Alasan Minimnya Atlet Sepak Bola Pribumi di Timnas AS dan Australia

Hanya jadi token tanpa keterlibatan langsung?

Negara-negara di Amerika dan Australia punya populasi penduduk pribumi yang rasionya mencapai 2 hingga 3 persen dari total populasi seluruh warganya. Angka itu merujuk kepada sensus di Amerika Serikat dan Australia. Namun, pernahkah kamu bertanya mengapa hampir tak ada satu pun atlet sepak bola di timnas mereka yang berlatarbelakang pribumi?

Bila pun ada, jumlah mereka sangat minim. Apa yang mendasari fenomena ini? Mari bahas bersama dari studi kasus dua negara, Amerika Serikat dan Australia.

1. Akses yang tidak setara untuk penduduk pribumi yang ingin berkarier sebagai atlet

Alasan Minimnya Atlet Sepak Bola Pribumi di Timnas AS dan AustraliaJade North, satu dari sedikit pemain keturunan pribumi di Timnas Australia. (twitter.com/Socceroos)

Pada 2023, ESPN pernah merilis liputan mereka soal minimnya jumlah atlet sepak bola berlatar belakang pribumi di Australia. Kesimpulannya adalah pembiaran dan kurangnya aksi dari badan sepak bola setempat untuk mewadahi anak-anak yang beraspirasi jadi atlet profesional. Pendirian sekolah sepak bola dan penyertaan ekstrakurikuler sepak bola baru dilakukan beberapa tahun belakangan.

Sepanjang sejarah, tak banyak pesepak bola pribumi yang berhasil menembus timnas Australia, yakni hanya 7 atlet pria dan 6 atlet perempuan. John Moriarty bahkan tak tercatat di dalamnya karena belum dianggap sebagai warga negara Australia pada 1960. Keberadaan mereka juga tidak selalu ada dari era ke era. Dalam skuad Piala Dunia 2022 dan Piala Asia 2023, tak ada atlet pribumi dalam timnas sepak bola pria Australia. Tim perempuan sedikit lebih baik dengan menyertakan dua pemain pribumi di Piala Dunia 2023.

Di Amerika Serikat, kasusnya beda lagi. Atlet pribumi cukup jarang ditemukan, terutama di sektor sepak bola dan sepak bola amerika (american football) karena sistem scouting mereka yang bertumpu kepada institusi pendidikan formal. Hampir semua atlet profesional di dua cabor itu memulai karier mereka dengan bergabung dengan tim universitas. Merujuk data resmi pemerintah AS, jumlah lulusan SMA penduduk pribumi paling rendah dibanding kelompok etnik lainnya. Persentase penduduk pribumi yang masuk perguruan tinggi juga terendah di seluruh AS. Ini sedikit banyak menjelaskan mengapa susah menemukan atlet sepak bola pribumi di Major League Soccer (MLS) dan timnas.

Baca Juga: Menakar Peluang Tim Sepak Bola Asia Tenggara Tembus Piala Dunia 

2. Penduduk pribumi terjerumus dalam adiksi dan masalah kesehatan mental

Alasan Minimnya Atlet Sepak Bola Pribumi di Timnas AS dan AustraliaMadison Hammond, pesepak bola pribumi pertama di National Women's Soccer League. (instagram.com/gohaamm)

Itu masih ditambah hambatan lain seperti adiksi dan isu kesehatan mental. Dilansir American Addiction Centers, penduduk Amerika Serikat yang terjebak dalam lingkaran adiksi alkohol dan obat-obatan terlarang pada 2022 didominasi warga pribumi. Persentasenya mencapai 24 persen, mengalahkan kelompok etnik lain. Data serupa ditemukan pula di Australia pada 2022—2023. Sebanyak 28 persen warga pribumi di Australia mengaku mengonsumsi obat-obatan terlarang dan 33 persen dari responden mengonsumsi alkohol dengan dosis yang berisiko terhadap kesehatan. 

Fakta ini banyak dikaitkan dengan masa lalu pahit mereka sebagai korban penjajahan dan asimilasi paksa. Liputan Matthew Blackwell untuk unHerd menyebut bahwa penduduk pribumi mengalami berbagai trauma yang diturunkan dari generasi ke generasi. Spesifik untuk kasus Australia, ada istilah "Stolen Generations". Ia merujuk kepada era kegelapan untuk penduduk pribumi karena kebijakan asimilasi paksa oleh pemerintah Australia yang dikuasai pejabat kulit putih. Era itu berlangsung lintas abad dari 1800-an sampai 1970. 

Kebijakan yang sama juga dilakukan pemerintah Amerika Serikat pada 1890-an hingga 1900-an. Metodenya dengan membawa paksa anak-anak pribumi untuk tinggal dan "dididik" di sebuah asrama agar bisa beradaptasi dengan gaya hidup modern. Tak sedikit abuse yang harus mereka terima, seperti kekerasan fisik, verbal, dan seksual. Ditambah dengan paksaan untuk keluar dari tradisi mereka sebagai seorang nomaden dan hidup bergantung penuh kepada alam, ini yang membuat banyak penduduk pribumi mengalami berbagai isu kesehatan mental.

Narkoba dan alkohol pun sering dilihat sebagai pelarian yang kemudian diturunkan pada generasi mereka berikutnya. Sebagai konteks, seorang pecandu alkohol dan narkoba biasanya rentan menelantarkan anak mereka dan akhirnya mendorong keturunan mereka terjerumus dalam lingkaran setan yang sama. Pada era modern, abuse secara langsung memang berkurang. Namun, mereka masih jadi objek diskriminasi dan pembiaran pemerintah setempat. Di Amerika Serikat, Australia, dan Kanada banyak kasus pembunuhan penduduk pribumi yang tak diusut tuntas.

3. Mirisnya, nama dan kultur mereka dipakai tanpa persetujuan sebagai identitas tim-tim olahraga

Alasan Minimnya Atlet Sepak Bola Pribumi di Timnas AS dan Australiajersey K.A.A Gent (instagram.com/kaagent)

Ironisnya, nama dan kultur mereka sering dicatut sebagai simbol dan identitas klub olahraga. Di berbagai negara kamu bisa menemukan banyak klub menggunakan kepala suku pribumi sebagai logo atau memakai istilah rasis. Brooklin Redmen (Kanada), Washington Redskins (Amerika Serikat), Chicago Blackhawks (Amerika Serikat), KAA Gent (Belgia), Edmonton Eskimos (Kanada) dan Kaizer Chiefs (Afrika Selatan) adalah beberapa contohnya. Padahal semuanya tak punya afiliasi langsung dengan suku pribumi. 

Beberapa klub di atas sudah mengganti logo dan nama resmi mereka untuk menghindari kontroversi. Walau begitu, kecenderungan itu sudah cukup mengindikasikan apropriasi budaya yang jelas miris di tengah minimnya partisipasi penduduk pribumi dalam tim olahraga. Kultur mereka diromantisasi, tetapi tak ada komitmen berarti untuk menyertakan mereka sebagai bagian integral dalam industri olahraga. 

Dampak struktural dari kolonialisme ternyata bisa teramati jelas dalam olahraga, termasuk cabor sepak bola. Sebuah fenomena yang ironis dan jelas perlu waktu lama untuk memperbaikinya.

Baca Juga: 4 Tuan Rumah Olimpiade yang Meraih Emas Cabor Sepak Bola

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya