TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

11 Tanaman yang Mengandung Bahan Psikoaktif, Bikin Halusinasi

Tidak boleh sembarangan dikonsumsi tanpa pengawasan ahli, ya

tanaman hop (pixabay.com/RitaE)

Apa jadinya hidup manusia tanpa tanaman? Tentu berantakan, ya. Pasalnya, tanaman membantu menyediakan berbagai nutrisi bagi tubuh manusia agar berfungsi, berevolusi, dan bertahan hidup sebagaimana mestinya. Itu sebabnya, manusia mampu menemukan banyak sekali kegunaan tanaman selama ribuan tahun yang lalu.

Orang Mesir Kuno, misalnya, menggunakan tanaman Lavandula atau lavender untuk membuat parfum dan berbagai jenis salep. Lalu, orang Romawi Kuno menggunakan tanaman Salvia officinalis atau sage untuk merawat rambut. Ia pun dibuat obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Nah, penggunaan tanaman pertama, yang diketahui oleh manusia karena sifatnya yang memabukkan dan mengandung bahan psikoaktif, berasal dari abad ke-11 SM atau sekitar 13 ribu tahun yang lalu di Levant atau Syam (wilayah Mediterania Timur). Hal ini diungkapkan dalam Journal of Archaeological Science: Reports yang berjudul "Fermented beverage and food storage in 13,000 y-old stone mortars at Raqefet Cave, Israel: Investigating Natufian ritual feasting". Saat itu, peradaban Natufian membuat bir beralkohol dari tujuh tanaman yang berbeda. Tanaman berbahan psikoaktif adalah tanaman yang bisa memengaruhi pikiran atau cara kerja otak. Ini pun tergantung pada tanaman tertentu.

Sebagian besar, tanaman yang mengandung bahan psikoaktif biasanya mengandung zat kimia yang memengaruhi berbagai neurotransmiter, seperti reseptor serotonin, dopamin, dan kanabinoid. Zat-zat kimia ini bertanggung jawab atas stimulasi, sedasi, perubahan suasana hati, bahkan halusinasi. Saat ini, tanaman masih memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Nah, banyak juga, nih, yang memanfaatkan sifat psikoaktif tanaman untuk alasan pengobatan, bahkan kesenangan. Apa saja, ya?

1. Koka

daun dan buah koka (Erythroxylum coca) di Villavicencio, Meta, Kolombia (commons.wikimedia.org/Danna Guevara)

Erythroxylum coca, atau yang lebih dikenal sebagai tanaman koka, adalah salah satu tanaman yang paling terkenal karena terkait dengan sejarah manusia. Di sisi lain, kokain adalah obat psikoaktif yang bisa ditemukan di daun tanaman koka. Kokain bekerja pada beberapa neurotransmiter di otak manusia, seperti dopamin dan serotonin.

Nah, ketika neurotransmiter ini terangsang, pengguna kokain akan mengalami euforia dan energinya meningkat. Namun, ada efek sampingnya, lho, seperti kehilangan nafsu makan dan merasa paranoia serta mengalami kecemasan yang parah. Tanaman ini juga membuat otak melepaskan dopamin dalam jumlah besar dan tidak teratur. Inilah yang membuat penggunanya merasa euforia dan bahagia.

Akan tetapi, kokain juga dapat mengubah kimia pada otak dari waktu ke waktu hingga menjadi kecanduan psikologis. Selain itu, kokain punya banyak efek negatif pada sistem jantung akibat sering terjadinya peningkatan rangsangan. Di samping itu, janin, yang terpapar kokain di dalam kandungan, perkembangan dan pertumbuhan otaknya akan terhambat.

Tanaman koka sendiri berasal dari daerah Amerika Selatan, terutama daerah Pegunungan Andes dan pesisir barat laut dari Peru hingga Venezuela. Dikutip laman BBC News, peneliti Tom Dillehay dari Universitas Vanderbilt di AS dan rekan-rekannya telah menemukan bukti bahwa manusia mulai menggunakan daun koka yang dikombinasikan dengan bubuk kapur sejak 8 ribu tahun yang lalu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan efek psikoaktifnya.

2. Tembakau

ilustrasi petani tembakau (pixabay.com/Carlos/Saigon/Vietnam)

Tembakau merupakan salah satu tanaman yang mengandung bahan psikoaktif terpopuler dan banyak digunakan dalam sejarah manusia modern. Tembakau mengandung bahan psikoaktif yang dikenal sebagai nikotin. Nikotin inilah yang sangat adiktif bagi penggunanya.

Ada dua jenis tanaman utama tembakau yang mengandung nikotin: Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica. Keduanya berasal dari famili tanaman Solanaceae. Tembakau biasanya dikonsumsi dengan cara diisap daun keringnya atau yang biasa kita kenal sebagai rokok, dengan dihirup daunnya sebagai tembakau sedot, atau dengan cara dikunyah.

Nikotin sendiri memengaruhi nicotinic acetylcholine receptor (nAChR) di otak manusia. Inilah yang mengendalikan neurotransmiter, seperti asetilkolin, dopamin, dan serotonin. Nikotin masuk ke otak hanya dalam hitungan 10 detik setelah dikonsumsi.

Biasanya, pencandu nikotin ini merasa lebih rileks dan fokus. Hal ini disebabkan oleh reaksi asetilkolin. Selain itu, nikotin dapat meningkatkan fungsi kognitif yang terkait dengan daya ingat dan keterampilan motorik halus.

Inilah sebabnya mengapa pengguna nikotin bisa kecanduan dan sulit untuk berhenti. Jika seseorang berhenti mengonsumsi nikotin secara tiba-tiba, mereka merasa kehilangan kemampuan kognitifnya. Sayangnya, ada bukti kuat bahwa perokok remaja lebih mungkin, nih, mengembangkan cacat psikiatris dan kognitif saat tua nanti akibat efek nikotin pada otak, sebagaimana yang diungkapkan dalam jurnal Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine berjudul "Short- and Long-Term Consequences of Nicotine Exposure during Adolescence for Prefrontal Cortex Neuronal Network Function" (2012).

3. Ganja

ilustrasi daun ganja (commons.wikimedia.org/Mohammad Faisal Pirzada)

Istilah mariyuana atau lebih dikenal ganja merupakan bahan psikoaktif yang ditemukan pada tanaman kanabis, yang terdiri dari tiga spesies: Cannabis sativa, Cannabis indica, dan Cannabis ruderalis. Namun, hanya tanaman kanabis yang mengandung bahan psikoaktif delta-9 tetrahydrocannabinol (THC) dalam jumlah yang signifikan, yang bisa dianggap sebagai ganja. Lalu, tanaman kanabis nonpsikoaktif dikenal sebagai rami.

THC bekerja pada otak manusia dengan memengaruhi cannabinoid receptor dalam sistem endocannabinoid (ECS), yang keberadaannya baru ditemukan oleh para ilmuwan pada 1980-an, seperti penelitian yang diterbitkan ScienceDirect. ECS sendiri mengendalikan berbagai hal di otak manusia seperti memori, pembelajaran, bahkan pengendalian rasa sakit. Selain itu, terdapat cannabinoid receptor di seluruh otak yang mengendalikan nafsu makan, pembelajaran, pengendalian motorik, koordinasi, emosi, dan rasa takut.

Tubuh manusia biasanya memproduksi dan menggunakan zat kimia anandamide untuk mengatur ECS. Namun, ketika orang mengonsumsi THC, THC tersebut akan menggantikan anandamide dan membuat penggunanya merasakan rileks dan sedasi, halusinasi visual dan mengalami kecemasan, serta perilaku impulsif dan menurunnya daya ingat. Selain itu, THC juga mampu melepaskan dopamin secara cepat dengan kadar yang tinggi, yang dapat membuat penggunanya merasa euforia.

Dilansir Science, ada bukti yang menunjukkan bahwa sejak 2.500 SM di Asia Tengah, manusia sudah menggunakan ganja. Namun, pengguna ganja lebih berisiko mengalami gangguan kejiwaan seperti skizofrenia dan dapat memperburuk gejala gangguan bipolar. Menariknya, ganja justru dapat membantu penderita skizofrenia, tapi dengan dosis yang ditentukan oleh ahli, lantaran dianggap dapat memperbaiki memori.

4. Salvia divinorum

tanaman Salvia divinorum (commons.wikimedia.org/Eric Hunt)

Selama ratusan tahun, manusia sudah menggunakan tanaman Salvia divinorum dalam keagamaan, spiritual, dan medis. Tanaman ini berasal dari Oaxaca, Meksiko, di pegunungan Sierra Madre Oriental. Selama bertahun-tahun lamanya, satu-satunya pengguna tanaman ini adalah penduduk asli Mazatec. Baru sejak pertengahan abad ke-20, penggunaan tanaman ini menyebar ke seluruh dunia dan saat ini merupakan obat rekreasional yang populer.

Tanaman tersebut dikonsumsi dengan cara dijadikan rokok atau langsung dikunyah daunnya. Pengguna tanaman ini biasanya akan berhalusinasi secara visual dan sinestesia—atau mengalami beberapa indra sekaligus, seperti kemampuan untuk merasakan suara. Hal ini hanya berlangsung sekitar 20 menit, tetapi bisa sangat intens.

Senyawa psikoaktif di dalam Salvia dikenal sebagai salvinorin A. Salvinorin A sendiri menargetkan kappa opioid receptor (KOR) di otak manusia. Menurut International Journal of Neuropsychopharmacology berjudul "Salvinorin-A Induces Intense Dissociative Effects, Blocking External Sensory Perception and Modulating Interoception and Sense of Body Ownership in Humans" (2015), efeknya berbeda dari halusinogen pada umumnya, seperti LSD dan psilosibin, yang menargetkan reseptor serotonin untuk menghasilkan efeknya. Salvinorin A juga menghasilkan perasaan disosiatif yang kuat pada penggunanya.

Belum diketahui efek samping Salvia terkait masalah kesehatan. Namun, banyak orang yang mengonsumsi tanaman ini harus dilarikan ke ruang gawat darurat. Itu karena efek halusinasinya yang sangat intens.

5. Peyote

kaktus peyote (pixabay.com/Emma Gabriela Pérez Vargas)

Peyote, atau Lophophora williamsii merupakan kaktus paling terkenal di dunia. Menurut jurnal yang diterbitkan The Lancet pada 2002 berjudul "Mescaline use for 5700 years", kaktus peyote telah digunakan manusia selama 5.700 tahun. Penduduk asli Amerika di wilayah yang saat ini merupakan Amerika Serikat bagian barat daya dan Meksiko utara menggunakan peyote untuk tujuan spiritual, keagamaan, dan pengobatan sejak 3 ribu tahun yang lalu. Sebagian besar orang mengonsumsi kancing-kancing (semacam benjolan) dari mahkota kaktus peyote, yang mengandung bahan psikoaktif dan dikenal sebagai meskalin.

Meskalin adalah halusinogen psikedelik yang mengaktifkan reseptor serotonin dan dopamin di otak. Namun, bagaimana tepatnya stimulasi reseptor ini bisa menyebabkan efek psikedelik, masih belum dipahami betul. Reseptor serotonin 5-HT2A dan 5-HT2C adalah reseptor yang dapat dipengaruhi oleh zat meskalin dan yang menyebabkan terjadinya halusinasi.

Hanya dibutuhkan sekitar 300—500 miligram untuk menciptakan efek halusinogen tersebut. Itu berarti, memakan 7 hingga 11 kancing peyote, efek psikoaktifnya akan muncul sekitar 1 jam kemudian. Nah, biasanya orang yang mengonsumsi bahan psikoaktif ini akan mengalami hipersensitivitas terhadap suara dan distorsi nada serta sinestesianya meningkat. Meski begitu, Lophophora williamsii bukan satu-satunya kaktus yang mengandung meskalin. Ada beberapa kaktus lain di Amerika yang mengandung bahan psikoaktif tersebut. 

Baca Juga: 5 Kesalahan yang Membuat Tanaman Kaktus Mini Cepat Layu

6. Psychotria viridis

Ahli etnobotani, Chris Kilham, berfoto dengan daun chacruna (Psychotria viridis), di Blue Morpho, Peruvian Amazon. (commons.wikimedia.org/Zoe Helene)

Tanaman semak Psychotria viridis berasal dari Hutan Hujan Amazon. Tanaman ini familier dengan bahan psikoaktifnya yang dikenal sebagai dimethyltryptamine (DMT). Selama ribuan tahun silam, para dukun di Amazon menggabungkan tanaman Psychotria viridis dengan tanaman merambat Banisteriopsis caapi untuk membuat ramuan psikedelik yang dikenal sebagai Ayahuasca. Para dukun menggunakan Ayahuasca dalam upacara spiritual, keagamaan, hingga pengobatan.

Seperti obat psikedelik meskalin, DMT memengaruhi reseptor serotonin 5-HT2A, 5-HT2C, dan 5-HT1C di otak manusia untuk menghasilkan efek halusinogennya. Obat ini juga menstimulasi neurotransmiter, seperti dopamin dan asetilkolin. Namun, sebagian besar bahan psikoaktifnya bekerja dengan mengaktifkan respons serotonin 5-HT.

Tidak seperti obat psikedelik lainnya, DMT tidak aktif jika hanya dikonsumsi secara oral. Itulah sebabnya para dukun menggunakan tanaman Banisteriopsis caapi, karena tanaman tersebut mengandung alkaloid tertentu agar tubuh tidak merusak DMT saat dicerna. Jadi, DMT bisa bekerja secara maksimal. Selain DMT, Ayahuasca juga mengandung obat 5-MeO-DMT dan 5-OH-DMT, yang juga menargetkan neurotransmiter yang sama dan menghasilkan efek halusinogen yang serupa.

Aspek menarik lain dari DMT adalah bahan psikoaktif ini dapat ditemukan secara alami di otak manusia dalam konsentrasi rendah. Namun, para ilmuwan belum tahu tentang cara kerjanya. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa pelepasan DMT dalam otak manusia mungkin berperan dalam cara kita merasakan kesadaran, seperti mimpi atau pengalaman mendekati kematian, tetapi itu jauh dari konklusif dan hanya spekulatif, sebagaimana yang diungkapkan dalam National Library of Medicine.

7. Buah pinang

pohon pinang (pixabay.com/Kim Há Quách)

Menurut Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Indonesia menjadi salah satu penghasil tanaman pinang terbesar di dunia. Pinang merupakan salah satu obat psikoaktif yang paling umum digunakan. Pinang sendiri berasal dari Asia Tenggara dan memiliki nama ilmiah Areca catechu atau lebih populer dengan nama pohon palem. 

Buah pinang biasanya dikonsumsi dengan cara direbus terlebih dahulu. Lalu, ia dibungkus dengan daun sirih. Nah, buah pinang ini akan memberikan efek euforia, meningkatkan kesadaran, dan menstimulasi mental.

Ada empat alkaloid psikoaktif dalam pohon pinang: arecoline, arecaidine, guvacoline, dan guvacine. Bahan psikoaktif ini berkontribusi terhadap sifat stimulasinya karena berinteraksi dengan reseptor asam gama-aminobutirat (GABA) di otak manusia, seperti yang dijelaskan melalui Indian Journal of Medical and Paediatric Oncology, berjudul "A review of the systemic adverse effects of areca nut or betel nut" (2014). Reseptor GABA membantu menenangkan pikiran dan menghilangkan stres serta dapat menimbulkan perasaan gembira. Selain itu, sirih juga meningkatkan konsentrasi noradrenalin atau norepinefrin dan adrenalin di otak, yang merupakan penyebab dari meningkatnya suasana hati, gairah, dan kewaspadaan.

Dalam banyak hal, sirih sebanding dengan nikotin karena sifatnya yang sangat adiktif dan efek stimulasi serta euforia yang ringan. Penggunaan buah pinang paling sering dijumpai di wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia, India, Sri Lanka, dan Filipina. Namun, para imigran telah membawa tradisi tersebut ke Amerika Serikat.

8. Bunga opium

bunga opium (commons.wikimedia.org/George Chernilevsky)

Sebagai pendahulu beberapa zat legal dan ilegal yang paling banyak digunakan di dunia, bunga opium punya reputasi yang cukup kontroversial, lho. Meski bermanfaat dalam banyak pengobatan, bunga ini juga sangat adiktif secara mental dan fisik. Ada opiat yang berasal dari alam, seperti heroin dan oksikodon, dan opiat yang berasal dari sintetis, seperti fentanil dan metadon. Di samping itu, efek opiat sintetis ini jauh lebih kuat.

Nama ilmiah bunga opium adalah Papaver somniferum. Bunga ini berasal dari Asia dan banyak orang yang masih membudidayakannya hingga saat ini. Dua obat psikoaktif terbesar dalam bunga opium adalah morfin dan kodein. Kedua bahan psikoaktif ini punya efek supresif yang ekstrem.

Ada reseptor opioid yang berbeda di tubuh manusia, terutama di otak dan sumsum tulang belakang, yang berinteraksi dengan opiat. Reseptor ini bekerja dengan mengurangi rasa sakit yang dirasakan pengguna dan memperlambat pernapasan serta menahan batuk. Selain itu, banyak pengguna yang juga mengalami euforia dan seperti sedang bermimpi.

Beberapa reseptor opioid, khususnya reseptor mu-opioid, melepaskan dopamin yang membuat nafsu makan bertambah. Di sisi lain, opiat ini dapat membuat kecanduan karena dapat merangsang reseptor ini. Selain itu, penggunaan jangka panjang dapat membuat sistem kerja otak menurun sehingga otak memaksa penggunanya untuk mengonsumsi opiat lebih banyak lagi dan juga berkelanjutan untuk mempertahankan fungsi otak tetap normal.

9. Tanaman hop

tanaman hop (pixabay.com/RitaE)

Selain alkohol, tanaman hop juga bisa membuat mabuk. Hop termasuk dalam famili tanaman yang sama dengan mariyuana, yakni Cannabaceae. Ada dua jenis tanaman hop, yakni Humulus lupulus atau hop biasa dan Humulus japonicus atau hop jepang. Namun, produsen bir biasanya menggunakan hop biasa untuk membuat bir. Penggunaan hop sendiri dapat membantu meningkatkan rasa, aroma, dan kesegaran bir. Kendati demikian, tidak semua bir mengandung tanaman hop, ya.

Efek psikoaktif tanaman hop pada otak bersifat sedatif. Saat hop diseduh, beberapa senyawanya mulai rusak karena reaksi oksidasi. Senyawa ini bergabung dengan resin pahit alami yang terkandung dalam hop untuk merangsang neurotransmiter asam gama-aminobutirat (GABA) di otak manusia. 

Neurotransmiter GABA membantu mengurangi rangsangan saraf sehingga membuat perasaan lebih tenang dan menghilangkan stres serta kecemasan. Jadi, ketika neurotransmiter GABA ini aktif, hal ini dapat menyebabkan rasa kantuk. Hal ini diperkuat dengan meningkatnya produksi hormon melatonin, yang juga dikaitkan dengan rasa kantuk.

Para petani menanam tanaman hop di Amerika Serikat hingga Eropa Timur dan Asia. Dikutip laman Craft Beer & Brewing, manusia sendiri menggunakan tanaman hop dalam pembuatan bir setidaknya selama 1.200 tahun. Meski alkohol merupakan zat yang memabukkan, tanaman hop masih memainkan peran psikoaktif yang penting. Tanpa hop, tidak akan ada yang namanya bir asli.

 

10. Tanaman iboga

Tabernanthe iboga (Apocynaceae), Kebun Raya Limbe, Kamerun (commons.wikimedia.org/Marco Schmidt)

Tanaman iboga, atau Tabernanthe iboga, adalah semak yang sangat unik. Jika dikonsumsi, tanaman ini dapat memabukkan, tapi tidak membuat kecanduan pada penggunanya. Tanaman iboga berasal dari Afrika Barat dan bahan psikoaktif utamanya disebut ibogaine.

Ibogaine dapat membuat orang mengalami halusinasi yang mirip dengan obat-obatan psikedelik seperti LSD. Menurut penelitian yang diterbitkan pada 2018 dalam Progress in Brain Research berjudul "Ibogaine as a treatment for substance misuse: Potential benefits and practical dangers" oleh John Martin Corkery, sifat halusinogennya terkait dengan interaksi ibogaine dengan kappa opioid receptor (KOR) dan 5-HT2A di otak manusia.

Namun, yang membuat iboga unik, ia tidak membuat penggunanya kecanduan. Para ilmuwan sendiri masih memperdebatkan alasannya. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa mengonsumsi ibogaine dapat mengurangi kadar dopamin di otak dan mengubah alur saraf di otak. Ini berarti, mereka yang mengonsumsi tanaman ini tidak merasakan ketergantungan pada tanaman ini karena jalur saraf yang baru dikembangkan akan mengarah ke tempat yang berbeda.

Banyak pengguna tanaman ini menceritakan bahwa setelah mengonsumsi ibogaine, keinginan mereka untuk mengonsumsi tanaman ini menurun, kadang selama beberapa bulan. Hal ini diperkuat oleh beberapa penelitian yang dilakukan pada hewan, yang menunjukkan reaksi serupa terhadap kokain dan opiat setelah mengonsumsi ibogaine juga, sebagaimana dijelaskan dalam jurnal yang berjudul "The effects of ibogaine on dopamine and serotonin transport in rat brain synaptosomes" (1999), yang diterbitan oleh Brain Research Bulletin.

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya