TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Petinju Olimpiade Imane Khelif, Tersandung Kontroversi

Khelif beralih ke tinju setelah dirundung #Olimpiade2024

potret Imane Khelif di ring tinju (instagram.com/imane_khelif_10)

Di Olimpiade modern, tinju pertama kali muncul sejak 1904. Akan tetapi, tinju putri merupakan cabang olahraga yang bisa dibilang cukup baru. Sebab, tinju putri secara resmi baru masuk Olimpiade sejak Olimpiade Musim Panas 2012 di London.

Lalu, beberapa tahun kemudian, di daerah pedesaan Aljazair, seorang gadis remaja yang berbakat bermain sepak bola, menonton pertandingan tinju putri di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Sejak saat itu, gadis bernama Imane Khelif mulai menapaki jalan menuju Olimpiade Paris 2024 sebagai seorang petinju. Sayangnya, keberhasilannya masuk Olimpiade justru banyak jadi cibiran akibat kontroversi gender yang menimpanya.

Meski ditindas habis-habisan di media sosial dan dituduh transgender dalam helatan Olimpiade 2024, hidup Imane Khelif ternyata penuh perjuangan, sangat menyentuh hati, dan inspiratif. Bagaimana kisahnya?

1. Imane Khelif terlahir dari keluarga yang kurang mampu

warga Tiaret, Aljazair yang memegang bendera Aljazair (commons.wikimedia.org/Salaheddine Gharib)

Imane Khelif lahir pada 1999 di Tiaret, Algeria, Aljazair, sebuah kota yang pada saat itu berpenduduk kurang dari 150.000 jiwa. Tempat ini jauh dari kekayaan ibu kota Aljazair, Algiers, yang diapit oleh Pegunungan Atlas Afrika Utara. Di provinsi Tiaret sendiri sangat bergantung pada pertanian dan lokasinya bisa dibilang terpencil. Itulah mengapa keluarga Khelif hidup dibawah bayang-bayang kemiskinan.

Ayah Imane Khelif bekerja di Gurun Sahara Aljazair sebagai tukang las, jauh dari desa terpencil mereka. Sementara pekerjaan ibunya tidak diketahui. Imane Khelif menjelaskan bahwa keuangan keluarganya sangat terbatas. Khelif pun sempat kesulitan saat ingin menekuni tinju pada usia 16 tahun.

Kendala yang dihadapi Imane Khelif untuk meraih mimpinya bukan hanya sebatas biaya peralatan, keanggotaan pusat kebugaran, atau pelatihan, tetapi juga mencakup ongkos bus yang ia tumpangi menempuh perjalanan sejauh 10 kilometer ke pusat kebugaran terdekat. Ditambah lagi, Khelif tidak berani meminta uang ke ayahnya karena ayahnya sangat menentang impiannya. Tak gentar, Khelif punya cara untuk mendapatkan uang sendiri.

Imane Khelif mengisahkan perjalanannya tersebut dalam sebuah wawancara bersama Canal Algérie, melalui Birmingham Live, "Saya kebetulan berjualan roti di jalan. Saya mengumpulkan piring dan barang-barang bekas lainnya untuk ditukarkan dengan uang agar dapat bepergian, karena saya berasal dari keluarga yang sangat miskin."

Baca Juga: 4 Pemain Argentina yang Menjuarai Liga Champions dan Olimpiade

2. Dirundung karena bermain sepak bola, Imane Khelif banting stir ke olahraga tinju

potret Imane Khelif (kanan baju merah) di ring tinju (instagram.com/imane_khelif_10)

Tumbuh di pedesaan Aljazair, Imane Khelif dikelilingi oleh budaya cukup konservatif yang belum sepenuhnya merangkul hak-hak kaum perempuan. Namun, bahkan sebelum ia mengenal tinju, Khelif remaja memang menantang norma-norma budaya ini lewat kehebatannya dalam bermain sepak bola. Khelif jatuh cinta dengan olahraga yang dianggap sebagai permainan anak laki-laki ini.

Akibatnya, Imane Khelif dipandang sangat berbeda sebagai seorang gadis karena ia jago bermain sepak bola. Anak laki-laki bahkan iri dengannya. Mereka sering mengejek dan menyerang Khelif secara fisik.

Mungkin karier olahraga sudah menjadi takdir hidupnya. Kesal sering dirundung, Imane Khelif memilih belajar tinju. "Itu murni kebetulan, saya tidak pernah membayangkan suatu hari nanti saya akan menjadi petinju dan menjadi juara dunia. Saya selalu mencintai sepak bola dan saya memainkannya di desa kecil saya," beber Khelif.

Imane Khelif pun didorong oleh pelatihnya untuk menekuni tinju. Pasalnya, pelatihnya melihat kalau Khelif punya potensi yang bagus. Berkat dorongan pelatihnya dan terinspirasi setelah menonton cabor tinju putri dalam Olimpiade 2016 yang diadakan di Rio de Janeiro, Khelif pun mulai serius menekuni olahraga satu ini.

3. Ayah Imane Khelif sempat tidak setuju jika anaknya memilih olahraga tinju

potret Imane Khelif (kiri baju biru) di ring tinju (instagram.com/imane_khelif_10)

Bakat Imane Khelif dalam bidang atletik memang sudah terlihat lewat kemampuannya bermain sepak bola. Meski dirundung anak laki-laki lain, ayahnya justru mendukung hobi Khelif yang suka bermain sepak bola. Namun, ketika Khelif beralih ke olahraga tinju, ayahnya langsung menentang dengan keras.

"Ayah saya lebih menyukai saya bermain sepak bola daripada tinju," cerita Khelif. Akibatnya, saat butuh dana untuk membayar ongkos bus ke latihan tinju dan membayar pelatihan tinju itu sendiri, Imane Khelif tidak berani meminta uang kepada ayahnya. Namun, ibunya membantu Khelif mengumpulkan uang dengan menjual makanan khas Timur Tengah, couscous. Sementara Khelif sendiri menjual besi tua dan barang bekas, serta berjualan roti.

Imane Khelif sendiri tidak memberi tahu ayahnya saat ingin pergi latihan tinju atau berjualan. Tiga tahun kemudian, Khelif berkompetisi di Kejuaraan Dunia 2018, di mana ia berada di peringkat ke-17. Bagaimana dengan orang tuanya? "Kedua orang tua saya datang untuk mendukung saya. Mereka adalah penggemar terbesar saya," ungkapnya dengan gembira kepada UNICEF pada awal 2024 ketika momen ia memersiapkan diri mengikuti Olimpiade Musim Panas di Paris.

4. Reputasi tinju Imane Khelif baik-baik saja sebelum pertandingannya di Olimpiade Paris 2024

potret Imane Khelif memamerkan medalinya (instagram.com/imane_khelif_10)

Imane Khelif hanya butuh waktu 3 tahun latihan tinju sampai akhirnya ia finis di peringkat ke-17 pada Kejuaraan Tinju Dunia Wanita AIBA 2018. Ini membuktikan bahwa Imane Khelif merupakan petinju kelas dunia. Setelah itu, ia melanjutkan kariernya sebagai petinju kelas welterweight/lightweight dengan meraih medali di lima turnamen besar. Ia meraih tiga medali emas di tiga pertandingan regional pada 2022 dan 2023 dan menjadi perempatfinalis Olimpiade Musim Panas Tokyo 2020.

Namun, pada Olimpiade Musim Panas 2024 di Paris, setelah menang dalam pertarungan 16 besar melawan Angela Carmini dari Italia, nama Imane Khelif menjadi pusat perhatian. Sayangnya, namanya dibicarakan dengan isu yang tak sedap. Saat itu, cabor tinju putri dalam Olimpiade Paris 2024 antara Imane Khelif dan Angela Carmini hanya berlangsung selama 46 detik.

Dalam waktu yang sangat singkat itu, Imane Khelif berhasil melumpuhkan lawannya dan memenangkan pertarungan setelah Angela Carmini menyerah dalam pertandingan. Di ring tinju, Carmini terlihat kesakitan dan menangis histeris. Carmini pun menganggap bahwa pukulan Khelif sangat kuat ketimbang pukulan petinju perempuan pada umumnya.

Setelah melontarkan pernyataan seperti itu, Angela Carmini langsung meminta maaf. Namun, hal ini menuai kritik di media sosial. Di samping itu, Asosiasi Tinju Internasional atau International Boxing Association (IBA) memang pernah mendiskualifikasi Imane Khelif dari Kejuaraan Dunia 2023 karena tes kelayakan gendernya dianggap tidak memenuhi syarat (ditemukan kromosom XY). Akan tetapi, Komite Olimpiade Internasional atau International Olympic Committee (IOC) sendiri menolak mendiskualifikasi Khelif.

Sebenarnya, Imane Khelif sudah mengalami sembilan kekalahan dari lawan perempuan lainnya selama karier tinjunya. Rekor Khelif ini memang cukup mengesankan, tetapi belum dianggap luar biasa juga. Beberapa pihak memebela Imane Khelif dan mengatakan bahwa dia bukan transgender. Akan tetapi, memang diakui bahwa Khelif memiliki hormon testosteron tinggi sehingga timbul kontroversi dan perdebatan publik yang cukup alot. 

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya