Google Terbitkan Laporan Ekonomi Digital Indonesia

Sektor travel meroket, transportasi online menurun

Ekonomi digital Indonesia tumbuh stabil dan diperkirakan mencapai GMV (Gross Merchandise Value) USD 82 miliar (Rp 1.283 triliun) pada tahun 2023, tumbuh 8 persen year-on-year, menurut laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek dan Bain & Company.

Indonesia bahkan dikatakan berpotensi menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mencapai GMV sekitar USD 110 miliar (Rp1.721 triliun) pada tahun 2025, masih menurut laporan yang sama.

"Di tengah ketidakpastian makroekonomi, masyarakat Indonesia menunjukkan ketahanan luar biasa dari tahun ke tahun. Penggunaan platform digital pun telah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari," ujar Managing Director Google Indonesia, Randy Jusuf di Jakarta (7/11/2023).

Segmen transportasi online alami penurunan

Google Terbitkan Laporan Ekonomi Digital Indonesiailustrasi ojek online (IDN Times/Herka Yanis)

Dalam laporan ditemukan bahwa bisnis digital tengah fokus melakukan monetisasi untuk mewujudkan profitabilitas. Mereka tidak hanya melakukan akuisisi pengguna baru, tapi juga mengoptimalkan engagement dengan pelanggan lama.

Ekonomi digital Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh sejalan dengan rata-rata regional, bahkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara.

  • E-commerce terus menggerakkan ekonomi digital Indonesia. Penetrasinya diperkirakan akan bertumbuh, sementara pembelanjaan konsumen juga akan meningkat bersama dengan pertumbuhan ekonomi secara umum. GMV sektor ini diproyeksikan tumbuh 15 persen, dari USD 62 miliar (Rp 970 triliun) pada tahun ini menjadi USD 82 miliar (Rp 1.283 triliun) pada tahun 2025.
  • Travel mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 68 persen pada tahun 2023, sehingga mencapai GMV USD 6 miliar (Rp93 triliun). Faktor utamanya adalah karena dicabutnya pembatasan mobilitas terkait pandemi, mendorong peningkatan permintaan domestik dan perjalanan bisnis.
  • Transportasi dan pengiriman makanan diproyeksikan mengalami penurunan GMV menjadi USD 7 miliar (Rp 109 triliun) pada akhir tahun. Namun, sektor ini akan kembali tumbuh dengan CAGR (Compound annual growth rate) 13 persen hingga mencapai GMV USD 9 miliar (Rp 140 triliun) pada tahun 2025.

    Demi menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas, para pemain telah mengurangi promosi dan insentif yang mereka sediakan sehingga konsumen yang sensitif dengan harga akan memilih pindah ke alternatif lain. Untungnya pelanggan yang loyal dapat menggantikan sebagian pendapatan yang hilang sehingga menjadi segmen yang penting untuk dipertahankan.

  • Media online mengalami pertumbuhan sedang dengan GMV USD 7 miliar (Rp 109 triliun) dan CAGR 5 persen. Pada tahun 2030, GMV sektor ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi sekitar USD 15 miliar (Rp 234 triliun).

"Seiring dengan meningkatnya popularitas digital, terutama di luar area metropolitan, penduduk Indonesia yang menjadi pengguna aktif produk dan layanan digital akan bertambah banyak. Keadaan ini akan memicu pertumbuhan lebih lanjut dalam dekade digital ini yang memungkinkan kita untuk mencapai GMV USD 110 miliar (Rp1.721 triliun) yang diperkirakan tercapai pada tahun 2025," lanjut Randy.

Baca Juga: Ekonomi Digital Kian Masif, Jokowi: Kita Tidak Boleh Hanya Jadi Pasar!

Pemain layanan keuangan digital

Google Terbitkan Laporan Ekonomi Digital Indonesiailustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)

Indonesia diperkirakan menjadi pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan proyeksi Gross Transaction Value (GTV) sekitar USD 760 miliar (Rp 11.893 triliun) pada 2030. Pembayaran digital telah mengalami pertumbuhan stabil sebesar 10 persen menjadi USD 313 miliar (Rp 4.898 triliun) per tahun 2023.

Sementara itu pinjaman digital diyakini akan terus tumbuh dengan nilai sebesar USD 15 miliar (Rp 234 triliun) pada 2025, lebih dari dua kali lipat dari proyeksi 2023 yang mencapai USD 6 miliar (Rp 93 triliun). Dengan semakin ketatnya persaingan di antara pemain layanan keuangan digital (Digital Financial Service, DFS), bisnis pure-play fintech telah memperluas layanan pinjaman ke segmen yang selama ini lebih mengandalkan jasa keuangan non-bank.

Sementara itu, bank tradisional juga mulai mengalihkan basis pelanggan utama ke layanan digital. Aadarsh Baijal, Partner and Head of Vector in Southeast Asia, Bain & Company mengatakan, selain pasar pembayaran digital yang terus berkembang, perusahaan percaya bahwa perilaku offline-to-online yang ada akan semakin menggenjot sektor layanan keuangan digital dan mendorong pertumbuhan yang signifikan di sektor pinjaman dan kekayaan.

Pendanaan capai level terendah

Google Terbitkan Laporan Ekonomi Digital IndonesiaIlustrasi startup (Pexels/Startup Stock Photos)

Pendanaan privat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mencapai level terendah dalam enam tahun terakhir, mengikuti tren global yang menunjukkan adanya peningkatan biaya modal dan tantangan di sepanjang siklus pendanaan. Di Indonesia pendanaan privat turun sebesar 87 persen pada paruh pertama 2023 dibandingkan periode yang sama pada 2022.

Tantangan yang dihadapi seperti koreksi valuasi secara umum naik bertubi-tubi selama tahun 2021, ketidakpastian profitabilitas di beberapa perusahaan dan kurang kondusifnya situasi pasar modal dapat menyulitkan investor untuk melakukan exit.

Walaupun investor kian selektif dalam menanamkan modal di segmen ini, cadangan dana (dry powder) di Asia Tenggara masih menggembung menjadi USD 15,7 miliar (Rp 245 triliun) pada akhir 2022, dari USD 12,4 miliar (Rp 194 triliun) pada 2021.

Hal ini mengindikasikan perlu adanya 'bahan bakar' untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut. Untuk Tanah Air sendiri, penurunan paling kecil terjadi pada pendanaan tahap awal. Layanan keuangan digital tetap menjadi sektor investasi utama karena potensi monetisasinya yang tinggi. Sektor-sektor baru juga mengalami kenaikan investasi, menandakan bahwa investor ingin melakukan diversifikasi portofolio.

Temasek tetap optimistis terhadap masa depan ekonomi digital Asia Tenggara dan akan terus mengerahkan modal katalisator untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif sehingga semua generasi dapat mencapai kesejahteraan.

Tantangan kesenjangan digital masih membayangi

Google Terbitkan Laporan Ekonomi Digital IndonesiaIlustrasi Google (IDN Times/Misrohatun)

Indonesia telah mencatatkan kemajuan yang signifikan dalam partisipasi digital selama beberapa tahun terakhir, termasuk adopsi QRIS serta peningkatan penggunaan transfer bank dan kartu kredit. Negara kita juga menjadi pasar smartphone dengan pertumbuhan terpesat di Asia Tenggara di mana 80 persen penduduk sudah memiliki smartphone.

Lebih dari 70 persen dari nilai transaksi ekonomi digital di Asia Tenggara berasal dari 30 persen pembelanja teratas. Jumlah pembelanjaan dari pengguna bernilai tinggi (High-Value User/HVU) tercatat 6,8 kali lebih besar jika dibandingkan non-HVU, khususnya untuk hal-hal seperti perjalanan dan bahan makanan. Indonesia juga memiliki rasio pembelanjaan HVU tertinggi untuk sektor perjalanan di Asia Tenggara, yaitu 10,4 kali lebih tinggi dibandingkan non-HVU.

HVU memang dapat ditemukan di wilayah metro maupun non-metro. Namun, ketimpangan antara permintaan dan penawaran di wilayah non-metro terlihat bertambah besar.  Masyarakat di sana juga terancam risiko kesenjangan ekonomi akibat kurangnya partisipasi digital.

Wilayah tersebut juga menjadi rentan karena adanya tantangan ekonomi dalam menyediakan layanan digital serta rendahnya daya beli masyarakat di sana. Mengatasi kesenjangan ini merupakan tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan ekonomi digital. Dengan mengatasi penghambat partisipasi digital bagi seluruh masyarakat, GMV ekonomi digital Indonesia berpotensi meningkat dua atau tiga kali lipat, menjadi USD 210-360 miliar (Rp 3.288-5.637 triliun) pada 2030.

Baca Juga: Cara Menghapus Foto di Google Maps agar Privasi Aman, Mudah!

Topik:

  • Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya