TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Katedral Jakarta, Gereja Berarsitektur Neo Gotik

Bangunan yang telah berusia lebih dari 1 abad

potret Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga, Jakarta (dok.pribadi/Dodi Wijoseno)

Jakarta yang dikenal sebagai ibu kota Indonesia juga menyimpan sejumlah kekayaan bangunan dengan nilai historis, salah satunya adalah gereja katedral. Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga atau yang lebih populer disebut dengan Gereja Katedral Jakarta merupakan gereja Katolik tempat kedudukan Uskup Agung Jakarta yang saat ini dijabat oleh Ignatius Kardinal Suharyo, Pr. Katedral Jakarta yang berlokasi dekat Lapangan Banteng tersebut merupakan katedral ikonik dan merupakan bagian dari sejarah gereja Katolik pertama yang dibangun di Batavia, nama kota Jakarta di masa lalu.

Berdasarkan buku berjudul "Tempat-Tempat bersejarah di Jakarta" karya Adolf Heuken, Sj , bangunan Gereja Katedral Jakarta diresmikan pada tahun 1901 yang artinya bangunan tersebut telah berusia sekitar 122 tahun. Di seberang Gereja Katedral Jakarta terdapat bangunan masjid terbesar di Asia Tenggara bernama Masjid Istiqlal. Sejumlah informasi menyebutkan bahwa Presiden Soekarno memilih lokasi pembangunan Masjid Istiqal di lokasi yang bersebelahan dengan gereja katedral sebagai simbolisasi kerukunan dan keharmonisan kehidupan umat beragama di Indonesia.

Ingin tahu lebih lanjut mengenai Katedral Jakarta ini? Simak lima faktanya berikut ini, yuk!

1. Dibangun dengan gaya arsitektur Neo Gotik

potret dekorasi fasad khas arsitektur Gotik di pintu gerbang utama gereja katedral (dok.pribadi/Dodi Wijoseno)

Gereja Katedral Jakarta dibangun di lokasi yang pada masa lalu terdapat sebuah gereja Katolik yang dibangun pada sekitar tahun 1820 namun rusak dan runtuh di tahun 1890. Dilansir Indonesiadesign, bangunan gereja baru menggantikan gereja lama yang rusak tersebut didesain oleh seorang Pastor Jesuit yang juga seorang ahli bangunan bernama Antonius Dijkman, ia merancang sebuah gereja katedral dengan desain arsitektur Neo Gotik atau yang juga dikenal dengan Gothic Revival architecture.

Dilansir Britannica, Arsitektur Neo Gotik merupakan arsitektur yang mengambil inspirasi dari Gotik, sebuah aliran arsitektur yang berasal dari Eropa dari pertengahan abad ke-12 hingga abad ke-16 M yang memungkinkan dibangunnya bangunan tinggi menjulang dan megah dengan pembagian beban yang efisien serta penggunaan kaca patri besar untuk pencahayaan alami. Arsitektur Gotik mewarisi Eropa dengan banyak katedral dan gereja megah seperti Katedral Santo Yohanes Den Bosch di Belanda, Katedral Cologne di Jerman, Katedral Milan di Italia, Katedral Reims serta Katedral Amiens di Prancis dan sebagainya.

Arsitektur Neo Gotik membangkitkan kembali gaya arsitektur tersebut pada sekitar abad ke 18 hingga abad ke-19 dengan sejumlah penyesuaian pada corak dekoratif dan bahan material pembangunnya. Sama halnya dengan arsitektur Gotik, arsitektur Neo Gotik juga memberikan kesan bangunan yang megah, agung dan berkesan enigmatik

2. Konstruksinya menggunakan batu bata merah

potret interior dan altar utama Gereja Katedral Jakarta yang artistik (dok.pribadi/Dodi Wijoseno)

Dilansir Indonesia-travel, berbeda dengan konstruksi katedral-katedral megah di Eropa yang dibuat dan dipahat dari batu, konstruksi Gereja Katedral Jakarta dibuat dari material batu bata merah yang umum ditemukan di Indonesia.

Batu bata tersebut kemudian diplester dan dibuat menyerupai material batu sebagaimana yang terdapat pada bangunan katedral bergaya Gotik dan Neo-Gotik di Eropa, hasilnya pun secara kasat mata bila kita melihat bangunan Katedral Jakarta tidak berbeda dan layakya seperti bangunan-bangunan yang terdapat di Eropa.

Jika kita cermati sejumlah bangunan basilika dan katedral bersejarah di Asia banyak diantaranya yang juga menggunakan konstruksi material batu bata seperti: Katedral Myeongdong di kota Seoul, Korea Selatan, Katedral Oura Nagasaki di Jepang, Basilika Sheshan di Shanghai, Tiongkok dan lain sebagainya. Gereja katedral Jakarta dibangun di atas denah berbentuk salib dengan lorong (aisle) tengah membentang sepanjang 60 m dan 10 m di depan altarnya dengan tambahan panjang 5 m di setiap sisinya.

Baca Juga: Gereja Tertua di Bandung: Gereja Kristen Protestan Bethel 

3. Memiliki tiga buah menara

Gereja Katedral Jakarta memiliki tiga buah menara (tower) dengan sudut meruncing ke atas khas arsitektur Neo Gotik (dok.pribadi/Dodi Wijoseno)

Salah satu ciri khas bangunan gereja katedral yang memiliki arsitektur Gotik ataupun Neo Gotik adalah menara (tower) gerejanya yang berbentuk meruncing ke arah langit. Jika pada kebanyakan katedral-katedral di Eropa, menara yang menjulang tinggi tersebut dibuat dan dipahat dari material batu, Katedral Jakarta memiliki menara yang konstruksinya terbuat dari bahan logam.

Dilansir Indonesiadesign terdapat tiga menara di Katedral Jakarta. Dua menara setinggi 60 m terletak di bagian depan gereja, menara sebelah kiri bernama menara Benteng Daud (The Fort of David) yang merepresentasikan kekuatan seorang raja dalam melindungi rakyatnya, menara sebelah kanan disebut dengan menara Ivory yang merupakan simbolisasi dari kesucian Bunda Maria. Menara ketiga setinggi 45 m bernama menara Malaikat Allah (Angelus Dei) yang posisinya terletak tepat di atas altar utama Gereja Katedral Jakarta.

4. Merupakan situs cagar budaya nasional 

potret patung Pieta di bagian dalam Gereja Katedral Jakarta (dok.pribadi/Dodi Wijoseno)

Dikutip dari situs resmi Dinaskebudayaan-Jakarta, sejak tanggal 4 Oktober 1999, Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga, Jakarta secara resmi telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional. Artinya bangunan gereja katedral tersebut menjadi bagian dari kekayaan budaya nasional Indonesia yang juga memiliki nilai penting bagi agama, sejarah dan ilmu pengetahuan. Selain sebagai bangunan cagar budaya nasional, Gereja Katedral Jakarta juga masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah umat Katolik untuk misa harian, misa mingguan dan misa-misa hari besar lainnya seperti Natal dan Paskah.

Karena statusnya sebagai cagar budaya, pemugaran ataupun renovasi yang akan dilakukan harus memperhatikan aspek-aspek yang detail agar tidak merusak konstruksi utama bangunan gereja katedral. Konstuksi yang inovatif dari terowongan "silaturahmi" yang menghubungkan Gereja Katedral Jakarta dan Masjid Istiqal dibangun dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut.  

Baca Juga: 10 Wisata Religi di Jakarta untuk Ngabuburit dan Liburan Bulan Puasa

Verified Writer

Dodi Wijoseno

Penyuka Sejarah, mountain hiking dan olah raga

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya