TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apa Pendapat Adolf Hitler tentang para Pemimpin Blok Poros PD II?

Adolf Hitler meniru Benito Mussolini untuk mencapai tujuan

Adolf Hitler bertemu Jozef Tiso. (commons.wikimedia.org/Narodowe Archiwum Cyfrowe)

Dalam beberapa hal, ternyata masih ada yang perlu dipelajari tentang Adolf Hitler dan Jerman pada Perang Dunia II. Kita praktis tenggelam dalam artikel daring yang menjelaskan tentang kilas balik sejarah Perang Dunia II. Namun, di tengah informasi tersebut, masih banyak yang perlu dipelajari. Kekuatan Poros atau Blok Poros, contohnya, bukan hanya Jerman, Italia, dan Jepang. Blok Poros juga mencakup Bulgaria, Kroasia, Rumania, Slowakia, dan Hungaria. Pasalnya, beberapa negara ini bekerja sama dengan Nazi Jerman.

Apa, sih, pendapat Adolf Hitler sendiri tentang para pemimpin negara-negara dari Blok Poros lainnya. Nah, sebenarnya hal ini tidak jauh beda dengan pendapatnya tentang berbagai kelompok etnis dan seberapa agung atau Arya para pemimpin Blok Poros ini. Hitler juga tampaknya menyukai seorang pemimpin secara personal. Di sisi lain, ia menghormati Kaisar Hirohito karena ia menganggap kalau orang Jepang itu sangat sakral dan punya sejarah yang mendalam, seperti orang Jerman. Seperti apa penjelasan lengkapnya?

1. Adolf Hitler sangat mengagumi Benito Mussolini dari Italia

Adolf Hitler dan Benito Mussolini di Munich, Jerman, pada 1940. (commons.wikimedia.org/Eva Braun)

Selama Adolf Hitler menjabat sebagai Kanselir Jerman, kemudian Führer dan diktator, Hitler sebenarnya sangat mengagumi Benito Mussolini. Mussolini sendiri adalah fasisme dari Eropa. Mussolini adalah salah satu orang yang punya kekuatan besar pada abad ke-20. Selain itu, Mussolini sangat terkenal dan menguasai militer. Hal inilah yang dianggap Hitler layak untuk dicontoh. Hitler pun mengikuti jejak Mussolini. Hal ini terlihat ketika Adolf Hitler suka melakukan pawai ke Roma bersama Partai Fasis Benito Mussolini.

Nah, karena mampu merebut kekuasaan militer, Benito Mussolini lantas disebut "Il Duce" alias "Pemimpin". Ia membangun pemerintahan baru yang didukung Raja Italia. Mussolini sendiri berhasil meraih kekuasaannya di tengah kekacauan ekonomi Perang Dunia I. Ia berhasil merebut kendali secara otoriter dengan kedok revolusioner.

Awalnya, Benito Mussolini bekerja sebagai editor untuk surat kabar Partai Sosialis Italia yang bernama Avanti! (Maju!). Mussolini tertarik dengan kaum fasis yang berani memisahkan diri dari sayap kiri politik dan menginginkan agar Italia menjadi negara yang kuat serta tersentralisasi. Kemudian, pada 1921, Mussolini terpilih menjadi anggota DPR Italia. Tahun berikutnya, ia mampu memegang takhta tertinggi di Roma.

Nah, Adolf Hitler pun mengikuti jejak yang sama. Ia terlibat dalam politik selama era pasca-Perang Dunia I ketika ekonomi Jerman sedang porak-poranda. Kemudian, ia naik ke tampuk kekuasaan lewat retorikanya yang luar biasa, kepribadiannya yang menarik, dan pesan-pesannya yang sangat menginspirasi bagi warga Jerman. Setelah itu, Hitler memulai aksinya dengan menginvasi Polandia.

Nah, kalau Benito Mussolini, ia menganggap Adolf Hitler sebagai orang yang rendah hati, keras (watak), dan sederhana. Ia juga menganggap pandangan Hitler tentang supremasi Arya sangatlah menggelitik. Meski demikian, keduanya membentuk Pakta Persahabatan dan Aliansi atau Pact of Friendship and Alliance pada 1939 yang berubah menjadi aliansi Perang Dunia II mereka.

2. Adolf Hitler tak pernah bertemu dengan Kaisar Hirohito

Kaisar Hirohito di atas kuda putih kesayangannya, Shirayuki. (commons.wikimedia.org/The Asahi Shimbun)

Hubungan Adolf Hitler dengan Kaisar Jepang, Michinomiya Hirohito, sangat berbeda dari hubungannya dengan diktator Italia, Benito Mussolini. Sebab, Hitler tidak pernah bertemu Kaisar Hirohito. Selain itu, Hitler hanya tahu sedikit informasi tentang Kaisar Hirohito dan Jepang, kecuali cerita tentang perwira Bavaria (Jerman), Karl Haushofer, yang tinggal di Jepang dari 1908 hingga 1910.

Pada September 1940, Jerman, Italia, dan Jepang menandatangani Pakta Tripartit atau Tripartite Pact, yang menyerukan aliansi pertahanan antara ketiga negara (Jerman, Italia, dan Jepang) selama 10 tahun. Tak hanya itu, Jepang sendiri mulai menaklukkan kekaisaran di negara-negara tetangganya pada 1937. Lalu, pada 1941, Jepang menyerang Amerika Serikat di Pearl Harbor.

Dikutip Military History Now, Adolf Hitler sangat senang mendengar berita itu. Ia yakin bahwa serangan yang dilakukan Jepang itu berhasil mengukuhkan upaya perang Jerman. Meski Jepang bukan ras Arya, Hitler tetap membela Jepang dengan mengatakan bahwa Jepang punya asal-usul ras Arya. Hitler juga berpendapat bahwa Jepang punya semangat Hellenic (istilah yang merujuk pada orang-orang Yunani) dan punya teknologi secanggih Jerman, sama seperti Eropa.

Meski tak pernah bertemu dengan Kaisar Hirohito, Adolf Hitler pernah bertemu dengan Jenderal Tomoyuki Yamashita, yang memimpin konvoi ke Jerman pada 1940. Yamashita menyanjung Hitler di depan umum. Ia menyebut bahwa militerisme Jerman dan Jepang memiliki tujuan yang sama. Namun, secara pribadi, Yamashita justru bilang kalau Hitler lebih mirip seperti seorang juru tulis.

Baca Juga: 7 Anggota Tertinggi Nazi, Orang Kepercayaan Adolf Hitler

3. Hubungan ambivalen antara Adolf Hitler dan Boris III dari Bulgaria

Führer menerima kedatangan Raja Boris dari Bulgaria di markas besarnya setelah runtuhnya Yugoslavia. Pertemuan mereka terjadi dari 25 April 1941 sampai 30 April 1941. (commons.wikimedia.org/Heinrich Hoffmann)

Hubungan antara Adolf Hitler dan Raja Bulgaria, Boris III, sebenarnya sama ambivalennya dengan hubungan Jerman dan Bulgaria selama Perang Dunia II. Di satu sisi, Bulgaria bersekutu dengan Kekuatan Poros pada Maret 1941 karena keinginannya untuk memperluas wilayah. Ini dilakukan mengingat Bulgaria tidak memiliki kekuatan militer untuk memperluas wilayahnya sendiri. Itu sebabnya, ia memanfaatkan Jerman di samping tujuannya itu. Ini sama seperti Jerman yang memanfaatkan Bulgaria sebagai titik persiapan untuk menyerang Yugoslavia dan Yunani.

Sebagai gantinya, pasukan Bulgaria diizinkan menduduki sebagian wilayah Yugoslavia, Yunani, dan Serbia. Secara keseluruhan, Adolf Hitler dan Boris III, yang merupakan sosok pendiam, pemalu, dan tenang, memilih bekerja sama karena dianggap saling menguntungkan, bukan karena ingin menjalin persahabatan.

Namun, Boris III justru menyesali aliansinya dengan Jerman. Meski Bulgaria melembagakan kebijakan yang dipimpin Jerman, seperti membatasi hak-hak orang Yahudi, Bulgaria tidak mau membunuh atau mendeportasi orang Yahudi. Namun, pada 1943, Bulgaria terpaksa mendeportasi orang-orang Yahudi di bawah ancaman kekuasaan Jerman. Di samping itu, banyak orang-orang Yahudi yang meninggal di wilayah yang diduduki Jerman.

Times of Israel menyatakan bahwa saat ini, Bulgaria menganggap Boris III sebagai pahlawan yang diam-diam menyelamatkan sekitar 50 ribu nyawa orang Yahudi. Boris III pun bertemu dengan Adolf Hitler pada 1943. Adapun, beberapa hari kemudian, Boris III meninggal dunia. Spekulasi bermunculan. Ada yang bilang kalau Boris III diracun. Jika hal ini benar, kita punya gambaran yang cukup jelas tentang apa yang dipikirkan Hitler terhadap Boris III. Ya, Hitler menganggapnya sebagai pengkhianat.

4. Adolf Hitler menghormati Ion Antonescu dari Rumania

Adolf Hitler bertemu Ion Antonesc di Führerbau, Munich, Jerman, pada 10 Juni 1941. (commons.wikimedia.org/German Federal Archives)

Rumania bisa dibilang salah satu sekutu Jerman yang paling setia pada Perang Dunia II. Di satu sisi, seperti yang dijelaskan Foreign Policy, Rumania secara sukarela bersekutu dengan Nazi Jerman meski perdana menteri dan diktatornya, Ion Antonescu, secara terbuka membenci propaganda fasisme. Kendati begitu, Antonescu mengizinkan Jerman menggunakan negaranya sebagai pintu gerbang untuk melawan Rusia. Hal ini dilakukannya karena Antonescu membenci komunis Bolshevik Rusia.

Ion Antonescu pun memerintahkan pembantaian sekitar 300 ribu orang Yahudi di luar perbatasan Rumania, tetapi melindungi sekitar 375 ribu orang Yahudi di dalam wilayah Rumania. Namun, motivasi utama Antonescu untuk bergabung dengan Hitler terjadi karena keinginannya untuk membersihkan etnis Rumania dari orang Yahudi, Slavia, Roma, dsb. Pembantaian ini sendiri terjadi hanya dalam waktu 4 tahun dari 1940 hingga 1944. Namun, setelah pembantaian ini usai, Ion Antonescu digulingkan oleh Raja Rumania, Michael I, pada 1944. Antonescu lalu dieksekusi pada 1946.

Ion Antonescu sendiri adalah pemimpin yang ogah tunduk dengan Adolf Hitler setiap kali mereka bertemu. Antonescu bahkan sering menantang Hitler secara langsung. Namun, Hitler tetap menghormati Antonescu dan tidak membunuhnya, mengingat Jerman membutuhkan bahan mentah dan minyak dari Rumania. Hitler juga tidak bisa berkomunikasi dengan Antonescu karena Antonescu tidak dapat berbicara bahasa Jerman.

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya