Kenapa Awal Musim Kemarau Terasa Dingin? Ini Penyebabnya
Intinya Sih...
- Musim kemarau di Indonesia seharusnya dimulai pada Juli dan Agustus.
- Angin monsun Australia menyebabkan suhu menjadi dingin di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
- Suhu malam mencapai 9 derajat celsius di Dataran Tinggi Dieng. Namun, fenomena ini tidak berbahaya bagi manusia.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Terhitung Juli dan Agustus, musim di Indonesia seharusnya sudah mulai memasuki musim kemarau. Bahkan, dalam catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada 2 bulan inilah wilayah Indonesia sudah seharusnya memasuki puncak musim kemarau. Akan tetapi, ada beberapa daerah—didominasi bagian selatan khatulistiwa, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara—yang justru merasakan suhu sangat dingin, khususnya pada malam hari.
Fenomena ini pun jelas membuat banyak orang kebingungan. Bagaimana caranya suhu pada musim kemarau yang seharusnya panas dan kering justru menjadi lebih dingin di beberapa daerah? Untungnya, ada penjelasan ilmiah yang melatarbelakangi hal tersebut. Daripada berpikir yang tidak-tidak, yuk, cari tahu fakta di balik dinginnya suhu pada puncak musim kemarau ini!
1. Fenomena ini ternyata biasa terjadi
Suhu dingin ketika puncak musim kemarau seperti yang sedang terjadi saat ini ternyata bukan sesuatu yang baru. Fenomena ini disebabkan oleh angin monsun yang bergerak di beberapa pulau di Indonesia, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Mengutip BMKG, angin yang dimaksud adalah angin monsun Australia yang berembus dari Australia menuju Asia.
Angin monsun ini terbilang kering dan sangat sedikit membawa uap air. Akan tetapi, kedua faktor itulah yang justru membuat suhu daerah yang dilaluinya menjadi lebih dingin pada malam hari karena angin ini mencapai suhu terendahnya saat itu. Faktor lain yang memengaruhi dinginnya suhu pada malam hari ialah absennya awan pada siang hari.
Dengan angin monsun Australia yang kering dan mengandung sedikit uap air, awan jadi sangat sulit untuk terbentuk. Menurut pemaparan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, kurangnya awan pada malam hari membuat radiasi panas di permukaan Bumi bisa terpancar menuju atmosfer tanpa hambatan sama sekali. Ditambah lagi, angin yang menjadi lebih tenang membuat pencampuran udara tak berlangsung secara maksimal. Sederet faktor inilah yang membuat suhu menjadi lebih dingin saat malam hari ketika puncak musim kemarau.
Baca Juga: 5 Fakta Hujan Meteor Delta Aquariids, Turun Deras pada 30 Juli 2024
Editor’s picks
2. Berapa suhu terdingin di beberapa daerah?
Berkat fenomena yang dijelaskan di atas, beberapa daerah di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengalami suhu yang sangat dingin pada malam hari. Nah, pertanyaannya, seberapa dingin sebenarnya suhu yang tercatat di wilayah-wilayah itu? Ketiga daerah itu rata-rata merasakan suhu sekitar 22—25 derajat celsius. Akan tetapi, ternyata beberapa daerah bisa merasakan suhu yang lebih ekstrem lagi.
Khusus daerah yang dekat dengan wilayah pegunungan, semisal Pegunungan Bromo, Pegunungan Sindoro-Sumbing, hingga Lembang, suhu yang tercatat bisa menyentuh angka belasan, bahkan di bawah 10 derajat celsius. Bahkan, khusus di Dataran Tinggi Dieng, suhu yang dicapai lebih ekstrem lagi. Suhu rata-rata saat malam di sana tercatat sekitar 9 derajat celsius. Namun, pada 7 Juli 2024 silam, BMKG mencatat kalau suhu terdinginnya mencapai 1 derajat celsius! Tak heran kalau belakangan sering terdengar kabar kalau embun atau bunga es mulai bermunculan di Dataran Tinggi Dieng.
3. Apa yang harus diwaspadai dari fenomena ini?
Sebenarnya, kita tak perlu panik dalam menghadapi fenomena ini. Suhu dingin pada puncak musim kemarau nyatanya merupakan fenomena yang masih bisa dijelaskan secara saintifik dan tidak menimbulkan bahaya pada manusia. Hanya saja, perlu diingat kalau udara yang kering dan uap air yang minim bukan berarti tidak akan terjadi hujan sama sekali selama Juli—September. BMKG mengingatkan kalau curah hujan di Indonesia tetap ada, tetapi dengan kisaran 50 mm/dasarian.
Meski curah hujan tersebut terbilang kecil, masih ada sejumlah fenomena lain, seperti Madden Julian Oscillation, Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial, serta suhu muka laut yang menjadi lebih hangat. Sederet fenomena ini menyebabkan potensi hujan dengan intensitas tinggi disertai kilat dan angin kencang masih dapat terjadi selama periode ini di seluruh pulau besar di Indonesia. Untuk itu, masyarakat harus tetap waspada jika tiba-tiba terjadi hujan deras ataupun angin kencang di wilayahnya.
Selain itu, BMKG melalui Guswanto juga mengingatkan pada masyarakat untuk mulai menghemat air selagi masih turun hujan. Menampung air dari berbagai sumber dan bijak dalam menggunakannya jadi dua langkah utama yang ia sarankan. Imbauan ini dilakukan supaya masyarakat lebih siap akan cadangan air jika kekeringan ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau nantinya.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.