Zinedine Zidane dan Kesadaran Bahasa Jadi Senjata 

Penguasaan bahasa jadi hal utama

Juru taktik, pelatih, atau manajer—apa pun itu sebutannya—pada dasarnya harus menguasai manajemen tim secara menyeluruh. Tak pelak, tiap pelatih atau manajer diharuskan memiliki kemampuan di luar kecerdasan taktik atau strateginya.

Berkomunikasi menjadi salah satu hal yang paling dasar bagi tiap pelatih atau manajer untuk menangani tim. Tentunya, ini menjadi elemen penting agar mereka bisa mendekatkan diri kepada para pemainnya.

Sejumlah pelatih sempat menyatakan sepak bola adalah bahasa universal. Namun, sebenarnya tidak demikian. Bahasa lokal begitu penting dalam membantu kesuksesan seorang pelatih atau manajer.

Dalam teori komunikasi yang diungkapkan Claude Levi-Strauss, antropolog asal Prancis, bahasa justru alat komunikasi utama dan media utama dalam memahami segala situasi di sekitar, bahkan dunia. Lewat bahasa, kita bisa memahami segalanya.

Teori ini tampaknya benar-benar dipegang teguh Zinedine Zidane. Bahasa ternyata menjadi alasannya tidak terburu-buru dalam mengambil pekerjaan setelah hiatus lama dari dunia kepelatihan. Bagaimana bisa?

1. Zinedine Zidane sadar diri

Zinedine Zidane dan Kesadaran Bahasa Jadi Senjata Zinedine Zidane (laliga.com)

Zinedine Zidane sempat diam lama, merasa belum waktunya untuk kembali ke dunia kepelatihan. Padahal, dia mendapatkan banyak tawaran melatih, termasuk dari Manchester United. Zidane malah menolaknya dan mengaku kebijakan itu diambilnya karena alasan yang krusial: komunikasi.

Masalah bahasa, disebutkan Zidane, menjadi kendala buatnya untuk menangani MU. Meski sebenarnya mampu berbicara dalam bahasa Inggris, tetapi levelnya terbatas. "Kondisi tertentu membuat segalanya lebih sulit. Ketika ada yang bertanya, 'Mau tidak ke MU?' Aku mengerti (bahasa) Inggris, tetapi tak ahli," ujar Zidane dikutip L'Equipe.

Dalam momen tertentu, Zidane mengakui ada rekan-rekannya yang menerima tawaran melatih tanpa menguasai bahasa lokal. Namun, Zidane punya gaya yang berbeda. Pria keturunan Aljazair itu merasa pekerjaannya akan lebih mudah dijalankan jika menguasai bahasa lokal 100 persen.

"Aku tahu banyak pelatih yang cabut ke klub lain tanpa bicara bahasa lokalnya. Aku bekerja dengan cara berbeda. Untuk menang atau juara, banyak elemen penentu. Dalam konteks global, aku tahu apa yang perlu dilakukan untuk menang," kata Zidane.

Baca Juga: Kursi Panas Erik ten Hag di Manchester United

2. Banyak bukti yang kesusahan akibat bahasa

Zinedine Zidane dan Kesadaran Bahasa Jadi Senjata Manajer Aston Villa, Unai Emery (Instagram @AVFCOfficial)

Keputusan Zinedine Zidane rasanya cukup masuk akal, mengingat ada beberapa pelatih yang nekat untuk menangani sebuah tim tanpa menguasai bahasa lokal terlebih dulu. Bisa sukses, tetapi juga tidak. Unai Emery menjadi salah satu contoh paling nyata. Dia membuktikan penguasaan bahasa lokal begitu penting. Saat pertama kali datang ke Arsenal pada 2018, Emery memiliki kemampuan bahasa Inggris yang terbatas.

Beberapa kali, dia bahkan sempat salah mengucapkan frasa dalam bahasa Inggris. Tak pelak, media-media di Inggris hingga warganet sering mencemoohnya. "Good ebening" menjadi frasa paling ikonik yang sempat diucapkan Emery. Akhirnya, dia gagal mengangkat performa Arsenal.

Pada Mei 2020 lalu, Unai Emery mengakui, bahasa Inggris yang membuatnya kacau di Arsenal. Tanpa menguasai bahasa Inggris sepenuhnya, Emery buka-bukaan gagal mengontrol ruang ganti Arsenal. Dia kesusahan mendekatkan diri kepada pemainnya.

"Aku sebenarnya punya level yang layak, tetapi perlu meningkatkannya. Ketika hasilnya buruk, tidak sama. Anda minim penguasaan linguistik untuk menjelaskan. Lalu, lebih fokus 'good ebening', oke itu 'good evening'. Namun, ketika aku bilang 'good evening' dan menang, itu sangat lucu. Ketika kalah, memalukan," ujar Unai Emery dikutip The Guardian.

Bersama Arsenal, Emery merasa ditinggalkan. Ketika fase kritis mendatanginya, tak satu pun orang yang mendekat untuk bisa menenangkannya. Ada tembok penghalang berupa komunikasi yang membuatnya sulit mendekatkan diri. Terlebih, fans Arsenal ketika itu sangat kritis dan keras terhadapnya.

"Mereka sempat bilang, 'kami bersamamu'. Namun, ketika berhadapan dengan fans dan ruang ganti, mereka tak bisa melindungiku. Sebenarnya, aku merasa sendiri. Hasil akhir yang membuatku harus angkat kaki," kata Emery.

Setelah merefleksikan diri, Unai Emery pada akhirnya bisa kembali menukangi klub Inggris. Dia belajar bahasa Inggris dengan lebih dalam dan mengembangkannya. Ujungnya, Emery mampu meledak bersama Aston Villa. Ini bisa dimaklumi. Emery memiliki sejumlah pemain yang bisa berbahasa Spanyol pula. Mereka menjadi agennya dalam mendekatkan diri kepada tim. Contohnya Emiliano Martinez.

Sebenarnya, Emery bukan orang pertama yang kewalahan menangani tim Inggris tanpa menguasai bahasanya. Sudah pernah ada Fabio Capello (Timnas Inggris), Claudio Ranieri, Juande Ramos, dan Ossie Ardiles. Sempat ada insiden ketika Capello menyebut Ray Wilkins menjadi Rye Wilkins. Kemudian, Ardiles menyebut Tottenham Hotspur sebagai Tottingham. Ini tentu menjadi sebuah dinamika dan preseden tersendiri buat seorang pelatih atau manajer.

3. Ada juga mereka yang sukses karena jadi poliglot

Zinedine Zidane dan Kesadaran Bahasa Jadi Senjata Manajer Manchester City, Pep Guardiola (mancity.com)

Pada masa sekarang, penguasaan bahasa tentu menjadi hal yang penting. Bukan perkara komunikasi, tetapi menciptakan nuansa dan atmosfer khas di dalam klub. Itu berlaku buat Pep Guardiola, Juergen Klopp, dan Jose Mourinho.

Guardiola bisa sukses di mana saja. Ia mampu menguasai bahasa lokal. Tercatat, selain Spanyol dan Catalan, Guardiola bisa berbahasa Jerman, Inggris, dan Italia. Semuanya berada di dalam level yang fasih.

Klopp juga bisa berbahasa Inggris dan Prancis selain Jerman. Makanya, mereka mampu membuat nuansa timnya berbeda. Khusus buat Klopp, sesi konferensi pers selalu jadi seru dengan mimik-mimik serta slang yang diterapkannya.

Sementara, Mourinho punya kemampuan berbahasa yang lebih hebat. Selain Portugis, Mourinho bisa berbahasa Inggris, Spanyol, Italia, Prancis, bahkan Catalan. Belakangan, dia juga belajar bahasa Jerman. Semuanya juga dalam level yang fasih dan sah menjadi poliglot.

Baca Juga: Perjudian Liverpool dengan Federico Chiesa

Men Sana En Corpore Sano Photo Verified Writer Men Sana En Corpore Sano

Cuma penulis biasa

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya