6 Dalih Misinformasi yang Beredar usai Penembakan Donald Trump

Menandai iklim politik Amerika yang kian terpolarisasi

Intinya Sih...

  • Penembakan terhadap mantan Presiden Donald Trump di Butler, Pennsylvania, memunculkan beragam reaksi dan klaim yang mencerminkan polarisasi politik Amerika.
  • Teori konspirasi mulai berkembang di media sosial dengan klaim "false flag" dan "staged shooting," serta menyebabkan spekulasi tanpa bukti nyata.
  • Misinformasi tentang penembakan ini menimbulkan salah identifikasi terhadap pelaku, menyebarkan ujaran kebencian, dan menunjukkan peran media sosial dalam penyebaran informasi tidak benar.

Penembakan terhadap mantan Presiden Donald Trump saat berkampanye di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, Sabtu (13/7/2024), langsung menuai beragam tanggapan publik dan diramaikan oleh berbagai tuduhan maupun klaim yang menerpa. Mulai dari yang luar biasa hingga memunculkan misinformasi khususnya di media sosial. Hal ini mencerminkan suasana politik di Amerika Serikat yang kian terpolarisasi dan semakin sulit dibedakan antara fakta dan fiksi di tengah maraknya informasi yang beredar.

Reaksi yang beragam ini memperlihatkan bagaimana media sosial telah menjadi arena utama bagi banyak orang untuk mencari berita, namun, juga menjadi sumber utama penyebaran informasi yang tidak akurat. Spekulasi tanpa dasar dan teori konspirasi dengan cepat menyebar, memperkeruh suasana, dan memperparah perpecahan politik yang ada.

Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya peran media dalam memastikan kebenaran informasi dan pentingnya masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima berita yang beredar, terutama dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan emosi yang memuncak. Berikut adalah enam poin utama soal misinformasi yang mulai beredar setelah insiden penembakan Donald Trump yang patut kamu amati secara cermat. 

1. Berbagai teori konspirasi mulai bermunculan di media sosial

Dalam beberapa menit setelah penembakan terhadap Donald Trump, berbagai teori konspirasi mulai berseliweran di media sosial. Beberapa orang dengan cepat menyatakan bahwa penembakan ini adalah "false flag" yang direkayasa oleh Trump sendiri. Sementara yang lain menuding bahwa administrasi Joe Biden atau kelompok seperti Antifa berada di balik serangan tersebut.

Salah satu teori konspirasi yang paling banyak dibicarakan adalah bahwa penembakan tersebut sudah diatur atau “staged”. Meski tidak ada bukti yang mendukung klaim ini, istilah “staged” menjadi trending kedua di X dengan lebih dari 228,000 unggahan tak lama setelah insiden terjadi. Teori ini menyebar luas dengan video kejadian yang menjadi viral sehingga membuat banyak orang percaya bahwa insiden tersebut adalah rekayasa untuk keuntungan politik atau media. Paul Bartel, analis senior di PeakMetrics, mencatat bahwa spekulasi terus berkembang meski tidak ada bukti yang mendukung klaim-klaim ini karena masyarakat berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Kami melihat klaim seperti 'Chinaberada di baliknya,' atau 'Antifa yang melakukannya,' atau 'pemerintahan Biden yang bertanggung jawab.' Kami juga melihat klaim bahwa RNC berada di baliknya," kata Paul Bartel. “Semua orang hanya berspekulasi. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang sedang terjadi. Mereka mengakses internet untuk mencoba mencari tahu.” imbuh Paul.

Baca Juga: Viktor Orban Klaim Donald Trump Punya Rencana Akhiri Perang Ukraina

2. Salah kaprah soal identitas dari pelaku penembakan

Teori konspirasi dengan cepat menyebar di dunia maya soal insiden ini. Hal ini mengakibatkan salah identifikasi terhadap pelaku penembakan, menuduh pihak lain tanpa bukti, dan menyebarkan ujaran kebencian, termasuk antisemitisme yang sangat kuat. Jacob Ware, peneliti di Council on Foreign Relations, menyatakan bahwa momen-momen seperti ini menjadi bahan bakar bagi ekstremis online karena mereka cenderung bereaksi dengan keyakinan tinggi terhadap apa pun yang terjadi tanpa dasar bukti nyata. Sebelum pihak berwenang berhasil mengidentifikasi tersangka sebenarnya, foto-foto dua orang yang berbeda telah tersebar luas secara online dan salah diidentifikasi sebagai penembak.

Salah satu efek samping dari teori konspirasi ini adalah salah dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan. Banyak pengguna media sosial secara keliru mengidentifikasi pelaku penembakan sebagai aktivis Antifa. Sebuah foto seorang pria dengan kacamata hitam dan topi hitam menyebar luas dengan klaim bahwa dia adalah pelaku penembakan. Ternyata, pria dalam foto tersebut adalah Marco Violi, seorang YouTuber asal Italia yang membuat vlog tentang sepak bola. Hanya karena kemiripan fisik dengan foto yang beredar di media sosial, Violi terpaksa memberikan klarifikasi untuk memperbaiki citranya. Kesalahan identifikasi semacam ini tidak hanya merugikan individu yang tidak bersalah, tetapi juga menunjukkan bagaimana informasi yang simpang siur ini dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian.

3. Media sosial dinilai jadi biang kerok misinformasi

6 Dalih Misinformasi yang Beredar usai Penembakan Donald TrumpDonald Trump terluka saat berpidato di Butler, Pennsylvania (x.com/@elonmusk)

Munculnya media sosial sebagai sumber utama informasi dan merebaknya misinformasi semakin terlihat jelas dalam insiden ini. Menurut PeakMetrics, sebutan (mentions) tentang Trump di media sosial melonjak hingga 17 kali lipat dari rata-rata harian dalam beberapa jam setelah penembakan. Banyak dari sebutan ini berupa ungkapan simpati atau seruan untuk bersatu. Namun, sebagian besar lainnya adalah klaim-klaim yang tidak berdasar dan fantastis. Analisis oleh firma teknologi Israel, Cyabra, menemukan bahwa 45 persen dari akun yang menggunakan tagar seperti #fakeassassination dan #stagedshooting ternyata tidak autentik sehingga diindikasi adanya peran bot dalam memperkuat klaim palsu.

Situasi ini memperlihatkan bagaimana momen-momen krisis dapat dengan cepat dimanipulasi oleh berbagai kelompok untuk memajukan narasi mereka sendiri tanpa memperhatikan kebenaran atau bukti nyata. Maraknya informasi yang tidak terverifikasi dan teori konspirasi yang tidak berdasar menjadi pengingat bahwa masyarakat perlu lebih waspada dalam memilah dan memverifikasi informasi yang mereka terima. Khususnya dari sumber-sumber yang tidak dapat dipercaya di media sosial.

4. Respons dari otoritas dan pihak terkait

6 Dalih Misinformasi yang Beredar usai Penembakan Donald TrumpAnthony Guglielmi, Juru Bicara United States Secret Service dalam cuitannya di X (x.com/SecretSvcSpox)

United States Secret Service segera menanggapi klaim yang beredar di media sosial bahwa kampanye Trump telah meminta keamanan yang lebih ketat sebelum rapat umum pada Hari Sabtu dan ditolak. Juru bicara lembaga tersebut, Anthony Guglielmi, menyatakan bahwa klaim ini sepenuhnya salah dan menjelaskan bahwa mereka justru menambahkan sumber daya dan teknologi perlindungan sebagai bagian dari peningkatan perjalanan kampanye.

“Ini benar-benar salah,” tulis juru bicara badan tersebut Anthony Guglielmi pada hari Minggu di X. “Faktanya, kami menambahkan sumber daya dan teknologi dan kemampuan perlindungan sebagai bagian dari peningkatan tempo perjalanan kampanye.”

Selain itu, berbagai video dan gambar yang beredar di media sosial segera dianalisis dalam ruang gema partisan, dengan para pendukung dan penentang Trump mencari bukti yang mendukung keyakinan mereka. Beberapa video yang menunjukkan agen Secret Service memindahkan penonton sebelum penembakan digunakan sebagai "bukti" bahwa kejadian tersebut adalah rekayasa internal. Sementara potret Donald Trump yang mengangkat tangannya dengan kepalan tinju sebagai simbol semangat, kekuatan, atau perlawanan. Ini sering dilakukan oleh politisi atau tokoh publik untuk menunjukkan dukungan atau semangat kepada pendukungnya. Dalam kasus ini, gambar Trump yang mengangkat tangan dengan mengepal digunakan oleh beberapa orang untuk mendukung klaim bahwa seluruh insiden penembakan tersebut adalah rekayasa atau diatur oleh Trump sendiri.

5. Media sosial jadi tempat berkembang biak bagi teori konspirasi penembakan Donald Trump

6 Dalih Misinformasi yang Beredar usai Penembakan Donald TrumpDonald Trump pada rapat umum pada bulan Juli 2017 (commons.wikimedia.org/Gerd Altmann)

Media sosial telah menjadi lahan subur bagi teori konspirasi, terutama di platform seperti X. Setelah penembakan terhadap Donald Trump, berbagai teori konspirasi mulai menyebar dengan cepat. Dari klaim bahwa penembakan tersebut adalah rekayasa hingga tuduhan yang salah terhadap kelompok tertentu, informasi yang belum diverifikasi jadi mudah tersebar luas. Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat memperkuat dan mempercepat penyebaran informasi yang tidak benar sekaligus mengaburkan fakta dengan spekulasi dan asumsi liar.

Platform besar lainnya tampaknya lebih berhati-hati dalam menangani penyebaran informasi yang salah. Di X, tidak ada topik yang sedang tren tentang penembakan tersebut yang dipenuhi dengan konspirasi yang kuat atau koheren. Ketika kamu mengekliknya, kamu akan menemukan sebagian besar postingan pendek dari pengguna X yang mengatakan bahwa penembakan tersebut terlihat palsu atau merupakan sebuah aksi (tanpa bukti). Namun, dengan menempatkan subjek tersebut dalam area topik tren X, konspirasi tersebut menyebar ke lebih banyak orang.

Platform media sosial besar lain tampaknya mulai meredam situasi ini dengan lebih baik setelah insiden penembakan tersebut. YouTube menampilkan klip berita dan sebagian besar mengarahkan hasil penelusuran ke laporan berita dan pembuat konten terverifikasi. Hasil pencarian Facebook terutama mengarah ke outlet berita; platform ini menghapus bagian topik tren pada 2018 karena keluhan yang terus-menerus mengenai kurasinya. Topik-topik tersebut kadang-kadang menampilkan postingan terkait konspirasi di atas topik yang sedang tren untuk insiden tersebut. Namun, unggahan tersebut tampaknya tidak muncul secara konsisten.

X tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar. Sebuah email ke tim relasi publik mereka mendapatkan balasan otomatis yang mengatakan, “(Busy now, please check back later) Sibuk sekarang, silakan periksa lagi nanti.” Namun, perusahaan tersebut tampaknya menjalankan perannya sebagai pusat diskusi, entah bersifat akurat atau tidak. Bahkan, ketika subjek konspirasi terus menjadi tren, akun resmi X mengunggah catatan singkat atas insiden terebut yang berbunyi, “(global town square) yang mengarah pada alun-alun kota global.”

6. Efek ujaran kebencian dan retorika kekerasan

6 Dalih Misinformasi yang Beredar usai Penembakan Donald TrumpCuitan akun X yang menyebut "global town square" (x.com/X)

Setelah penembakan, beberapa Republikan menyalahkan Biden. Mereka mengklaim bahwa kritik berkelanjutan terhadap Trump sebagai ancaman terhadap demokrasi telah menciptakan lingkungan yang toksik. Komentar Biden kepada para donor pada 8 Juli 2024 yang menyatakan, "Saatnya menempatkan Trump dalam target," dianggap sebagai retorika kekerasan yang meningkatkan ketegangan. Sebaliknya, Trump sendiri juga pernah dikritik karena kata-katanya yang menghasut kekerasan, seperti kebohongannya tentang Pemilu 2020 dan seruannya kepada pendukungnya untuk "berjuang sekuat tenaga" yang berujung pada serangan terhadap Capitol pada 6 Januari 2021.

Tren meningkatnya teori konspirasi di era digital tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kemampuan untuk berbagi informasi secara instan dan luas membuat teori konspirasi lebih mudah tersebar dan dipercaya. Insiden penembakan Trump hanya satu contoh dari banyak kasus di mana informasi yang tidak diverifikasi dapat dengan cepat menjadi viral dan menciptakan narasi yang sulit dibendung.

Tantangan ke depan adalah bagaimana mengedukasi masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima informasi dan bagaimana platform dapat bertanggung jawab dalam mengelola konten yang mereka sebarkan. Melihat situasi ini, tentunya penting bagi seluruh pihak untuk tetap mewaspadai dan selalu melakukan verifikasi informasi sebelum melayangkan klaim maupun tuduhan tak berdasar utamanya dalam memerangi situasi krisis.

Baca Juga: Biden Serukan Larangan Senjata Serbu Usai Penembakan Trump 

Reyvan Maulid Photo Verified Writer Reyvan Maulid

Penyuka Baso Aci dan Maklor

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya