Gurun Sahara Mendadak Menghijau, Dampak dari Perubahan Iklim

Terjadi hujan yang tak terduga

Intinya Sih...

  • Hujan deras di Gurun Sahara menyebabkan tumbuhnya tanaman hijau, menarik perhatian ilmuwan.
  • Peningkatan curah hujan disebabkan oleh pergeseran zona ITCZ dan faktor El Niño ke La Niña.
  • Perubahan iklim global juga berperan dalam pergeseran zona ITCZ ke utara, sesuai dengan prediksi model iklim.

Gurun Sahara, yang dikenal sebagai salah satu tempat paling gersang di dunia, baru-baru ini mengalami perubahan yang mengejutkan. Setelah hujan deras yang tak biasa, beberapa bagian Sahara mulai ditumbuhi tanaman hijau.

Fenomena ini mengundang perhatian ilmuwan karena menyiratkan dampak dari perubahan iklim global yang semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya menumbuhkan kehidupan di tengah gurun, hujan ini juga menyebabkan banjir besar di beberapa daerah.

Bagaimana hujan bisa mencapai Sahara?

Biasanya, curah hujan di utara khatulistiwa Afrika meningkat pada bulan Juli hingga September, seiring dengan dimulainya Muson Afrika Barat. Angin muson membawa udara lembap tropis dari dekat khatulistiwa dan bertemu dengan udara panas dan kering dari bagian utara benua, menciptakan cuaca badai.

Zona Konvergensi Antar Tropis (Intertropical Convergence Zone/ITCZ) adalah pusat dari cuaca badai ini. 

Dilansir Live Science, sejak pertengahan Juli tahun ini, zona ITCZ bergerak lebih jauh ke utara dari yang seharusnya. Hal ini menyebabkan badai yang biasanya tidak terjadi, mengarah ke Gurun Sahara bagian selatan, termasuk Republik Niger, Chad, Sudan, bahkan mencapai Libya.

Data dari Pusat Prediksi Iklim National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menunjukkan bahwa beberapa wilayah gurun ini mengalami curah hujan yang dua kali hingga enam kali lebih tinggi dari biasanya.

Dua faktor utama perubahan cuaca

Gurun Sahara Mendadak Menghijau, Dampak dari Perubahan IklimGurun Sahara (pixabay.com/Jörg Peter)

Ada dua faktor yang mungkin menyebabkan pergeseran tak biasa dari ITCZ ini. Menurut Karsten Haustein, seorang peneliti iklim dari Universitas Leipzig pada laman CNN, transisi dari fenomena El Niño ke La Niña mempengaruhi pergerakan zona tersebut.

El Niño, yang ditandai dengan suhu laut di Pasifik yang lebih hangat, biasanya menyebabkan kondisi yang lebih kering di wilayah basah Afrika Barat dan Tengah. Sebaliknya, La Niña dapat menyebabkan lebih banyak hujan di wilayah tersebut.

Faktor kedua yang sangat signifikan adalah pemanasan global. Zona Konvergensi Antar Tropis bergerak lebih jauh ke utara seiring dunia yang semakin panas. Ini sesuai dengan prediksi banyak model iklim yang telah dilakukan.

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada bulan Juni menemukan bahwa pergeseran ke utara dari zona ini bisa terjadi lebih sering dalam beberapa dekade mendatang. Ini bisa terjadi seiring dengan peningkatan kadar karbon dioksida akibat polusi bahan bakar fosil.

Baca Juga: Equinox September 2024, Kapan dan Dampaknya pada Bumi

Referensi

Liu, Wei, Shouwei Li, Chao Li, Maria Rugenstein, and Antony P. Thomas. “Contrasting Fast and Slow Intertropical Convergence Zone Migrations Linked to Delayed Southern Ocean Warming.” Nature Climate Change, June 28, 2024.
Live Science. Diakses pada September 2024. Sahara desert hit by extraordinary rainfall event that could mess with this year's hurricane season.
CNN. Diakses pada September 2024. An unusual shift in the weather has turned the Sahara green.

Topik:

  • Achmad Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya