Apa Itu Awan Tsunami dan Benarkah Jadi Pertanda Bahaya?

Dikaitkan dengan datangnya badai

Akun X dengan username @zakiberkata mencuitkan topik awan Arcus atau yang lebih dikenal sebagai awan tsunami. Dalam ilustrasi yang diunggah, terlihat awan yang sangat gelap dan bergulung-gulung mirip gelombang tsunami. Beberapa sumber bahkan mengatakan bahwa keberadaan awan ini bisa memicu bahaya. 

Namun, sebetulnya apa itu awan tsunami? Sebelum panik, ada baiknya cari tahu dulu, nih. Kira-kira bagaimana awan Arcus terbentuk dan apa dampaknya bagi kehidupan di Bumi?

Apa itu awan tsunami atau awan arcus?

Apa Itu Awan Tsunami dan Benarkah Jadi Pertanda Bahaya?ilustrasi awan tsunami (commons.wikimedia.org/Bodomi)

Singkatnya, awan tsunami atau awan Arcus adalah awan berukurannya besar, panjang, dan tipis yang posisinya cukup rendah. Awan ini biasanya terbentuk di ketinggian 6.500 kaki. Keberadaannya juga kerap dikaitkan dengan awan badai dan badai petir dengan kilat. Namanya sendiri berasal dari bahasa Latin, arcus, yang berarti lengkungan. 

Awan Arcus memiliki dua jenis yang dibedakan dari bentuknya, yakni shelf cloud dan roll cloud. Shelf cloud adalah awan rendah dan horizontal yang muncul saat badai petir berlangsung. Awan jenis ini umumnya datang bersama dengan awan Cumulus atau Cumulonimbus.

Sementara itu, roll cloud berbentuk tabung horizontal yang rendah atau bahkan sangat rendah. Dibanding shelf cloud, bentuk roll cloud lebih tidak gumul atau lebih tipis. Hal itu karena roll cloud biasanya tunggal alias tidak ada awan Cumulus yang menyertai, melansir Higgins Storm Chasing.

Baca Juga: Awan Stratus: Ciri-Ciri, Proses Terbentuk, dan Efeknya

Bagaimana awan tsunami terbentuk?

Penasaran bagaimana awan tsunami terbentuk? Awan ini terbentuk ketika udara dingin terseret curah hujan yang jatuh di dalam badai. Saat mencapai tanah, udara dingin tersebut memercik ke luar dan menyebar.

Nah, ketika menyebar di sekitar badai, udara dingin akan masuk ke dalam udara yang lebih hangat dan tidak terlalu padat di permukaan tanah. Selanjutnya, udara terangkat dengan sangat kuat ke arah pergerakan awan hingga membentuk gust front. Adapun gust front adalah uap air dari udara yang lebih hangat mengembun menjadi tetesan air yang kemudian muncul sebagai rak awan, melansir Cloud Appreciation Society.

Lebih sederhananya, udara dingin dari awan kumulonimbus turun mencapai tanah, lalu menyebar dengan cepat, hingga mendorong udara lembap hangat naik ke atas. Saat udara tersebut naik, uap air mengembun menjadi pola yang terkait dengan awan Arcus. Pola itu dapat menyebabkan arah angin yang berbeda di atas dan bawah.

Apakah awan Arcus berbahaya?

Apa Itu Awan Tsunami dan Benarkah Jadi Pertanda Bahaya?ilustrasi badai petir (pixabay/piabay)

Kemunculan awan Arcus atau awan tsunami ini kerap menimbulkan kekhawatiran. Bukan tanpa alasan, bentuknya yang bergulung-gulung, meluas, serta membuat kawasan gelap dan dingin seolah membuat vibes sekitar makin gloomy. Terlepas dari itu, apakah awan Arcus berbahaya?

Seperti dijelaskan sebelumnya, awan Arcus alias awan tsunami ini dikaitkan erat dengan keberadaan hujan atau badai. Awan Arcus, terutama yang berbentuk shelf, terbentuk bersama awan kumulonimbus dan aliran udara ke bawah. Kedua awan tersebut dikaitkan dengan angin kencang, hujan lebat atau hujan es, serta guntur dan kilat.

Namun, awan tsunami tidak lantas memicu bahaya, kok. Akan tetapi, kamu perlu mengantisipasi hujan lebat dan badai petir ketika melihat awan ini terbentuk. Sebaiknya segera menepi atau mencari lokasi aman, ya. Terlebih ketika kamu tengah berkendara karena keberadaan awan ini mungkin bisa memperpendek jangkauan penglihatan.

Pakar Iklim UGM, Dr. Emilya Nurjani, melalui situs UGM, memperingatkan akan peningkatan risiko pohon tumbang dan rumah roboh akibat tertimpa hujan dan angin kencang. Intinya, hati-hati pada badai yang timbul setelah kemunculan awan tersebut.

Apa itu awan tsunami tidak ada kaitannya dengan gempa bumi maupun tsunami, ya. Penamaan tersebut lebih karena bentuk awan yang bergelombang mirip dengan gelombang air laut. 

Baca Juga: Awan Cumulonimbus: Pengertian, Proses, dan Dampaknya

Topik:

  • Laili Zain Damaika
  • Lea Lyliana
  • Mayang Ulfah Narimanda

Berita Terkini Lainnya