TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Alasan Klub Sepak Bola Jepang Ramai-ramai Berganti Nama

Bagian dari revolusi sepak bola

pemain Yokohama F. Marinos (instagram.com/yokohamaf.marinos)

Sebelum jadi Urawa Red Diamonds, klub berseragam merah itu sempat bernama Mitsubishi Motors FC. Kashima Antlers dahulunya berjuluk Sumitomo Metal Industries Factory FC. Sementara, Yokohama F Marinos dikenal sebagai Nissan Motor FC. Lantas, mengapa mereka melunturkan afiliasi korporasi yang melekat pada nama mereka? 

Ternyata ada alasan unik di balik itu semua. Kaitannya erat dengan sejarah, kultur, dan pada akhirnya visi untuk mereformasi sepak bola Jepang. Mari simak ulasannya berikut ini.

1. Tim-tim olahraga awalnya dibentuk perusahaan untuk mewadahi karyawannya

pemain Kashima Antlers (instagram.com/kashima.antlers)

Afiliasi institusi adalah hal penting di Jepang. Setelah lulus sekolah atau universitas, biasanya orang Jepang akan langsung masuk ke dunia kerja dan tergabung dalam sebuah perusahaan atau korporasi yang menawarkan jaminan dan kestabilan finansial. Pada fase ini, pekerja Jepang tak ragu untuk bertahan di perusahaan itu hingga waktunya pensiun. Istilahnya lifetime employment system. 

Merujuk riset Katrin Leitner berjudul "The Japanese Corporate Sports System: a Unique Style of Sports Promotion" dalam Vienna Journal of East Asian Studies, sejak Restorasi Meiji (akhir abad ke-20) olahraga mulai diperkenalkan sebagai bagian penting di berbagai institusi, baik sekolah dan perusahaan. Itu terutama untuk menjaga agar penduduk tetap aktif dan sehat. Bagi perusahaan, keberadaan kegiatan olahraga sekaligus bisa memupuk solidaritas dan rasa kepemilikan di antara karyawan. 

Merasa diuntungkan, makin banyak perusahaan yang membentuk tim berbagai cabor pada Periode Taisho (awal abad ke-20). Dari yang hanya untuk keperluan kesehatan dan solidaritas, kompetisi antartim olahraga perusahaan mulai diadakan dan membuat mereka berambisi serta kompetitif. Sempat vakum selama Perang Dunia II, pada 1950-an terjadi pembentukan tim olahraga berbasis korporasi besar-besaran di Jepang. Coba perhatikan tahun berdiri klub-klub sepak bola Jepang, kebanyakan pada rentang tahun 1950--1980-an. Para atletnya direkrut sebagai pegawai, tetapi pekerjaannya seputar olahraga yang mereka tekuni.

Baca Juga: 4 Pemain Bundesliga yang Membela Timnas Jepang di Piala Asia 2023

2. Revolusi liga sepak bola Jepang pada 1990-an

pemain Urawa Red Diamonds (instagram.com/urawaredsofficial)

Pada 1990-an, karena resesi dan krisis ekonomi, pembentukan klub olahraga sempat mandek. Beberapa tim pun dibubarkan atau dihentikan sementara aktivitasnya karena terpuruknya performa perusahaan. Inilah titik baliknya, terutama pada cabor sepak bola. 

Selama periode 1950--1980-an, klub-klub sepak bola Jepang diwadahi dalam Japan Soccer League (JSL) yang ternyata masih berstatus amatir. Barulah pada 1990-an itu seiring dengan resesi ekonomi, beberapa tokoh sepak bola Jepang yang pernah merumput di luar negeri, seperti Yasuhiko Okudera menginisiasi sebuah revolusi. Liga sepak bola profesional dibentuk pada 1991 dan diberi nama Japan Profesional Football League (kini J League) dibentuk. 

Berkaca pada fakta bahwa situasi finansial perusahaan berpengaruh besar terhadap performa tim karena ketergantungan berlebih, liga profesional memandatkan semua tim untuk melepas afiliasi perusahaan di nama dan operasional aktivitas mereka. Alhasil, tim-tim pun beramai-ramai mengubah nama.

Verified Writer

Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya