Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas Naturalisasi

Srikandi Indonesia sangat butuh wadah berkompetisi

Jakarta, IDN Times - Sepak bola wanita Indonesia sudah mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Itu terlihat dari rentetan hasil Timnas Wanita Indonesia yang kini dipimpin pelatih asal Jepang, Satoru Mochizuki.

Di bawah arahan Mochizuki, Garuda Pertiwi sukses menyapu bersih tiga laga dengan kemenangan. Penampilan mereka begitu trengginas, hingga mampu menggilas Singapura dengan skor telak 5-1 dan menggebuk Bahrain secara back to back dengan agregat 6-2.

Namun, PSSI tidak boleh besar kepala dengan pencapaian Timnas Wanita saat ini. Masih banyak yang perlu mereka benahi, untuk meningkatkan eksistensi sepak bola wanita tanah air.

Salah satunya adalah kompetisi, yang masih mati suri sejak 2019 lalu. Miris, mengingat itu musim perdana mereka berkompetisi. Panggung mereka hilang setelah pandemik COVID-19 menghantui dunia, termasuk Indonesia.

Situasi ini tentunya membuat para Srikandi Indonenesia jenuh. Sederet pemain macam Zahra Muzdalifah hingga Shafira Ika sempat melontarkan kritik terkait ketidakjelasan kompetisi.

Tanpa kompetisi, sulit membangun Timnas yang tangguh

Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas NaturalisasiPelatih Timnas Wanita, Satoru Mochizuki usai memimpin latihan di Senayan, Rabu (22/5/2024). (IDN Times/Tino).

Melatih tim nasional yang tidak memiliki kompetisi tentunya menjadi culture shock buat Mochizuki. Sebab, fondasi sepak bola di negaranya sudah tertancap kuat, baik putra dan putri.

Aspek itu yang membantu Mochizuki meraih kesuksesan bersama Timnas Wanita Jepang. Mochizuki pernah mengantarkan Samurai Biru menjuarai trofi Piala Dunia Wanita 2011 dan final Olimpiade London 2012.

Sayangnya, Mochizuki gagal mengawinkan gelar juara dunia dengan medali emas Olimpiade. Kala itu, Timnas Wanita Jepang harus mengakui keunggulan Kanada dengan skor tipis 1-2.

Untuk mengulangi hal serupa bersama Indonesia, tentu sangat berat buat Mochizuki. Jangankan meraih trofi, mencari pemain pun sulit karena tidak adanya kompetisi.

"Pastinya, tidak ada liga adalah masalah yang sangat sulit untuk saat ini. Untuk itu, karena enggak ada liga yang berjalan, sulit buat saya menemukan pemain-pemain potensial," kata Mochizuki saat ditemui selepas memimpin latihan Timnas Wanita U-17 beberapa waktu lalu.

Namun, kondisi tersebut tak membuat Mochizuki kehilangan akal. Juru taktik 60 tahun itu berencana keliling Indonesia untuk menjaring pemain potensial.

"Saya berencana untuk pergi ke beberapa kota di Indonesia ke depannya," kata Mochizuki.

Baca Juga: Kesan Estella dan Noa TC di Timnas Wanita: Indonesia Panas!

Kompetisi yang bisa bikin lebih galak

Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas NaturalisasiPemain Timnas Wanita, Claudia Scheunemann selepas latihan di Senayan, Rabu (22/5/2024). (IDN Times/Tino).

Mochizuki berharap PSSI bisa segera menggulirkan kompetisi. Dengan adanya kompetisi, pekerjaannya melatih Timnas Wanita bisa lebih efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Mengingat, tanpa kompetisi, Timnas Wanita harus melahap menu latihan dasar. Pola latihan tersebut karena para pemain tidak mendapatkannya di level klub.

Padahal, ketika sudah masuk Timnas, para pemain tinggal mematangkan taktikal. Selain itu, para pemain juga bisa memiliki kebugaran bagus, karena mendapatkan intensitas pertandingan bersama klub.

"Sebenarnya penting, ya untuk membuat lingkungan yang lebih bagus. Jadi, para pemain bisa latihan setiap hari, sudah terbentuk," kata Mochizuki.

PSSI umbar janji soal kompetisi, bisa ditepati?

Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas NaturalisasiExco PSSI, Vivin Cahyani. (IDN Times/Tino).

Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Vivin Cahyani, sebelumnya sempat memberikan angin segar terkait kompetisi sepak bola wanita. Ketika ditemui di Supersoccer Arena, Kudus pada 3 September 2023 lalu, Vivin menyebut federasi akan memutar kembali Liga 1 Putri pada 2024.

Namun, ucapan tersebut hanya janji belaka hingga sekarang. Eksekusinya tidak berjalan lancar, yang membuat Fani Supriyanto (kiper Timnas) harus kembali menunggu untuk beraksi di depan suporter klubnya.

Semua itu terbentur dengan persiapan yang belum matang. Ada beberapa detail yang harus diperhatikan agar kompetisi bisa dijalankan secara berkelanjutan, tidak mogok di tengah jalan.

Rencananya, andai tak berubah lagi, PSSI akan menggelar Liga 1 Putri pada 2026 mendatang. Terlebih, keputusan itu sudah disetujui dalam Rapat Exco, beberapa pekan lalu.

"Kalo liga putri kan sudah dibahas di Rapat Exco. Sudah sama-sama putuskan tahun 2026," kata Vivin saat menghadiri drawing ASEAN Boys Championship U-16 dan U-19 di Jakarta, 30 Mei 2024 lalu.

Masalahnya masih sama, kekurangan pemain

Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas Naturalisasipotret Zahra Muzadalifah (instagram.com/zahmuz12)

Batalnya digelarnya Liga 1 Putri pada tahun ini karena kekurangan pemain. Jumlah pemain yang ada untuk menggeluti kompetisi profesional diklaim kurang cukup.

"Talentanya masih kurang, belum banyak. Jadi, ya kami mau menunggu juga dari kompetisi-kompetisi grassroot yang saat ini sudah mulai naik. Sembari menunggu, kami persiapkan liganya bisa jalan terus. Jangan nantinya jalan, tapi malah berhenti lagi. Intinya harus bisa berkelanjutan dan itu kami percaya diri kalau digelar pada 2026," ujar Vivin.

Siasat dari PSSI, adalah bekerja dengan pihak lain untuk membenahi akar rumputnya. Seperti menggelar kompetisi usia dini. Selain bekerja sama dengan pihak swasta, PSSI juga mendanai Asprov guna memberikan wadah bertanding yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk menjaring pemain potensial.

"Upayanya satu, kami kerja sama dengan kompetisi seperti MilkLife Soccer Challenge (milik Djarum Foundation), ASBWI, Asprov juga kami endorse untuk bikin kompetisi putri. Ya, memang selama ini agak terabaikan, tapi sudah diberikan dorongan yang kuat," kata Vivin.

Minim klub yang berpartisipasi, masalah lagi

Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas NaturalisasiPotret Shalika Aurelia. (Instagram/@shalika.aurelia).

Yang disayangkan, pada 2026 nanti, daya saing Liga 1 Putri kurang gereget, karena pesertanya begitu sedikit. Sebab, dalam rancangan PSSI, baru enam klub yang diproyeksikan bisa tampil di kompetisi tersebut.

Namun, Vivin berharap akan ada banyak klub wanita yang lahir sebelum kompetisi digulirkan. Misalnya klub Liga 1, yang bisa membentuk tim wanita. Untuk soal itu, federasi tak bisa memaksa mengingat biayanya besar.

"Sementara, targetnya enam klub. Ini baru pembicaraan. Tapi, kalau memang dalam perjalanannya banyak klub yang bermunculan, apalagi klub Liga 1 dengan sukarela membentuk tim wanita, kami pasti buka slot lebih banyak," kata Vivin.

"Kami memberikan dorongan, tetapi tidak bisa mengharuskan. Itu ada konsekuensi pembiayaan, yang gak bisa kami paksakan ke mereka. Tapi, kami berupaya agar klub Liga 1 bisa memiliki tim putri," lanjutnya.

Pemain diaspora jadi solusi

Mati Surinya Kompetisi Wanita dan Jalan Pintas NaturalisasiEstella Loupatty, pemain Timnas Wanita Indonesia. (Dok. PSSI)

Karena kompetisi masih lama dan Timnas Wanita membutuhkan amunisi tambahan, Mochizuki pun akhirnya mengikuti jejak Shin Tae Yong. Arsitek asal Jepang itu memanfaatkan tenaga pemain keturunan, untuk dinaturalisasi.

Sebelumnya, sesuai rekomendiasi Mochizuki, PSSI memanggil tiga pemain keturunan. Mereka adalah Noa Leatomo, Estella Loupatty, dan Djenna de Jong, untuk mengikuti pemusatan latihan (TC) Timnas Wanita.

Latomo dan Loupatty sudah bergabung sejak 25 Juni 2024 lalu. Namun, De Jong belum bisa bertolak ke Jakarta karena sedang sakit. Mereka diundang mengikuti TC untuk menjalani trial.

"Seperti Timnas pria, kami juga berencana untuk naturalisasi. Jadi, kami akan lihat dulu bagaimana permainannya," kata Mochizuki selepas memimpin latihan Timnas Wanita, Rabu (26/6/2024).

Menerima undangan trial, Loupatty begitu antusias. Gadis 20 tahun itu bertekad mencuri hati Mochizuki, demi mengenakan lambang Garuda di dada.

"Saya akan pilih Indonesia, jika nantinya dipanggil Belanda. Timnas Indonesia sangat bagus, budayanya juga baik. Saya suka dengan semua hal di sini," ujar Loupatty.

Saat ini, Timnas Wanita sudah semakin mempesona. Lalu, mampukah hal tersebut memicu kompetisi agar bisa disegerakan?

Baca Juga: Ada 2 Pemain Keturunan di TC Timnas Wanita, Bagus?

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya