TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bumerang DBON di Tengah Hingar Bingar SEA Games 2021

DBON sebenarnya merugikan atau menguntungkan atlet?

Sutjiati Kelanaritma Narendra (17), atlet Senam Ritmik Kontingen Lampung berhasil dua medali emas dan 1 perak. (IDN Times/Istimewa)

Jakarta, IDN Times - SEA Games 2021 akan berlangsung sesaat lagi. Usai alami penundaan lantaran pandemik COVID-19 yang belum kunjung usai, SEA Games 2021 dipastikan akan berlangsung di Hanoi, Vietnam pada 12-23 Mei 2022 mendatang.

Bagi Indonesia, SEA Games 2021 kerap disebut sebagai target antara alias event kecil. Indonesia kini hanya mementingkan Olimpiade dan terdekat edisi Paris 2024. Fokus itu un dituangkan pula dalam Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) dan telah diberlakukan.

DBON bahkan tertuang dalam Perpres Nomor 86 tahun 2021. Namun, seperti kebijakan-kebijakan pada umumnya, DBON menciptakan polemik tersendiri. Berniat mencetak prestasi lebih tinggi dengan capaian medali lebih banyak, DBON malah dikhawatirkan terbilang merugikan para atlet yang tak berlaga di cabang olahraga prioritas.

Jelas, masih panjang perjalanan DBON untuk dinantikan hasilnya di Olimpiade. Namun, dampaknya pada SEA Games 2021 sudah menjadi sorotan. Kasus atlet senam ritmik Indonesia, Sutjiwati Narendra, menjadi salah satu pemantiknya.

Baca Juga: Timnas U-23 Sudah Berangkat ke Vietnam Hadapi SEA Games

1. Hanya ada 14 cabor prioritas dalam DBON

Tim beregu putra bulu tangkis Indoesia meraih medali emas SEA Games 2019 (IDN Times/PBSI)

Presiden Joko "Jokowi" Widodo secara resmi menandatangani Perpres No.86 tahun 2021 sebagai payung hukum DBON tepat di Hari Olahraga Nasional (Haornas), 9 September 2021 lalu.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali, kerap mengingatkan pemberlakuan DBON diharapkan bisa membawa atlet-atlet Indonesia mencetak prestasi by design bukan by accident.

Dalam DBON, terdapat 14 cabor yang masuk dalam daftar prioritas. Cabor-cabor tersebut antara lain, bulu tangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, taekwondo, balap sepeda, atletik, renang, dayung, senam artistik, dan pencak silat.

Untuk SEA Games 2021, ke-14 cabor tersebut diharapkan bisa menyumbang medali untuk Indonesia. Persiapan Indonesia menuju SEA Games 2021 pun difokuskan pada 14 cabor prioritas tersebut.

Selain 14 cabor prioritas, konsentrasi pemerintah terhadap persiapan menuju SEA Games 2021 juga diberikan pada tiga cabor tambahan, sepak bola, voli, dan basket. Ketiga cabor tersebut masuk dalam bagian industri olahraga.

DBON tentu tidak hadir tanpa masalah. Jumlah kontingen Indonesia yang akan berangkat ke ajang SEA Games 2021 pada akhirnya harus dirampingkan. Perampingan atas alasan efektivitas yang berkaitan dengan dana, kuota pelatih serta tenaga pendukung yang akan dikirimkan.

Namun, beban tim Indonesia di SEA Games 2021 juga tinggi. Atlet diminta buat berada dalam mode tempur, bukan latihan, dan menyumbang medali sebanyak-banyaknya.

2. Kasus Sutjiati Narendra bukti dari ketajaman "bumerang" DBON

Sutjiati Kelanaritma Narendra, atlet senam ritmik Indonesia (instagram.com/sutji.ritma)

Absennya atlet senam ritmik Indonesia, Sutjiati Narendra, dari daftar skuad Indonesia untuk SEA Games 2021 menjadi sorotan. Kisah gagalnya peraih dua medali emas dan satu perak Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 ini tampil di SEA Games sempat viral.

Dia tersingkir, lantaran hanya senam artistik yang masuk dalam daftar cabor prioritas DBON. Sutji pun mengakuinya dan hal tersebut disampaikan oleh sang pelatih.

"Alasan yang disampaikan kepada kami, para atlet, adalah karena sistem baru DBON. Tidak ada dana untuk cabang olahraga yang tak masuk rencana ini. Saya hanya mendapatkan informasi ini melalui pelatih saya. Kami belum pernah mengadakan pertemuan resmi antara atlet, pelatih, dan ofisial untuk membahas masalah ini," kata Sutji kepada IDN Times lewat pesan singkat.

Bak petir di siang bolong, tentu itu sudah membuat Sutji dan rekan-rekannya kecewa berat. Namun, dia tak mau patah semangat. Sutji berinisiatif, mencari sponsor agar bisa membela Indonesia di SEA Games 2021. Sayang, usahanya menemukan jalan buntu. Niatnya berangkat, meski dengan biaya sendiri tak diizinkan oleh pemerintah.

"Saya dan pelatih memutuskan ingin tetap berangkat dengan biaya mandiri. Ini sebelum kami mendapat kabar, cabor di luar program DBON tidak diizinkan untuk berangkat dengan biaya sendiri," kata Sutji.

Sutji meyakini, kasusnya bukan satu-satunya. Menurut dia, kasus serupa juga pasti pernah atau bahkan sedang dirasakan atlet-atlet lainnya.

Pelatnas Senam Indonesia jelang SEA Games 2021 (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Sebenarnya, menurut Wakil Ketua Umum PB Persani, Dian Arifin, senam ritmik tengah berusaha bangkit dari fase yang tak stabil. Potensi yang dimiliki senam ritmik, dijelaskannya, ada dan sangat memungkinkan untuk berkembang.

"Artistik memang yang paling kuat. Kalau ritmik sempat naik dan turun. Tapi, kami akan berusaha ke depan. Sebab, potensi-potensi pasti masih ada. Masih terbuka peluang buat mereka. Mudah-mudahan di Olimpiade nanti, senam artistik dan ritmik bisa kami persiapkan," kata Dian.

3. Seleksi skuad SEA Games diklaim sudah sesuai perhitungan

Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bersama Menpora Zainudin Amali saat sosialisasi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) di Medan,Sabtu (4/12/2021). (Dok.IDN Times/istimewa)

SEA Games 2021 merupakan kegiatan yang sepenuhnya dibiayai pemerintah. Untuk memilih atlet yang akan berangkat, pemerintah pun membentuk Tim Penilai, yang dirasa bisa memprediksi dengan tepat apa bagaimana efektivitas rencana yang sudah disusun.

Dipimpin oleh Professor Moch Asmawi, Tim Penilai pada akhirnya merekomendasikan buat memberangkatkan 499 atlet ke Hanoi, Vietnam. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan yang dikirimkan ke SEA Games 2019 lalu di Filipina, 841 atlet. Kala itu, Indonesia mengirimkan atlet yang berasal dari cabor prioritas DBON dan non-prioritas.

"Kami perlu mengurangi jumlah kontingen, mengingat konsep yang diterapkan di SEA Games ini tempur, bukan latihan. Kami menggunakan skema ramping dan efisien," kata Chef de Mission Indonesia untuk SEA Games 2021, Ferry Kono.

Menpora Zainuddin Amali dalam penyambutan kontingen Paralimpiade Tokyo 2020 Indonesia tiba di Tanah Air (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Seluruh yang berangkat diklaim sudah melalui proses peninjauan dan direkomendasikan Tim Penilai. Tak hanya layak tarung, para atlet yang sudah lolos rekomendasi Tim Penilai juga diharapkan bisa pulang membawa medali untuk Indonesia.

Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali, menyatakan Tim Penilai memiliki standar tinggi untuk memberikan rekomendasi di SEA GAmes 2021.

"Kami harus pastikan semua yang sudah direkomendasikan oleh Tim Penilai itu benar-benar bisa berprestasi dengan baik," kata Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali, ditemui saat mengunjungi Pelatnas Senam Indonesia.

4. Cuma target antara, kenapa semua gak ikut saja?

Ilustrasi atlet angkat besi (ANTARA Foto)

Jika memang hanya menjadi sasaran antara, pertanyaan kemudian muncul. Mengapa tak membolehkan cabor non prioritas berlaga, meski tak dibiayai pemerintah. Toh, logikanya, pemerintah tak harus keluar uang, jika mereka memang bisa membiayai kebutuhannya selama di Hanoi?

Manfaat lainnya, cabor non prioritas pastinya punya media yang lebih banyak untuk berkembang, contohnya lewat SEA Games. Mereka bisa menambah jam terbang para atletnya untuk mengasah diri. Kenapa, justru kesempatan itu dihalangi?

Beda kasusnya dengan cabor prioritas. Karena mereka sudah masuk dalam DBON, pastinya SEA Games menjadi mode tempur level 1 dalam persiapan menuju Olimpiade. Itu pun diamini oleh pelatih Angkat Besi Indonesia, Dirja Wihardja.

"Kami lebih fokus ke kualifikasi Olimpiade. Kemudian, beralih ke babak utama Olimpiade," kata Dirja Wihardja kepada IDN Times.

Baca Juga: Atlet Indonesia di SEA Games Bakal Dapat Uang Saku, Segini Jumlahnya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya