TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sampah Luar Angkasa Sumbang Polusi ke Bumi

Benda yang terbakar di atmosfer tinggalkan jejak logam

gambaran sampah luar angkasa yang terdeteksi (esa.int)

Pembuangan sampah luar angkasa yang sudah dirancang sedemikian rupa ternyata menimbulkan polusi di sekitar Bumi, menurut studi baru. Mulai dari bongkahan roket, stasiun luar angkasa hingga satelit mati yang terbakar saat masuk kembali telah meninggalkan jejak logam yang sangat kecil di atmosfer kita.

Saat ini, belum diketahui apa dampak dari jejak tersebut. Namun dengan meningkatnya laju peluncuran benda ke luar angkasa, jumlah uap logam di stratosfer diperkirakan akan meningkat.

Ini adalah sebuah penemuan, kata tim peneliti yang dipimpin oleh fisikawan Daniel Murphy dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), menyerukan penyelidikan terhadap efek uap logam di atmosfer dan proyeksi tentang bagaimana hal itu akan berubah seiring waktu.

Baca Juga: Pesawat NASA Lepas Landas Menuju Asteroid 16 Psyche

Terbakar di atmosfer sebelum masuk Bumi

ilustrasi atmosfer Bumi (pexels.com/(Jaymantri)

Saat ini bahan tahan api dalam partikel stratosfer sebagian besar adalah besi, silikon, dan magnesium dari sumber meteorik alami, tulis para peneliti dalam makalah, mengutip dari situs Science Alert.

“Namun jumlah material dari masuknya kembali roket dan satelit tingkat atas diperkirakan akan meningkat secara dramatis dalam 10 hingga 30 tahun ke depan. Akibatnya, jumlah aluminium dalam partikel asam sulfat stratosfer diperkirakan akan sebanding atau bahkan melebihi jumlah besi meteorik dengan konsekuensi yang tidak diketahui terhadap inklusi dan nukleasi es," jelas peneliti.

Meskipun terdapat banyak sampah di orbit Bumi sejak tahun-tahun awal era ruang angkasa manusia, misi peluncuran yang lebih baru telah mempertimbangkan jangka waktu hidup yang lebih pendek.

Pesawat ruang angkasa yang pada akhirnya akan mengalami deorbit dan jatuh kembali ke Bumi sedang dirancang, menggunakan bahan-bahan yang akan terbakar di bagian atas atmosfer sehingga tidak akan jatuh ke permukaan.

Namun tidak jelas apa yang terjadi saat benda itu menguap dan masuk kembali. Murphy dan rekan-rekannya ingin mengetahui apakah uap dari deorbit ini masih tertinggal di stratosfer. Mereka mengambil sampel aerosol stratosfer dan menganalisisnya menggunakan instrumen Particle Analysis by Laser Mass Spectrometer (PALMS) menggunakan pesawat WB-57 milik NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa).

Ada jejak logam dari pesawat

Ilustrasi satelit (pixabay.com/PIRO4D)

Aerosol di stratosfer sebagian besar merupakan tetesan asam sulfat yang dihasilkan oleh oksidasi gas karbonil sulfida yang terjadi secara alami maupun sebagai polutan di atmosfer. Tetesan ini mungkin mengandung jejak logam dan silikon yang diperoleh dari masuknya meteor ke atmosfer, yang permukaannya menguap saat jatuh.

Tim tersebut menganalisis sekitar 500.000 tetesan aerosol, mencari jejak logam yang digunakan dalam pembuatan pesawat ruang angkasa. Mereka kemudian mendeteksi sekitar 20 logam.

Beberapa dari logam tersebut memiliki rasio yang konsisten dengan meteor yang menguap. Tetapi logam lainnya seperti litium, aluminium, tembaga, dan timbal, melebihi jumlah yang diharapkan dari proses penguapan meteor. Tim menemukan kelebihan tersebut konsisten dengan rasio yang diharapkan dari pembuatan pesawat ruang angkasa.

Logam lain yang mereka temukan, seperti niobium dan hafnium umum ditemukan di pesawat ruang angkasa tetapi tidak umum ditemukan di meteor. Secara keseluruhan, tim menemukan sekitar 10 persen aerosol stratosfer yang melebihi ambang batas menahan partikel pesawat ruang angkasa yang menguap.

Baca Juga: Objek Manusia Terjauh di Luar Angkasa, Ini 6 Hal Luar Biasa Voyager 1

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya