3 Alasan Israel Bisa Kebal Sanksi FIFA 

FIFA bukan institusi yang bisa diharapkan soal moralitas

FIFA resmi menunda keputusan mereka soal sanksi terhadap Israel yang diajukan Palestina terkait dengan okupasi dan genosida di Gaza dan Tepi Barat. Ini jelas disayangkan, tetapi tidak mengejutkan. Meski sudah melakukan okupasi selama lebih dari 70 tahun di tengah dunia yang tak lagi bersahabat dengan penjajahan, mereka tak pernah sekali pun mendapat sanksi yang sepadan. 

Tim olahraga mereka bebas melanggeng di berbagai kompetisi dan turnamen internasional. Bahkan, di tengah tekanan banyak pihak, tak ada larangan bagi Israel untuk berpartisipasi di Olimpiade 2024 Paris. Orang mulai membandingkan kasus mereka dengan Rusia yang tidak seperti Israel harus terkucil dari berbagai gelaran olahraga internasional sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Lantas, apa yang membuat Israel kebal sanksi? Setidaknya ini tiga alasan yang mungkin bisa menjawabnya.

1. Israel sudah beberapa kali dapat privilese dari badan sepak bola internasional

3 Alasan Israel Bisa Kebal Sanksi FIFA Timnas Israel saat lakoni laga persahabatan dengan Hungaria pada Juni 2024. (instagram.com/mlsztv)

Israel adalah entitas politik yang sejak lama dapat banyak privilese. Mulai dari tiba-tiba dapat hak dan dukungan internasional untuk mendirikan negara di wilayah yang dahulunya dikenal sebagai British Mandate of Palestine sampai keikutsertaan tim sepak bola mereka dalam federasi sepak bola Eropa, UEFA. Padahal, secara geografis, mereka murni merupakan bagian dari Asia. Tidak seperti Kazakhstan dan Turki yang dikategorikan negara transkontinental (terletak di antara dua benua sekaligus). 

Israel memang pernah jadi bagian dari asosiasi sepak bola Asia, AFC, pada 1950-an. Namun, kehadiran mereka sebenarnya mengundang penolakan dari negara-negara anggota lain. Terhitung negara-negara anggota AFC melakukan boikot dengan menolak melakoni pertandingan melawan Israel di Kualifikasi Piala Dunia 1958, Piala Asia 1964, dan Asian Games 1974. Pada 1974, akibat kemelut itu AFC pun menggelar pemungutan suara soal keanggotaan Israel. Hasilnya, sebagian besar memilih untuk mendepak negara itu dari federasi. 

Sempat berpindah ke zona Oseania, Israel berhasil melakukan diplomasi jitu yang memungkinkan mereka jadi bagian dari UEFA. Sebagai salah satu asosiasi sepak bola regional terbaik di dunia saat ini, Israel benar-benar diuntungkan dengan statusnya itu. Mereka berhak berpartisipasi dalam berbagai kompetisi bergengsi seperti Euro dan UEFA Nations League tanpa harus menghadapi boikot. 

Normalisasi statusnya sebagai negara berdaulat pun didukung FIFA. Dilansir Human Rights Watch, pada 2016, Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA) pernah melontarkan keberatan kepada FIFA karena membiarkan Asosiasi Sepak Bola Israel (IFA) melakukan kegiatan operasional di wilayah permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat. Sebagai konteks, permukiman Yahudi di Tepi Barat dinyatakan ilegal dan melanggar hukum internasional oleh PBB. Namun, tak ada yang berusaha mencegah Israel melakukan perluasan pemukiman, bahkan dengan cara-cara yang tak etis sekalipun.

Baca Juga: FIFA Mulai Investigasi Dugaan Rasisme Enzo Fernandez

2. Kekuatan ekonomi yang susah dibantah

3 Alasan Israel Bisa Kebal Sanksi FIFA pemain Timnas Israel (instagram.com/isr.fa)

Selain beberapa riwayat hak istimewa yang dikantongi Israel, tak dapat dimungkiri kalau entitas politik itu punya banyak sponsor kuat di belakangnya. Termasuk di antaranya perusahaan-perusahaan multinasional besar. Ini yang kemudian menjelaskan adanya gerakan akar rumput Boycott, Divesment, and Sanctions (BDS). Target boikot gerakan ini adalah perusahaan-perusahaan besar yang punya kaitan erat dengan Israel dan ideologi zionis mereka. 

Masalahnya, tidak sedikit perusahaan-perusahaan target BDS tersebut yang merupakan sponsor setia FIFA. Misalnya saja McDonalds, PepsiCo, The Coca Cola Company, dan Unilever. Ini yang setidaknya menjelaskan mengapa FIFA cukup ragu untuk menjatuhkan sanksi pada tim sepak bola Israel. Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan negara yang punya kasus serupa dengan Israel, seperti Rusia. Sejauh ini hanya Gazprom, perusahaan energi milik pemerintah Rusia yang pernah jadi sponsor resmi FIFA sepanjang 2015—2018.

3. FIFA punya riwayat standar ganda

3 Alasan Israel Bisa Kebal Sanksi FIFA pemain Timnas Israel (instagram.com/isr.fa)

Berharap FIFA bakal adil soal sanksi rasanya terlalu naif. FIFA punya riwayat standar ganda sejauh ini. Pada 1930, mereka membiarkan Amerika Serikat menyelenggarakan Piala Dunia walaupun negara itu masih memberlakukan kebijakan segregasi rasial. Mereka juga pernah mengizinkan Jerman yang saat itu berada di bawah rezim Nazi berpartisipasi di Piala Dunia 1938 (setahun sebelum Nazi melakukan invasi ke negara-negara tetangga). Argentina juga terbebas dari sanksi maupun boikot pada Piala Dunia 1978 saat negara mereka berada di bawah pemerintah junta militer. 

Padahal, beberapa kali FIFA menerapkan sanksi kepada negara-negara yang terjebak dalam kemelut dalam negeri, seperti Yugoslavia pada 1992 dan 1994 (perang sipil) dan Afrika Selatan pada 1961 (kebijakan apartheid). Ada juga Indonesia, Kenya, dan Zimbabwe yang pemerintahnya melakukan intervensi terlalu dalam kepada asosiasi sepak bola mereka. Namun, sepertinya FIFA memang cenderung mengabaikan kontroversi atau kemelut dalam negeri.

Rusia saja baru disanksi saat mereka melakukan invasi skala penuh ke wilayah Ukraina pada 2022. Padahal, 8 tahun sebelumnya, Rusia melakukan aneksasi ilegal atas Krimea yang saat itu secara de jure adalah bagian dari teritori Ukraina. Dalam kasus Israel, FIFA bisa saja memperlakukannya seperti aneksasi atau okupasi ilegal ketimbang invasi. Inilah yang membuat Israel sepertinya punya kans untuk bebas dari sanksi dan konsekuensi perbuatan mereka.

Baca Juga: FIFA Belum Ambil Keputusan, Israel Mentas di Olimpiade 2024

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya