TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Fakta Menarik Krabuku Sangihe, Betina Merayu Jantan untuk Kawin

Bisa melompat sejauh 3 meter di antara pepohonan

Ilustrasi krabuku sangihe (commons.m.wikimedia.org/Meyer, Adolf Bernhard)

Krabuku sangihe atau sangihe tarsier (Tarsius sangirensis) adalah hewan endemik Pulau Sangihe di Indonesia. Panjang tubuhnya hanya 15 sentimeter, ekornya sepanjang 29,4--31 sentimeter dan beratnya kisaran 143--150 gram. Bulunya perpaduan warna cokelat dan putih. Mereka memiliki tubuh dan tengkorak yag lebih besar dibandingkan dengan krabuku sulawesi lainnya.

Mata bulat besarnya dikelilingi oleh cinci oranye-cokelat. Terdapat bintik-bintik putih di bawah telinga dan tanda hitam di luar lubang hidungnya, itu berlanjut ke atas membentuk titik di atas hidungnya. Setelah tahu cirinya, yuk kenalan dengan mereka melalui fakta berikut ini.

1. Wilayah penyebaran krabuku sangihe

Ilustrasi krabuku sangihe (commons.m.wikimedia.org/Meyer, Adolf Bernhard)

Sebagai hewan endemik Pulau Sangihe di Sulawesi Utara, jangkauannya diperkirakan mencapai 576 kilometer persegi. Pulau tersebut terletak di sebalah timur Laut Kaleb dan bagian barat daya Laut Filipina di sisi timur Indonesia. Mereka hidup di daerah beriklim tropis serta subtropis dengan beberapa iklim antara musim kemarau dan musim hujan.

Animal Diversity menginformasikan bahwa krabuku sangihe biasanya ditemukan di pohon kelapa, bambu, tanaman merambat dan semak belukar. Habitat huniannya juga terbatas pada hutan, semak belukar, lahan basah di sekitar kawasan pertanian, peternakan dan pedesaan.

2. Menu makan utamanya adalah serangga

Gambar berikut adalah krabuku siau, spesies yang sangat mirip dengan krabuku sangihe (commons.m.wikimedia.org/Arief Rahman)

Sumber yang sama menjelaskan bahwa menu makan krabuku sangihe adalah serangga termasuk ngengat, belalang, semut dan kumbang. Mereka juga memburu vertebrata kecil seperti buurng dan kadal. Krabuku sangihe mencari makan dalam kelompok.

Di penangkaran, mereka diberi makan sekitar 48 persen jangkrik, 24 persen cacing, 24 persen belalang dan 4 persen tokek. Asupan hariannya kisaran 10--12 gram per hari.

3. Bisa memutar kepala hampir 180 derajat ke dua arah

Gambar berikut adalah krabuku siau, spesies yang sangat mirip dengan krabuku sangihe (commons.m.wikimedia.org/Arief Rahman)

Berdasarkan informasi dari Net Primate Conservancy, krabuku sangihe aktif di malam hari dan menghabiskan waktunya untuk mencari makan. Matanya besar, kaya akan pembuluh darah dan saraf yang membantunya bisa melihat dalam kondisi cahaya redup. Selain itu, krabuku sangihe memiliki tulang belakang khusus yang memungkinkannya memutar kepala hampir 180 derajat ke dua arah.

Berarti krabuku sangihe bisa melihat area di belakangnya dengan posisi tubuh menghadap ke batang pepohonan. Kemampuan itu sangat menguntungkan sebab mereka bisa selalu waspada terhadap kehadiran pemangsa di sekitarnya,

4. Pandai melompat sejauh 3 meter di antara pepohonan

Gambar berikut adalah krabuku siau, spesies yang sangat mirip dengan krabuku sangihe (inaturalist.org/James Eaton)

Sebagai hewan penghuni pepohonan, krabuku sangihe memiliki otot kaki dan lengan yang kuat. Karenanya, memudahkan mereka melompat sejauh 3 meter di antara pepohonan. Krabuku menempel secara vertikal pada dahan atau batang pepohonan, jari tangan dan kakinya panjang sehingga memudahkannya mencengkeram.

5. Bagaimana cara berkomunikasinya?

Gambar berikut adalah krabuku siau, spesies yang sangat mirip dengan krabuku sangihe (inaturalist.org/James Eaton)

Krabuku terkenal dengan panggilan duetnya yang dilakukan saat fajar dan petang, tepat setelah mereka meninggalkan sarangnya. Nada panggilannya berbeda dari yang lain. Betina membuat vokalsiasi dua nada dan jantan merespon dengan panggilan satu nada yang cepat. Dalam duet tersebut, nada pertama betina seperti peluit panjang dan nada keduanya menurun dengan cepat. Berbeda dengan nada jantan yang berupa rangkaian kicauan.

Ada juga panggilan khusus agar tetap terhubung satu sama lain. Selain vokalisasi, krabuku sangihe memanfaatkan penandaan aroma untuk berkomunikasi. Mereka menggunakan kelenjar urin dan aromanya untuk menandai batang pepohonan, biasanya menginformasikan batas wilayah atau kesehatan reproduksinya. Beberapa tanda aroma bisa dideteksi oleh hidung manusia.

Verified Writer

Nur Aulia Safira

Grow in silence

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya