Alasan Timnas Eropa Timur Sulit Raih Prestasi di Euro

Peserta dari Eropa Timur bertambah #EURO2024

Pernah jadi kekuatan sepak bola terbesar di Eropa saat masih bernama Uni Soviet dan Yugoslavia, dua entitas politik blok komunis yang kini pecah jadi beberapa negara itu sudah lama tak mengicip final Euro. Titik balik terjadi pada 1980-an saat ekonomi negara-negara penganut komunisme di dunia, termasuk keduanya, kolaps. 

Sejak itu, tim-tim Eropa Barat langsung mendominasi turnamen sepak bola 4 tahunan tersebut. Setelah 3 dekade sejak keruntuhan Soviet dan Yugoslavia dan sistem komunisme tak dianggap relevan lagi, mengapa timnas negara-negara Eropa Timur tampak belum bisa meraih prestasi berarti di Euro? Berikut beberapa alasannya.

1. Masih sulit melakukan privatisasi ala negara-negara Eropa Barat

Alasan Timnas Eropa Timur Sulit Raih Prestasi di EuroTimnas Hungaria saat laga lawan Swiss pada 1974. (instagram.com/mlsztv)

Salah satu alasan yang paling sering disenggol adalah ketidakmampuan negara-negara bekas blok komunis beradaptasi dengan sistem kapitalisme. Saat masih menganut komunisme, tim-tim sepak bola di negara-negara itu, baik timnas maupun klub dapat suntikan dana besar dari pemerintah. Tidak ada upaya privatisasi dan kerja sama dengan sektor swasta yang bisa menolong saat akhirnya ekonomi mereka kolaps pada 1980-an. Tak heran bila akhirnya pengembangan infrastruktur dan pemain pun terlambat dibanding tim-tim asal Eropa Barat. 

Meski tertatih-tatih, negara-negara blok Timur ini tampak enggan melakukan revolusi total. Industri olahraga Georgia, Hungaria, Ukraina, Serbia, Rusia, dan Rumania masih dikuasai gerombolan oligarki. Lewat PM Viktor Orban, Hungaria kembali mengadopsi pengembangan sepak bola ala negara blok komunis yang berpusat dari inisiasi dan dana pemerintah pusat. 

Baca Juga: 4 Pemain LaLiga yang Dibawa Ukraina ke Euro 2024

2. Ketidakstabilan politik, kombinasi antara konflik dan sanksi

Alasan Timnas Eropa Timur Sulit Raih Prestasi di Europemain Timnas Serbia (instagram.com/fudbalskisavezsrbije)

Penghambat prestasi tim Eropa Timur lainnya di kejuaraan Eropa adalah ketidakstabilan politik. Selain kolapsnya sistem ekonomi negara-negara itu, dua entitas politik terbesar di Eropa Timur sempat tercabik konflik dan perpecahan. Mulai dari pecahnya Uni Soviet, disusul perang sipil Yugoslavia yang mendorong terbentuknya negara-negara baru di region Balkan. Belum selesai, hingga akhir 1990-an masih ada perang kemerdekaan Kosovo yang akhirnya membuat Serbia jatuh dalam lubang sanksi dan embargo. 

Pada 2010-an, saat dunia sudah relatif damai, konflik kembali berkecamuk di ujung Timur Ukraina antara kelompok separatis yang didukung Rusia dengan tentara nasional Ukraina. Bukannya mereda, pada 2020-an, konflik tereskalasi jadi perang skala penuh antara Rusia dan Ukraina. Kondisi ini memaksa banyak klub sepak bola Ukraina menghentikan kegiatan operasionalnya secara permanen. Sementara, timnas dan klub Rusia kini terkucil setelah sanksi ekonomi dan keikutsertaannya dalam turnamen internasional diblokir. Ketidakstabilan politik jelas mengganggu pengembangan sepak bola dalam negeri mereka. 

3. Eksodus pemain ke negara-negara Eropa Barat

Alasan Timnas Eropa Timur Sulit Raih Prestasi di EuroWaldemar Anton, pemain keturunan Rusia yang membela Timnas Jerman di Euro 2024. (instagram.com/wowaanton31)

Dua alasan sebelumnya jelas bikin atmosfer sepak bola di negara-negara Eropa Timur dan bekas blok komunis tak ideal untuk para pemain. Tak pelak banyak pemain berbakat yang memilih melakukan eksodus ke luar negeri. Entah lewat jalur pribadi maupun profesional, mengingat klub-klub Eropa Timur juga sering tergoda menjual pemain berbakat mereka ke klub yang relatif lebih kaya di Eropa Barat untuk menyeimbangkan neraca keuangan mereka. Kroasia dan Serbia masuk daftar sepuluh negara eksporter pemain bola terbesar di dunia pada 2017—2022 berdasar amatan CIES Football Observatory. Mereka disusul Ukraina dan Bosnia Herzegovina di urutan 20 dan 21.

Meski punya banyak diaspora di luar negeri, negara Eropa Timur tampak enggan atau terlambat memanggil pemain-pemain itu untuk memperkuat timnas. Rusia dan Serbia kehilangan momen untuk memanfaatkan jasa Waldemar Anton dan Aleksandar Pavlovic yang kini jadi bagian dari skuad Jerman untuk Euro 2024. Sayangnya, Pavlovic tak jadi berpartisipasi di Euro karena radang amandel.

Borna Sosa (Kroasia) sempat hendak ditarik jadi bagian dari timnas Jerman pada Euro 2020, tetapi terjegal regulasi FIFA. Josip Stanišić (Kroasia) juga sempat membela Jerman U-18 sebelum ditarik tim senior Kroasia pada 2021. Lazar Samardžić pernah membela timnas kelompok usia Jerman dan baru terdeteksi Serbia pada 2023. Granit Xhaka dan Sherdan Shaqiri (keduanya dari Kosovo) memilih membela Timnas Swiss. Sejauh ini, baru Hungaria yang gencar memburu pemain diaspora dan keturunan mereka di luar negeri untuk membela timnas. Willi Orban adalah salah satu hasilnya. 

Menariknya, keikutsertaan tim-tim asal Eropa Timur dan bekas blok komunis bertambah drastis pada Euro 2024 ini. Dari yang biasanya hanya 4—8 tim dalam 1 turnamen, jumlah mereka kini mencapai 11 berkat kehadiran Georgia dan Albania. Apakah bakal ada juara Euro dari Eropa Timur dalam waktu dekat? 

Baca Juga: 4 Negara Langganan Euro yang Belum Pernah Juara, Ada Inggris

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya