PON 2024: Telan Nyaris Rp4 Triliun Tapi Penuh Kontroversi

Penyelenggaraan PON 2024 kacau balau

Jakarta, IDN Times - Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024, atau edisi ke-21, yang digelar di Aceh-Sumatra Utara (Sumut) terus menuai reaksi selama penyelenggaraan. Bukan positif, melainkan reaksi yang negatif dari warganet.

Prestasi atlet seakan tertutupi dengan sejumlah kontroversi yang muncul. Wajar saja, lantaran banyak hal janggal dan bikin emosi terkuras selama PON 2024 berlangsung.

Sederet kontroversi ini membuat penyelenggaraan PON dicurigai terjadi penyelewengan. Sebab, PON 2024 menelan dana fantastis sejak masa persiapan hingga event digelar.

Ada dua sumber dana yang digelontorkan untuk PON, yakni APBN dan APBD. Melalui Kemenpora, total dana APBN yang tersedot mencapai Rp2 triliun lebih (Rp 2.242.969.480.201). Sementara, APBD yang digunakan hanya Rp1 triliun lebih (Rp 1.703.951.967.323).

Dengan angka yang besar seperti ini, PON 2024 malah digelar dengan segala kesemrawutannya. Berikut sederet kontroversi yang menyelimuti PON 2024.

1. Menu makanan aneh dan minimalis bikin atlet kesal

PON 2024: Telan Nyaris Rp4 Triliun Tapi Penuh KontroversiMenu makanan atlet PON Aceh-Sumut (Istimewa)

Konsumsi atlet di PON 2024 begitu berpolemik. Menu yang disajikan minimalis, bahkan aneh. Bayangkan saja, dalam menu snack, ada santan kemasan yang disajikan ke atlet. Sementara, menunya begitu minimalis.

Fenomena ini sempat viral di media sosial, ketika para atlet mengunggah menu-menu yang aneh selama PON 2024. Kemudian, ada juga makanan basi yang disajikan ke atlet.

Contoh saja, snack berisikan roti, satu jajanan pasar, dan Santan Kara. Jika dihitung, harga Santan Kara kemasan kecil di minimarket saja berkisar di angka Rp3.000, roti bisa dibeli Rp5.000, snack lain bukan tak mungkin Rp2.000-an.

Sementara, menu makan beratnya, rata-rata ayam. Lucunya lagi, menu makan berat atlet malah ada snack MoMoGi yang jauh dari kata bergizi.

Menjadi ironi, karena pagu anggaran untuk konsumsi begitu besar. Dilansir dari situs LKPP, pengadaan konsumsi untuk atlet, pelatih, dan ofisial, angkanya mencapai Rp42.492.450.000. Tendernya dilakukan lewat E-Purchasing.

Jika dirinci, konsumsi atlet untuk makan besar harganya mencapai Rp50 ribu. Sementara, snack harganya menyentuh Rp18 ribu.

2. Fasilitas dan infrastruktur tak siap

PON 2024: Telan Nyaris Rp4 Triliun Tapi Penuh KontroversiKondisi akses utama menuju venue voli indoor di Sport Centre, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Selasa (10/9/2024). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Paling dapat sorotan adalah soal infrastruktur. Selama masa penyelenggaraan, infrastruktur dan fasilitas di sejumlah titik tak sesuai dengan harapan. Paling disorot adalah venue voli di Sport Center Deli Serdang, Sumatra Utara.

Kritik berdatangan dari para atlet dan diunggah ke akun media sosial mereka, termasuk Yolla Yuliana Dalam unggahan di akun Instagramnya, Yolla menampilkan penampakan akses menuju venue voli PON 2024 yang masih jauh dari kata layak.

Terlihat, jalannya becek, bertanah, basah, bahkan atlet harus berjalan di atas papan. Atas kondisi ini, dia pun menyindir panitia.

"PON adalah multievent tertinggi di Indonesia. Wkwkwk kocak," tulis Yolla.

Selain itu tragedi juga menimpa venue cabang olahraga menembak di mana atapnya ambruk karena diterpa hujan besar. Ironisnya lagi, masih ada venue yang belum selesai ketika upacara penutupan PON 2024 digelar.

Baca Juga: PSSI Umumkan Investigasi Laga Kontroversial PON 2024 Senin Depan

3. Ada dugaan main mata

PON 2024: Telan Nyaris Rp4 Triliun Tapi Penuh KontroversiWasit Eko Agus Sugiharto mengeluarkan kartu merah untuk pemain Sulteng pada laga kontra Aceh pada babak 8 Besar PON 2024 di Stadion H Dimurthala Banda Aceh, Sabtu (14/9/2024) malam (ANTARA FOTO/Adeng Bustami)

Sederet cabang olahraga di PON 2024 terindikasi dugaan match fixing. Sepak bola dan tinju, paling disorot karena ada dua kasus besar yang akhirnya viral di media sosial.

Dalam perempat final sepak bola PON, kala Aceh jumpa Sulawesi Tengah, 14 September 2024, ada insiden wasit Eko Sugi Harto dihantam oleh salah satu pemain. Adalah Muhammad Rizki, pemain Sulteng yang menghajar Eko, lantaran kesal dengan kepemimpinannya.

Selama memimpin laga, Eko memang mengambil banyak keputusan buruk. Dia sering mengambil berbagai keputusan yang merugikan Sulteng. Puncaknya, ketika ada pemain Aceh, Muhyidin, yang melakukan diving di kotak terlarang dan Eko memberikannya penalti. Rizki, tanpa ampun, menghajar Eko dengan pukulan yang begitu keras, hingga terkapar. 

Insiden ini tak lepas dari sorotan PSSI. Akhirnya, lewat Komite Disiplin, Wasit, dan Etik, PSSI mengusut kasusnya dan memang mencurigai adanya praktik match fixing yang terjadi. Rencananya, pada Senin (23/9/2024), kasus ini akan diumumkan.

"Mudah-mudahan Senin malam kami sudah ada keputusan dan keputusannya akan kami serahkan kepada Ketua Umum (PSSI, Erick Thohir)," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI, Yunus Nusi, di Jakarta, Sabtu (21/9/2024).

Masalah match fixing tak cuma terjadi di sepak bola, tapi juga tinju. Dalam video yang beredar, ada sebuah pertandingan aneh, ketika boxer Sumatra Utara yang nyaris KO usai menerima hantaman lawannya asal Lampung, malah diberikan waktu bangkit dan tak dihitung. Kemudian, wasit memenangkan petinju Sumatra Utara tersebut.

Kemudian, PB Persatuan Tinju Amatir Indonesia (PERTINA) bersama PB PON 2024 merespons kejadian tersebut dan wasitnya telah dinonaktifkan. Ini bukan satu-satunya kasus di tinju PON, tapi ada kasus lainnya juga ketika mempertemukan petinju Papua Pegunungan melawan Sumatra Utara.

PON 2024: Telan Nyaris Rp4 Triliun Tapi Penuh KontroversiIlustrasi pertandingan tinju PON 2024 (dok.PB PON)

4. Masyarakat jadi korban

Kekacauan PON 2024 berlanjut hingga upacara penutupan. Warga protes ketika banyak yang tak bisa masuk ke stadion utama, di Sport Center, Kabupaten Deli Serdang, Jumat (20/9/2024).

Kekecewaan muncul, karena pada dasarnya mereka sudah melakukan registrasi secara daring untuk ikut upacara penutupan, tidak mendapatkan tiket untuk masuk.

Situasi yang keos sempat terjadi, ketika ada warga berdesak- desakan di depan pintu masuk. Sebuah video yang beredar juga menunjukkan masyarakat memaksa menerobos masuk, bahkan petugas tidak lagi memeriksa tiket mereka. Parahnya, ketika ada warga yang mau menukarkan tiket di loket, tak ada petugas yang berjaga pula.

Perempuan yang mengaku bernama Diana, warga Kecamatan Medan Marelan mengatakan, sudah menunggu sejak pukul 08.00 WIB. Namun hingga pukul 15.00 WIB mereka tidak bisa menukarkan tiketnya.

"Kayak mana lah ini. Panitianya pun gak ada di loket. Kena harapan palsu kami, "katanya.

Loket tiket yang ada di dekat gerbang utama memang kosong. Bahkan, beberapa loket sempat dirusak warga yang kesal.

"Tadi mengamuk orang ini, karena gak bisa tukar tiket," kata Dani, warga lainnya.

Anehnya, dari kesaksian mereka, ada warga yang mendapatkan gelang dengan cuma-cuma. Mereka bingung, karena warga tersebut terlihat mendapat keistimewaan ketika masuk ke venue penutupan. Protes masyarakat pada penutupan PON ini menambah catatan buruk penyelenggaraan.

5. PON amburadul dan kacau

PON 2024: Telan Nyaris Rp4 Triliun Tapi Penuh KontroversiPembukaan PON Aceh 2024 di Sumut (Dok. Pemprov Sumsel)

Pada dasarnya, PON 2024 terbilang amburadul dan kacau. Tapi, Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, malah mengeluarkan komentar yang aneh. Dito menyatakan PON 2024 mendapatkan nilai 8,5.

Sebuah penilaian yang aneh, karena pada dasarnya dari persiapan hingga penyelenggaraan, semua kacau. Kontroversi berseliweran, membuat PON 2024 terus dipertanyakan integritasnya.

"Jadi saya memberi nilai untuk PON kali ini adalah 8,5, dan 1,5-nya kita nilai setelah closing ceremony. Kalau sempurna ya berarti 10," kata Menpora Dito dalam konferensi pers pada Jumat (20/9/2024).

Soal dugaan penyelewengan anggaran PON, Dito menyatakan sudah berkoordinasi dengan otoritas-otoritas terkait. Sejauh ini, Bareskrim Polri menegaskan akan turun ke lapangan, karena sudah menemukan fakta dan berkoordinasi dengan Dito dan otoritas lainnya.

Sejak kemarin (21/9/2024), menurut Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, Satuan Tugas yang bekerja di PON demi menyelidiki adanya dugaan penyelewengan dana, sudah kembali ke Jakarta dengan fakta-fakta dan temuan baru.

Arief mengatakan pihaknya segera melakukan analisa dan evaluasi sebelum dilaporkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia juga masih belum bisa memastikan apakah ditemukan dugaan penyelewengan dana penyelenggaraan PON atau tidak. Nantinya, hasil analisa dan evaluasi diharapkan membuat kasus ini terang.

"Data bersumber dari kegiatan pendampingan dan asistensi atas permintaan Kemenpora. Sifatnya masih berupa pengumpulan data dan informasi. Masih menunggu hasil analisis dan evaluasi tim. Untuk sementara belum bisa disimpulkan (indikasi tindak pidana korupsi) seperti itu," kata Arief.

Dengan berbagai kontroversi dan dugaan penyelewengan, ada desakan jika PON nantinya digelar melalui sistem terpusat. Eks Deputi IV Kemenpora, Djoko Pekik Irianto, menyatakan akuntabilitas penyelenggaraan PON perlu dijaga. Maka dari itu, dia merasa pesta olahraga terbesar berskala nasional tersebut sudah seharusnya digelar dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat

"PON, ke depan sebaiknya diselenggarakan oleh pusat melalui Kemenpora, KONI Pusat, dan PP atau PB cabang olahraga masing-masing. Nanti, dibiayai sepenunya dengan APBN, bertempat di daerah atau provinsi, sesuai amanah UU Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan," ujarnya.

Baca Juga: Catatan Menpora Dito dari Aceh-Sumut untuk Tuan Rumah PON 2028

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya