonjaya kedudukannya lebih rendah dari bangunan utama masjid. Atapnya berbentuk kerucut, landasannya berbentuk segi delapan, dan setiap ujung atapnya terdapat mustaka. Mustaka ini terbuat dari tanah liat sebagai dasar dan bahan besi pada ujungnya.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya