TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BPA dan Kesehatan, Apa Kata Ilmuwan Tentang Risikonya?

Penelitian pada manusia belum dilakukan

ilustrasi air minum (pexels.com/Pixabay)

Intinya Sih...

  • BPA adalah bahan kimia yang sering ditemukan dalam produk sehari-hari, seperti kemasan makanan dan peralatan medis.
  • Menurut pakar polimer, risiko migrasi BPA ke dalam makanan atau minuman sangat kecil karena titik leleh polikarbonat tinggi.
  • Studi meta-analisis belum menunjukkan hubungan signifikan antara BPA dan penyakit seperti diabetes, kanker, atau infertilitas pada manusia.

Bisphenol-A (BPA) adalah bahan kimia yang sering ditemukan dalam produk sehari-hari, seperti kemasan makanan, thermal paper, dan peralatan medis.

BPA sering dituding sebagai salah satu risiko permasalahan kesehatan. Contohnya, BPA bersifat sebagai endocrine disruptor, yang bisa menyerupai hormon estrogen, memicu pubertas dini pada anak perempuan, dan berefek pada kelenjar prostat.

Namun, apakah benar demikian? Hal ini dibahas secara detail dalam acara Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS pada Selasa (10/9/2024) di Jakarta.  Acara ini menghadirkan dua orang pakar di bidang polimer dan endokrinologi untuk mengulik tentang BPA secara lebih dalam. 

1. BPA berpotensi bermigrasi hanya pada kondisi ekstrim

ilustrasi botol bebas BPA (freepik.com/freepik)

BPA digunakan sebagai bahan baku untuk membuat plastik polikarbonat dan epoksi, yang banyak digunakan dalam berbagai produk.

Menurut Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, ahli polimer dari IPB, BPA yang terkandung dalam produk polikarbonat hampir tidak ada yang tersisa setelah proses pembuatan.

Risiko migrasi BPA ke dalam makanan atau minuman pun sangat kecil, terutama karena polikarbonat memiliki titik leleh yang tinggi, yaitu 200°C. Bahkan saat terkena panas dalam distribusi, suhu biasanya tidak lebih dari 50°C, jauh dari kondisi ekstrem yang dapat memicu migrasi.

"Polikarbonat itu sangat tahan panas, melting point-nya (titik leleh) 200 derajat Celcius. Proses distribusi pun misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya,” papar Prof. Nugraha.

2. Bukti ilmiah belum mendukung bahaya kesehatan BPA

Menurut Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, ahli endokrin, penelitian yang mendukung klaim bahwa BPA berbahaya bagi kesehatan manusia masih kurang kuat. Kebanyakan studi yang menunjukkan risiko kesehatan dilakukan pada hewan laboratorium dengan dosis tinggi. Ini berbeda dari kondisi paparan pada manusia.

Studi meta-analisis belum menunjukkan hubungan signifikan antara BPA dan penyakit seperti diabetes, kanker, atau infertilitas pada manusia. Dengan demikian, kekhawatiran bahwa BPA memicu penyakit-penyakit tersebut masih dianggap sebagai mitos yang tidak terbukti secara ilmiah.

"Belum ada konsensus bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker. Belum ada sama sekali. Belum ada bukti (penelitian ilmiah) pada manusia. Yang ada hanya penelitian di lab dengan hewan coba," ujar Dr. Aswin. 

Baca Juga: Studi: Dengan Lindungi 1,2% Daratan Bumi, Bisa Cegah Kepunahan Massal

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya