10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan Olimpiade

Ada atlet Olimpiade Yahudi korban Holocaust #Olimpiade2024

Intinya Sih...

  • Olimpiade sering menyimpan kisah kacau di balik layar, seperti polusi di Rio dan London serta kabut asap beracun di Beijing.
  • Helene Mayer, satu-satunya atlet Yahudi-Jerman yang berhasil membawa pulang medali perak dalam Olimpiade 1936 yang diselenggarakan Adolf Hitler.
  • Pada Olimpiade Berlin 1936, atlet lompat tinggi putri, Dora Ratjen, diduga merupakan seorang laki-laki dan memenangkan banyak penghargaan.

Olimpiade merupakan ajang yang besar. Semua atlet dan delegasi dari berbagai negara datang. Setiap kali perhelatan Olimpiade digelar, seluruh dunia sangat antusias menyaksikan kemegahan dan semangat para atlet yang bertanding. 

Di tiap momen besar, selalu ada kisah menarik di balik layar. Tak melulu positif, simak deretan peristiwa-peristiwa kelam yang terjadi di balik momen-momen sepanjang sejarah Olimpiade.

1. Lokasi Olimpiade yang tercemar limbah hingga polusi udara

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan OlimpiadeSungai Seine dengan latar belakang Menara Eiffel (unsplash.com/Andrew Boersma)

Rio de Janeiro dikenal karena masalah polusinya selama perhelatan Olimpiade 2016. Ahli biologi bernama Mario Moscatelli mengatakan bahwa para atlet terganggu dengan adanya limbah dan sampah yang dibuang ke saluran air di sana. Tak hanya itu, lima minggu sebelum dimulainya Olimpiade di Rio de Janeiro, polisi menemukan mayat termutilasi yang terdampar di Pantai Copacabana, tempat kompetisi cabang olahraga voli pantai bakal diselenggarakan.

Bukan saja Rio de Janeiro, sebagian besar arena diselenggarakannya Olimpiade ternyata tidak seindah seperti yang kamu lihat di televisi. London bahkan pernah didenda 175 juta euro atau setara dengan Rp3 triliun oleh Komite Olimpiade Internasional karena polusi udaranya yang parah. London juga tidak bisa menepati janjinya untuk menjadi tuan rumah acara Olimpiade London 2012 tanpa polusi dan limbah, seperti yang dilaporkan The Guardian. Selain itu, Beijing tercemar dengan kabut asap beracunnya selama Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022. Konsultan bahkan mengatakan bahwa polisi udara di Beijing dianggap buruk bagi kesehatan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada 2004, Athena dikecam oleh Greenpeace karena tidak bisa memenuhi janjinya untuk menyelenggarakan Olimpiade hijau dan asri. Lalu, dalam Olimpiade Sydney 2000, warga Sydney menyebut bahwa perhelatan Olimpiade di negaranya itu sangat bau. Pasalnya, bau limbah ini berasal dari daerah Homebrush yang tidak jauh dari lokasi diadakannya pertandingan. Lokasi tersebut dulunya merupakan rumah pemotongan hewan terbesar di kota itu dan lokasi itu pun dicemari dengan pembuangan limbah beracun. 

Nah, dalam Olimpiade Paris 2024 yang sedang berlangsung saat ini, Sungai Seine, yang menjadi lokasi kompetisi cabang olahraga renang gaya bebas 10 km dan triatlon, tercemar dengan limbah berbahayanya. Bahkan, tiga minggu sebelum Olimpiade Paris dimulai, latihan untuk acara pembukaan dibatalkan karena limbah feses yang mencemari sungai ini. Dikutip AP News, pemerintah Prancis bahkan harus menggelontorkan anggaran senilai 1,4 miliar euro atau setara dengan Rp24,7 triliun untuk membersihkan Sungai Seine yang telah lama tercemar ini demi kelancaran Olimpiade Paris 2024.

Baca Juga: 9 Skandal Kecurangan dalam Olimpiade

2. Atlet Yahudi-Jerman yang mengharumkan nama Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan OlimpiadeAtlet anggar Olimpiade Helene Mayer berpose untuk The Los Angeles Times pada 1936. (commons.wikimedia.org/The Los Angeles Times)

Tahukah kamu bahwa Olimpiade 1936 di Berlin diselenggarakan di bahwa pimpinan Adolf Hitler? Nah, Olimpiade 1936 bisa dibilang merupakan sebuah propaganda yang dibuat oleh Reich Ketiga. Pasalnya, satu-satunya atlet Yahudi-Jerman bernama Helene Mayer berhasil membawa pulang medali perak dalam cabang olahraga anggar. Dalam kemenangannya, Mayer melemparkan salam ala Nazi dari tribun pemenang.

Namun, bukan itu yang membuatnya sedih. Pasalnya, ayah Helene Mayer adalah seorang Yahudi. Seperti yang mungkin kamu tahu, Adolf Hitler sangat membenci Yahudi. Akibatnya, keluarga Mayer kehilangan semua haknya sebagai warga negara Jerman.

Helene akhirnya menjadi satu-satunya atlet Yahudi-Jerman yang diizinkan untuk bertanding dan mengharumkan nama Jerman. Sayangnya, Mayer tidak berhasil membawa medali emas lantaran kalah dari Ilona Elek, atlet Hungaria. Mayer sendiri tinggal di Amerika Serikat, sementara keluarganya masih tinggal di Jerman dan dipaksa bekerja untuk Nazi di sebuah pabrik.

Jika begitu, mengapa Helene Mayer mau mewakili Jerman di Olimpiade dan menghormati Adolf Hitler meski tidak mendapatkan keadilan? Pertanyaan ini pun masih menjadi misteri. Helene Mayer sendiri meninggal pada 1953 karena kanker. Ia pun tidak meninggalkan tulisan, penjelasan, dan jejak apa pun terkait polemik bersejarah tersebut.

3. Tes kelayakan gender di Olimpiade

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan OlimpiadeHelen Stephens dari AS (kiri) dan Stella Walasiewicz dari Polandia bertemu di Olimpiade Berlin 1936, cabang olahraga lari 100 meter (commons.wikimedia.org/Koncern Ilustrowany Kurier Codzienny/Archiwum Ilustracji)

Mungkin kamu sudah mengetahui tentang tes narkoba atau doping untuk para atlet. Namun, tahukah kamu ada yang namanya tes gender? Aturan tersebut berlaku sejak 1968 hingga 1998. Awalnya, atlet perempuan diminta untuk menjalani pemeriksaan ginekologi lengkap. Namun, pemeriksaan tersebut dianggap terlalu merendahkan dan bikin traumatis sehingga diganti dengan tes genetik berbasis laboratorium.

Masalahnya, pada Olimpiade Berlin 1936, atlet lompat tinggi putri, Dora Ratjen, diduga merupakan seorang laki-laki karena perawakannya yang mirip seperti laki-laki. Ratjen sendiri berada di urutan keempat dalam kompetisi lompat tinggi putri. Setelah itu, ia sering memenangi banyak penghargaan.

Akhirnya, seorang polisi curiga dengan penampilannya. Polisi itu pun menangkapnya dan membuktikan bahwa Ratjen adalah transgender. Akhirnya terungkap bahwa saat ia lahir, ia diidentifikasi oleh dokter sebagai laki-laki dan kemudian berubah menjadi perempuan, lalu dibesarkan sebagai perempuan dengan kedua alat kelamin. 

Dalam edisi Olimpiade yang sama, terjadi kontroversi seputar dua pelari 100 meter putri. Pelari Helen Stephens harus menjalani pemeriksaan genital pertama di Olimpiade. Lalu, ada atlet asal Polandia, Stella Walsh, yang identitasnya sempat dipertanyakan. Kemudian, autopsi membuktikan bahwa Stella Walsh adalah interseks.

Di Olimpiade Paris 2024 yang saat ini sedang berlangsung, petinju asal Aljazair, Imane Khelif, juga sempat menarik perhatian warganet setelah ia mengalahkan lawannya hanya dalam waktu 46 detik. Publik geger setelah mengetahui bahwa Khelif sempat gagal dalam mengikuti tes kelayakan gender 2023. Namun, usai kemenangannya di perempat final mengalahkan petinju Hungaria, Anna Luca Hamori, Khelif meyakinkan publik dan mengatakan bahwa dia adalah perempuan tulen. Diketahui bahwa Khelif punya masalah interseks sehingga hormon testosteronnya tinggi seperti laki-laki.

4. Atlet Olimpiade Yahudi menjadi salah satu sasaran tragedi Holocaust

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan Olimpiadepotret Victor Perez, 1931 (commons.wikimedia.org/Agence Ro)l

Pada 1920-an, atlet Yahudi mendominasi cabang olahraga, seperti senam, anggar, dan tinju dalam ajang Olimpiade. Sayangnya, setelah Adolf Hitler berkuasa, atlet Olimpiade Yahudi ini ikut menjadi sasaran Holocaust. Contohnya atlet Yahudi bernama Bronislaw Czech. Ia berkompetisi untuk Polandia dalam tiga Olimpiade dan menjadi pelatih pemain ski. Sedihnya, ia menjadi salah satu korban yang ditangkap dan dikirim ke camp konsentrasi Auschwitz. Dia pun meninggal di Auschwitz.

Cerita lainnya ada Victor Perez dari Prancis, petinju Yahudi yang juga seorang selebritas sekaligus atlet. Perez juga dikirim ke Auschwitz pada 1943. Di sana, dia dipaksa untuk ikut pertandingan yang diadakan untuk menghibur para perwira SS. Selama 2 tahun di sana, dia sudah mengikuti 140 pertandingan dan memenangi 139 pertandingan di antaranya. Sayangnya, Victor Perez meninggal dalam pawai kematian pada 1945.

Lalu, ada pemain anggar Hungaria bernama Attila Petschauer yang dibawa ke kamp konsentrasi Davidovka. Di sana, para penjaga memaksanya untuk menanggalkan pakaian dan diminta memanjat pohon. Dia kemudian disemprot dengan air dingin hingga mengalami hipotermia dan akhirnya meninggal beberapa jam kemudian.

Itu hanya beberapa kisah menyedihkan yang menimpa atlet Olimpiade Yahudi. Di samping itu, tidak diketahui secara pasti berapa banyak atlet Olimpiade Yahudi yang dibunuh oleh Reich Ketiga. Namun, beberapa sumber mengatakan bahwa jumlahnya mencapai 30 sampai 49 atlet, seperti yang dijelaskan B'nai B'rith International.

5. Seorang warga Amerika pertama yang memenangi Olimpiade, tetapi tidak pernah mengetahui kompetisi yang diikutinya

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan OlimpiadeMargaret Abbott bermain dalam pertandingan golf putri di sebuah lapangan di Compiegne, Prancis di Olimpiade 1900. Foto tersebut dipublikasikan di majalah La Vie au Grand Air pada 14 Oktober 1900. (commons.wikimedia.org/USGA Museum/Photographer unknown)

Pada Olimpiade Paris 1900, hanya ada beberapa cabang olahraga yang dianggap cocok bagi atlet perempuan dan diselenggarakan dengan sangat berantakan. Nah, hal ini pernah dialami Margaret Abbott, seorang warga Chicago, Amerika Serikat, yang sedang mengunjungi Paris, Prancis, untuk belajar seni seperti yang dilakukan banyak perempuan medio 1900-an. Saat berada di sana, ia dan ibunya mengikuti kompetisi golf. Secara kebetulan, Abbott pun menang. Ia diberi mangkuk porselen (medali baru akan diberikan pada pertandingan berikutnya), lalu dengan santainya meninggalkan kompetisi tersebut.

Pertandingan tersebut memang diselenggarakan dengan sangat buruk. Margaret Abbott bahkan tidak tahu kalau ternyata ia telah mengikuti kompetisi cabang olahraga golf di Olimpiade Paris 1900. Profesor emeritus Universitas Florida, Paula Welch, tertarik dengan cerita tersebut dan mencari tahu keberadaan anak-anak Margaret Abbott. Saat bertemu Welch, anak-anak Abbott terkejut mendengarnya. Margaret Abbott sendiri meninggal pada 1955 tanpa pernah tahu bahwa dia adalah perempuan Amerika Serikat pertama yang memenangi Olimpiade.

6. Penduduk asli atau suku asli tidak diakui dalam Olimpiade

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan OlimpiadePanahan pada hari Antropologi dalam Olimpiade Musim Panas 1904 (commons.wikimedia.org/Unknown author)

Suku adat diizinkan untuk menampilkan tarian dalam upacara pembukaan Olimpiade. Namun, mereka tidak diizinkan untuk mengibarkan bendera mereka selama acara. Nah, momen terburuk dari representasi adat ini terjadi pada 1904 ketika Olimpiade menjadi bagian dari Pameran Dunia St. Louis dan mencakup kompetisi olahraga yang mempertandingkan atlet kulit putih melawan penduduk asli (suku-suku) dari seluruh dunia. Kompetisi Olimpiade itu disebut Anthropology Days. Pada 1994, pelari Cathy Freeman menimbulkan kontroversi karena mengibarkan bendera Australia dan Aborigin saat momen kemenangannya. Pada 2012, BBC mengatakan bahwa petinju Australia bernama Damien Hooper dikenai sanksi karena mengenakan kaus dengan lambang bendera Aborigin.

7. Standar kecantikan dalam senam artistik di Olimpiade

10 Fakta Kelam dalam Sejarah Perhelatan OlimpiadeShawn Johnson dalam kompetisi cabang olahrga senam artistik perorangan di Olimpiade Beijing 2008. Ia berhasil memenangkan medali perak. (commons.wikimedia.org/bryangeek)

Senam artistik adalah salah satu cabang olahraga indah yang menonjolkan estetika. Di Olimpiade, umumnya menyuguhkan berkilaunya atlet-atlet senam artistik ini. Senam artistik bukan dinilai dari kemampuan atletiknya saja, tetapi juga penampilan atletnya.

Pesenam artistik bahkan punya aturannya sendiri, lho! Pasalnya, pesenam harus mematuhi standar kecantikan, seperti tatanan rambut dan manikur kuku. Atlet senam artistik asal Amerika Serikat, Shawn Johnson, pernah memberi kritik atas standar kecantikan dalam senam artistik ini. Ia melakukannya dengan menulis sebuah artikel untuk QZ. Shawn mengatakan bahwa ia hanya ingin memperbaiki kemampuannya, tetapi perawakannya sering kali menjadi sasaran kritik, misal seperti dibilang terlalu pendek. Johnson tidak peduli dengan penampilan fisiknya. Dia hanya ingin dikritik tentang keterampilannya senam.

Momen tidak menyenangkan akan selalu terjadi disetiap momen kehidupan, termasuk dalam perhelatan sebuah kompetisi olahraga dunia layaknya Olimpiade. Deretan fakta kelam Olimpiade di atas memang mengiris hati, bikin kesal, bahkan membuat kasihan.

Baca Juga: 7 Fakta Saint Lucia, Pertama Kali Raih Emas di Olimpiade 2024

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya