5 Spesies Hewan Punah yang akan Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwan

Kira-kira bagaimana caranya, ya?

Selama ribuan tahun ke belakang, manusia sudah menyaksikan sendiri begitu banyak spesies hewan yang sudah punah. Penyebab kepunahannya pun beragam. Ada hewan yang punah akibat seleksi alam atau perubahan iklim dan ada pula hewan-hewan yang musnah akibat ulah manusia.

Seharusnya, hewan-hewan yang sudah punah itu tak dapat dikembalikan lagi karena mustahil bagi spesies tersebut untuk melangsungkan proses reproduksi secara alamiah. Biarpun demikian, tantangan itu justru bukan jadi penghalang bagi ilmuwan untuk tetap berusaha mengembalikan hewan-hewan yang telah punah, terutama akibat ulah manusia. Sejumlah metode sedang diusahakan agar nantinya kita bisa membawa beberapa spesies punah tersebut bisa kembali ke alam.

Pengembalian hewan punah ke alam liar jelas akan menjadi terobosan baru yang dapat membuat manusia "menebus" kesalahannya pada beberapa spesies yang musnah karenanya. Pasti makin penasaran, kan, dengan spesies hewan mana saja yang berpotensi comeback ke alam liar dalam waktu dekat? Yuk, cari tahu daftar hewan punah yang bisa dihidupkan lagi oleh ilmuwan di bawah ini!

1. Harimau tasmania

5 Spesies Hewan Punah yang akan Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwanpasangan harimau tasmania yang sempat dipelihara di National Zoo, Amerika Serikat (commons.wikimedia.org/Baker; E.J. Keller.)

Harimau tasmania atau thylacine (Thylacinus cynocephalus) merupakan salah satu marsupial predator yang pernah menghuni Australia, khususnya Pulau Tasmania. Dilansir Australian Museum, penampilan harimau tasmania terlihat seperti seekor anjing dengan bulu pendek berwarna kuning kecokelatan. Kata "harimau" pada namanya berasal dari garis vertikal berwarna gelap berjumlah 15—20 garis di bagian belakang tubuhnya. Mereka memiliki telinga yang relatif pendek dan rahangnya menampung sekitar 46 buah gigi yang sangat kuat.

Kepunahan harimau tasmania terjadi pada tahun 1936. Mirisnya, 59 hari sebelum dinyatakan punah, sebenarnya pemerintah setempat baru saja menekan peraturan untuk melindungi populasi harimau tasmania yang sudah sangat menipis. Individu harimau tasmania terakhir adalah Benjamin, penjantan yang mati di Kebun Binatang Hobart pada 7 September 1936. 

Berita kepunahan marsupial unik ini tentu sangat memilukan. Apalagi, spesies ini merupakan satu-satunya hewan dalam genus Thylacinus sehingga mereka tak punya kerabat dekat lainnya. Beruntungnya, Andrew J Pask dari University of Melbourne mengumumkan kalau genom inti harimau tasmania berhasil diurutkan pada tahun 2017. Dengan bantuan teknologi bernama Crispr-Cas9, susunan genetik dan tiap sel pada harimau tasmania dapat dipetakan hingga menjadi satu cetak biru.

Untuk melakukan ini, Andrew J Pask meneliti ratusan spesimen harimau tasmania yang masih dalam kondisi baik. Oleh karena waktu kepunahan harimau tasmania tak terlampau jauh, kondisi DNA pada spesimen yang diteliti terbilang masih dalam kondisi baik, kendati masih sangat sulit untuk menyusunnya kembali.

Tantangan berikutnya adalah mencari inang yang akan mengandung "harimau tasmania baru" nantinya. Mengingat tak ada hewan lain dalam genus Thylacinus, maka ilmuwan perlu mencari hewan lain yang masih berkerabat dengan marsupial ini.

Hasilnya, ada satu hewan pengerat yang jadi kerabat terdekat harimau tasmania bernama dunnart (genus Sminthopsis). Setelah berhasil memecahkan susunan genom dan DNA harimau tasmania yang sangat sulit itu, nantinya pengerat kecil inilah yang akan dipercaya untuk membawa kembali harimau tasmania. Harapannya, ketika penelitian ini berhasil, ilmuwan dapat membawa marsupial predator ini kembali ke alam. Kalau semuanya berjalan lancar, diperkirakan pada awal 2027 kita bisa mendapat kabar baik tentang kembalinya predator unik dari Australia ini.

2. Quagga

5 Spesies Hewan Punah yang akan Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwanfoto quagga terakhir yang hidup di Kebun Binatang London (commons.wikimedia.org/Frederick York)

Quagga (Equus quagga quagga) merupakan mamalia dengan tubuh layaknya perpaduan antara kuda dengan zebra. Pada dasarnya, hewan ini memang masih berkerabat erat dengan zebra, khususnya zebra dataran (Equus quagga). Mereka dahulu dapat ditemukan di Afrika Selatan dengan habitat yang mirip seperti kerabatnya.

Dilansir Animal DIversity, quagga memiliki bobot sekitar 250—300 kg dengan panjang tubuh 257 cm. Mereka punya bulu berwarna dasar gelap dengan garis belang khas zebra, namun hanya terlihat jelas pada bagian kepala dan leher saja.

Sama seperti harimau tasmania, quagga punah relatif belum begitu lama dan individu terakhir yang diketahui mati di Kebun Binatang Amsterdam pada 1883. Dilansir Live Science, usaha untuk mengembalikan quagga sudah dimulai sejak 1987. Hanya saja, cara ilmuwan mengembalikan kerabat zebra ini tak sama seperti harimau tasmania yang memerlukan modifikasi genetik.

Cara yang dilakukan adalah mengembangbiakkan spesies zebra dataran secara selektif hingga menghasilkan individu dengan motif belang yang minim, seperti yang dilakukan The Quagga Project di Afrika Selatan. Cara ini sempat mendapat tentangan, khususnya oleh University College London. Dalam penilaiannya, proyek pengembangbiakkan selektif ini hanya akan membuang dana dan menganggap individu yang lahir nantinya bukan quagga sejati, melainkan zebra padang rumput dengan rekayasa genetik.

University College London kemudian turut memberikan saran terkait upaya mengembalikan quagga. Dengan mengekstrak DNA dari tulang rawan quagga yang tersisa, ilmuwan bisa menanamkannya pada sel telur zebra biasa hingga akhirnya dapat berkembang sebagai individu.

Sejatinya, cara mana pun yang ditempuh untuk mengembalikan quagga, tantangannya masih bisa dikalkulasi ketimbang harimau tasmania. Sebab, quagga masih memiliki kerabat dekat karena pada dasarnya mereka merupakan subspesies dari zebra dataran yang masih tersebar sangat luas. Jika salah satu dari dua cara di atas membuahkan hasil yang positif, bisa saja dalam waktu dekat kita dapat menyaksikan kembalinya subspesies zebra yang unik ini.

3. Mamut berbulu

5 Spesies Hewan Punah yang akan Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwanilustrasi atau diorama dari mamut berbulu (commons.wikimedia.org/Tracy O)

Berbeda dengan hewan lain dalam daftar ini, mamut berbulu (Mammuthus primigenius) jadi hewan punah dalam waktu paling lama. Dilansir Britannica, mamut berbulu diperkirakan berbobot 6—8 ton, panjang 2,8—3,8 meter, dan tinggi tubuh 3—3,7 meter.

Bulu tebalnya cenderung berwarna kuning kecokelatan dan terdapat beberapa bagian berwarna cokelat tua yang diperkirakan bisa tumbuh sepanjang 70 cm. Lapisan lemak raksasa ini juga setebal 8 cm yang menandakan adaptasi mereka terhadap habitat yang dingin.

Dulunya, mamut berbulu hidup di kawasan Bumi utara yang meliputi Eurasia dan Amerika Utara. Populasi mereka mulai menurun sejak 100 ribu tahun lalu karena perubahan iklim dan perburuan manusia, tetapi mamut berbulu diperkirakan baru benar-benar punah sekitar 10.500—7.600 tahun yang lalu. Upaya pengembalian mamut berbulu pastinya jadi salah satu topik yang sangat populer dalam beberapa tahun ke belakang.

Salah satu alasan kenapa ilmuwan ingin membangkitkan kembali mamut berbulu adalah karena penemuan sejumlah spesimen dalam kondisi yang baik. Upaya yang dilakukan ilmuwan dalam menjawab tantangan melahirkan kembali mamut berbulu sama seperti yang dilakukan dengan harimau tasmania, yakni dengan Crispr-Cas9. Nantinya, hasil rekayasa genetik yang diperoleh akan ditanamkan pada seekor gajah asia (Elephas maximus).

Gajah asia dipilih karena kedekatan keduanya secara genetik. Pada dasarnya gajah asia merupakan kerabat paling dekat dengan mamut berbulu. Hanya saja, proses pemecahan genom inti mamut berbulu jelas jauh lebih sulit ketimbang harimau tasmania. Sebab, spesimen yang ditemukan—sekalipun dalam kondisi utuh—sudah mati ribuan tahun yang lalu. Ilmuwan masih belum tahu sebanyak apa rekonstruksi genom yang diperlukan agar bisa melahirkan mamut berbulu yang otentik.

Beberapa cara lain yang bisa jadi alternatif adalah membuat kloning mamut berbulu. Akan tetapi, metode ini juga masih sukar dilakukan karena DNA mamut berbulu yang ditemukan belum mencukupi. Selain itu, jika beruntung, cara lain yang bisa ditempuh bisa dengan melakukan inseminasi sperma mamut berbulu—jika memang kita berhasil menemukannya—ke rahim gajah asia sebagai kerabat terdekat dari mamalia raksasa ini.

Baca Juga: 6 Fakta Paus Sikat Atlantik Utara, Jadi Paus Paling Terancam Punah

4. Auroch

5 Spesies Hewan Punah yang akan Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwanlukisan auroch (commons.wikimedia.org/Charles Hamilton Smith)

Dibandingkan dengan spesies lain dalam daftar ini, nama auroch (Bos primigenius) mungkin masih asing di telinga. Mereka merupakan mamalia besar dengan penampilan mirip bison yang masih berkerabat dengan sapi dan kerbau. Spesies yang satu ini dulunya tersebar di padang rumput Eurasia dan Afrika Utara. Bulu auroch diperkirakan berwarna coelat dan cokelat tua dan bobotnya bisa mencapai 1—1,25 ton.

Dilansir Discover Wildlife, populasi auroch mulai menurun sejak abad ke-13 karena kehilangan habitat dan perburuan oleh manusia. Namun, si besar yang satu ini sebenarnya masih dapat bertahan hingga tahun 1600-an. Individu terakhir diperkirakan mati di Hutan Jaktorów, Polandia, pada 1627.

Upaya mengembalikan auroch sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1930-an lewat upaya pengembangbiakkan selektif dari sapi modern. Orang yang mengupayakannya adalah direksi salah satu kebun binatang di Jerman, yaitu Heinz dan Lutz Heck.

Akan tetapi, proses pengembangbiakkan itu tak berjalan dengan semestinya karena sapi-sapi yang lahir hanya bertubuh lebih besar. Hanya sedikit dari mereka yang memiliki ciri dari auroch. Kegagalan itu jelas bukan menjadi akhir dari upaya ilmuwan untuk mengembalikan auroch.

Dilansir The Collector, pengembangbiakkan selektif masih diupayakan karena metode ini dinilai paling memungkinkan untuk melahirkan kembali auroch. Sebab, sapi modern, yang pada dasarnya keturunan dari auroch, menyimpan sebagian besar DNA dari mamalia besar tersebut. Biarpun demikian, proses ini perlu pengamatan yang jauh lebih teliti. Mencari sapi dengan kemiripan ciri fisik dan perilaku jadi salah satu kunci keberhasilan proyek ini. 

5. Merpati penumpang

5 Spesies Hewan Punah yang akan Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwanpotret sepasang merpati penumpang yang sudah diawetkan di museum (commons.wikimedia.org/Cephas)

Kalau hewan-hewan di atas punah dalam waktu relatif lamban sebelum punah, merpati penumpang (Ectopistes migratorius) justru bernasib sebaliknya. Dilansir ThoghtCo, pada awal abad ke-19, diperkirakan ada 5 miliar merpati penumpang yang tersebar di Amerika Utara. Kendati demikian, populasi mereka punah hanya dalam waktu 100 tahun. Merpati penumpang terakhir yang diketahui adalah individu bernama Martha yang mati pada 1 September 1914 di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat.

Perburuan besar-besaran dan kehilangan habitat jadi penyebab utama hancurnya populasi merpati penerbang dalam waktu singkat. Tiap tahun, ada puluhan juta merpati yang diburu manusia, baik untuk dikonsumsi ataupun karena dianggap hama.

Kalau bicara soal penampilan, sebenarnya merpati penerbang tak berbeda jauh dengan burung merpati yang ditemukan di kawasan Asia, Afrika, Eropa, dan Australia. Ukuran merpati penumpang sedikit lebih besar dari saudaranya yang lain, yaitu dengan panjang tubuh 32 cm. Bulunya berwarna abu-abu dengan sedikit motif berwarna merah muda, biru, dan jingga pada bagian dada. Mereka tinggal dalam koloni dan menjalani masa migrasi pada musim tertentu.

Karena kepunahan burung ini baru terjadi sekitar 100 tahun silam, beberapa museum masih menyimpan spesimen dalam kondisi yang sangat baik. Dengan demikian, sebenarnya menghidupkan kembali merpati penerbang masih bisa dilakukan. Hanya saja, merpati penerbang yang nantinya akan dihidupkan sebenarnya tak akan 100 persen sama dengan spesies yang sudah punah sebelumnya.

Kloning 100 persen itu sulit dilakukan karena DNA merpati penumpang yang ada tidak dalam kondisi yang utuh. Itu sebabnya, alternatif lain yang diupayakan ilmuwan adalah memberikan DNA merpati penumpang yang tersisa dan menginjeksinya pada kerabat terdekat burung ini, yakni merpati ekor pita (Patagioenas fasciata). Memang tak akan sama persis, tapi merpati yang berkembang dari proses ini diperkirakan memiliki kesamaan ciri dengan merpati penumpang yang sudah punah.

Meski terdengar seperti kabar baik, sebenarnya proyek untuk menghidupkan kembali hewan yang sudah punah tak lepas dari kontroversi. Masalah etik jadi diding pertama yang perlu dijawab ilmuwan karena mereka secara tak langsung sedang berusaha menciptakan "kehidupan" yang baru dan belum tentu sama dengan apa yang diharapkan. Selain itu, masalah terkait ekosistem pun jadi sesuatu yang tak boleh luput dari perhatian.

Dilansir BBC, pada beberapa hewan yang sudah punah ribuan tahun lamanya, kita perlu memperkirakan apakah keadaan Bumi hari ini masih bisa mendukung kehidupan mereka jika nantinya benar-benar berhasil dilahirkan kembali. Misalnya, pada kasus mamut berbulu, habitat mereka saat masih eksis jelas sudah sangat berbeda dengan Bumi saat ini. Tanaman yang dulu jadi makanan pokok mereka pun sudah pasti tak tersedia lagi di alam.

Masalah ekosistem ini tentu juga berlaku bagi keanekaragaman hayati lain di habitat yang nantinya akan ditinggali hewan-hewan yang baru dihidupkan kembali itu. Pertanyaan soal apakah kehadiran mereka justru akan mengganggu rantai makanan dan bisakah mereka beradaptasi dengan kehadiran hewan baru jadi tantangan lain bagi ilmuwan. Maka dari itu, selektif dalam membangkitkan hewan-hewan punah sudah seperti kewajiban dalam hal ini.

Misalnya saja, menghidupkan kembali hewan-hewan yang memang baru punah dalam puluhan atau ratusan tahun ke belakang dan mengkaji seberapa penting perannya di alam liar. Selain itu, kalaupun kita memang berhasil membangkitkan hewan yang sudah punah sebelumnya, hasil penelitian ini jelas lebih baik dimanfaatkan pula untuk upaya konservasi hewan yang sudah terancam punah. 

Pada akhirnya, menghidupkan kembali hewan-hewan yang sudah punah pastinya jadi berita yang menggembirakan. Namun, hal itu tak akan pernah lepas dari kontroversi. Apalagi, sebagian besar hewan-hewan di atas punah karena ulah umat manusia sendiri. Kalau menurutmu, apakah kita perlu menghidupkan kembali hewan-hewan yang sudah punah?

Baca Juga: Apa yang Terjadi pada Manusia jika Hewan Punah?

Anjar Triananda Ramadhani Photo Verified Writer Anjar Triananda Ramadhani

Penulis artikel dengan tema sains, alam, dan teknologi | Email: anjar.triananda85@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya