TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

15 Fakta Peristiwa Kepunahan Zaman Kapur–Paleogen

Hantaman asteroid Chicxulub diduga menjadi faktor utamanya

ilustrasi hantaman Chicxulub (pixabay.com/pixabay)

Di sekolah, kita diajarkan tentang kepunahan dinosaurus yang diakibatkan karena tabrakan asteroid atau jatuhnya meteorit ke Bumi. Namun, tak banyak orang yang benar-benar tahu, seperti apa sebenarnya peristiwa kepunahan ini terjadi. Apakah tabrakan ini memicu gunung berapi? Apakah membelah pegunungan menjadi dua?

Fakta tentang terbentuknya kawah Chicxulub yang memicu kepunahan massal Kapur–Paleogen merupakan tabrakan yang bisa dibilang sangat mengerikan. Pasalnya, tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi dari hantaman asteroid Chicxulub.

Bencana itu terasa di seluruh Bumi dan dampaknya berlangsung cukup lama. Berikut ini adalah fakta-fakta mengerikan tentang peristiwa kepunahan massal di akhir Zaman atau Periode Kapur.

1. Bumi dihantam asteroid Chicxulub dengan lebar 12 kilometer

ilustrasi sebuah asteroid menghantam laut tropis yang dangkal di Semenanjung Yucatan yang kaya akan sulfur di wilayah yang sekarang merupakan wilayah tenggara Meksiko (commons.wikimedia.org/Donald E. Davis)

Lebar penumbuk (asteroid) Chicxulub hanya 12 kilometer, tetapi meninggalkan kawah selebar 180 kilometer. Dilansir National Geographic, asteroid Chicxulub melaju dengan kecepatan 43.000 kilometer per jam, yang menghantam lepas pantai Semenanjung Yucatan di Meksiko. Itu berarti, ia bergerak sekitar 10 kali lebih cepat dari pesawat hipersonik X-15, pesawat yang mencetak rekor kecepatan tidak resmi pada 1967.

2. Sudut hantaman jatuhnya meteorit sangat sempurna untuk menciptakan kehancuran

ilustrasi hantaman Chicxulub pada 65 juta tahun lalu (commons.wikimedia.org/Don Davis/NASA)

Hantaman meteorit tersebut sangat kuat, tetapi menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature, berjudul "A Steeply-Inclined Trajectory for the Chicxulub Impactia", yang ditulis GS Collins dan N Patel mengatakan bahwa hantaman tersebut berada pada lintasan yang tepat untuk menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Penulis penelitian tersebut membuat beberapa model hantaman dari komputer dan menentukan bahwa meteorit itu menghantam Bumi pada sudut 45 hingga 60 derajat.

Sudut di mana meteorit menghantam planet ini dapat memengaruhi puing-puing yang dihasilkan, seperti jenis, jumlah, volume, dan lintasannya. Meteorit yang menghantam Bumi pada sudut 45 hingga 60 derajat menghasilkan lingkaran puing yang terdistribusi secara merata. Hingga menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca daripada meteorit yang menghantam planet pada sudut yang lebih dangkal.

Jadi, inilah yang membuat hantaman meteorit ini sangat menghancurkan hingga memusnahkan dinosaurus. Jika hantaman itu terjadi tepat di atas atau pada sudut 20 derajat, mereka yang berada di sisi lain planet mungkin akan baik-baik saja. Namun, sudut jatuhnya meteorit tersebut membuat seluruh planet menderita, bukan hanya mereka yang berada di dekat lokasi jatuhnya meteorit.

3. Kemungkinan, Chicxulub adalah komet

batu dari hantaman Chicxulub (commons.wikimedia.org/R2ept0n1x)

Pada 2021, para peneliti Universitas Harvard berhipotesis bahwa Chicxulub sebenarnya bukan asteroid, melainkan pecahan komet. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Nature, berjudul "Breakup of A Long Period Comet As the Origin of the Dinosaur Extinction", yang ditulis Amir Siraj dan Abraham Loeb, mengungkapkan bahwa Chicxulub adalah kondrit karbon, objek yang mengandung sekitar 5 persen karbon.

Nah, lebih jelasnya, sebagian besar asteroid bukanlah kondrit karbon, melainkan tersusun dari silikat, nikel, dan besi, atau beberapa kombinasinya. Meskipun begitu, teori ini masih diperdebatkan.

4. Berapa kekuatan hantaman Chicxulub?

ilustrasi ledakan nuklir (pixabay.com/Harsh Ghanshyam)

Dikutip Nuclear Weapons Education Project, kekuatan ledakan bom nuklir diukur dalam kiloton atau megaton. 1 kiloton sendiri setara dengan 1.000 ton TNT, sedangkan 1 megaton setara dengan 1 juta ton TNT. Bom terbesar yang pernah diledakkan adalah 5 megaton, itu pun sudah cukup besar. Nah, jika persenjataan nuklir Amerika dan Rusia diledakkan secara bersamaan, ledakannya setara dengan 14.000.000.000 (14 miliar) ton TNT.

Sekarang, mari kita bandingkan dengan kekuatan hantaman Chicxulub. Nah, saat Chicxulub menghantam Bumi, kekuatan ledakannya sebesar 100.000.000 megaton, yang setara dengan 100.000.000.000.000 (100 triliun) ton TNT. Kamu bisa bayangkan, kan, gimana dampak kerusakannya bagi Bumi?

5. Zona kematian akibat hantaman Chicxulub sampai ribuan kilometer

ilustrasi hantaman asteroid (pixabay.com/urikyo33)

Kemampuan bertahan hidup seseorang dari serangan nuklir ternyata bergantung pada banyak hal, seperti seberapa jauh lokasi serangan dari rumah kita, seperti apa cuacanya, lalu apakah ada gunung di antara pusat ledakan, dan seberapa besar bomnya. Namun, semakin jauh kita dari pusat ledakan, maka semakin baik. Pasalnya, pada jarak sekitar 12 kilometer dari serangan bom nuklir 1 megaton, seseorang bisa mengalami sengatan panas yang parah, tetapi orang ini tidak langsung meninggal dunia.

Bagaimana jika seseorang berjarak 800 kilometer dari hantaman Chicxulub? Kemungkinan, orang itu akan mati seketika. Pasalnya, hantaman tersebut menciptakan batu-batu besar dan puing setinggi 32 kilometer dan menghasilkan bola api yang melaju dengan kecepatan sekitar 1.609 kilometer per jam, sebagaimana yang dikutip Wired. Bahkan, semua yang berada dalam jarak sekitar 1.000 kilometer dari hantaman tersebut bisa langsung mati. Sebagai perbandingan, jarak tersebut kira-kira sama dengan jarak Jakarta ke Kalimantan Selatan, lho.

6. Menciptakan megatsunami

Ilustrasi tsunami (IDN Times/Mardya Shakti)

Penabrak Chicxulub bukan menghantam daratan kering. Ia menghantam laut, dan air di laut tersebut tidak sepenuhnya meredam hantaman itu. Namun, pada 66 juta tahun yang lalu, perairan di tempat yang sekarang menjadi Teluk Meksiko sebenarnya tidak terlalu dalam, yang memberi kesempatan bagi penabrak Chicxulub untuk langsung menciptakan bencana di daratan dan lautan.

Dilansir lama Eos, hantaman tersebut menciptakan tsunami setinggi 1.500 meter. Sayangnya, itu baru permulaan. Tsunami besar ini diikuti oleh lebih banyak tsunami, yang menyebar di Samudra Pasifik. Gelombang tsunami ini memang tidak sebesar yang pertama, hanya sekitar 14 meter atau lebih. Namun, gelombang tsunami ini semakin besar saat bergerak di sepanjang lautan menuju daratan, dan gelombang tsunami tersebut menyapu garis pantai di seluruh dunia.

Penabrak Chicxulub juga mengubah geologi Bumi di dekatnya. Menurut sebuah studi tahun 2021 yang diterbitkan dalam Earth and Planetary Science Letters, berjudul "Chicxulub Impact Tsunami Megaripples in the Subsurface of Louisiana: Imaged in Petroleum Industry Seismic Data", yang ditulis Gary L. Kinsland, dkk, menyebutkan bahwa aliran air yang deras itu mengalir hingga ke tempat yang sekarang disebut Louisiana, tempat ia meninggalkan megaripple setinggi 16 meter. Megaripple ini mirip dengan riak yang ditinggalkan gelombang air laut di pasir, hanya saja jauh lebih besar. Saat ini, megaripple tersebut masih terlihat pada gambar seismik lanskap bawah tanah.

7. Terjadi hujan batu yang menguap

Ilustrasi api, Kebakaran (IDN Times/Arief Rahmat)

Sejauh ini, dampak hantaman Chicxulub terdengar sangat menakutkan, ya. Bahkan, dikutip New Scientist, kekuatan penabrak Chicxulub itu cukup kuat untuk menguapkan batu. Nah, kira-kira apa yang terjadi pada benda yang berubah menjadi uap panas? Ia naik. Lalu apa yang terjadi setelah itu? Ia jatuh lagi. Jadi beberapa jam setelah hantaman, ada hujan batu yang menguap. Peristiwa ini tentu saja membunuh lebih banyak hewan dan memicu kebakaran hutan hingga membakar seluruh planet.

Tak hanya itu, terjadi hujan asam dan Bumi gelap selama bertahun-tahun. Suhu Bumi turun 28 derajat Celcius hingga 11 derajat Celcius. Penurunan suhu ini merusak ekosistem hanya dalam waktu semalaman. Peristiwa ini sangat mengerikan bagi semua makhluk hidup yang tinggal di Bumi pada saat itu. Jadi, betapa besar Kuasa Tuhan yang mampu memulihkan kembali planet yang hancur ini.

8. Sekitar 80 persen dari semua spesies hewan mati

ilustrasi hantaman meteorit yang memusnahkan dinosaurus (pixabay.com/ZolTan)

Seperti yang dilaporkan Britannica, 80 persen dari semua spesies di dunia punah. Kepunahan itu mencakup semuanya, mulai dari kehidupan organisme multiseluler hingga dinosaurus terbesar. Akibatnya, semua dinosaurus non-unggas, mamalia besar dan setengah dari spesies tumbuhan di dunia mengalami kepunahan. Invertebrata juga terkena dampaknya di lautan, lantaran sekitar 75 persen dari mereka punah, seperti yang dijelaskan Wright State University.

Terlepas dari semua kematian yang bisa dibilang tidak masuk akal ini, dampak tersebut membunuh tanpa pandang bulu. Hantaman Chicxulub membunuh beberapa jenis hewan, dan menyelamatkan beberapa hewan lainnya. Ternyata, beberapa spesies beradaptasi secara unik untuk bertahan hidup dari kehancuran ini. Pasalnya, evolusi itu bersifat tidak disengaja. Jadi tidak mengherankan bahwa beberapa spesies secara tidak sengaja dipersiapkan untuk bertahan hidup dari yang tidak dapat bertahan hidup.

Baca Juga: 5 Kutukan Paling Terkenal dalam Sejarah, ada Kursi Maut Thomas Busby!

9. Sebesar 80 persen kepunahan terjadi sekitar beberapa minggu saja

ilustrasi hantaman Chicxulub (pixabay.com/pixabay)

Meskipun hantaman Chicxulub tidak langsung membuat beberapa makhluk hidup mati, tetapi dampak yang diakibatkannya membawa penderitaan yang pedih. Pasalnya, berhari-hari sampai berminggu-minggu setelah dampak Chicxulub terjadi sangatlah suram dan berbahaya, seperti yang dilaporkan NASA. Hantaman Chicxulub melontarkan triliunan ton debu dan puing ke atmosfer, dan kebakaran hutan yang terjadi membuat langit dipenuhi dengan jelaga dan abu. Akibatnya, dunia menjadi sangat gelap dan dingin.

Makhluk hidup memang masih bertahan hidup, tetapi sebagian besar tidak bertahan lama. Tanpa cahaya, fotosintesis akan berhenti secara mendadak. Semua pohon hingga plankton, mati. Ditambah lagi, kadar oksigen menurun. Rantai makanan pun hancur.

Selain itu, semua dinosaurus herbivora yang masih ada perlahan mati karena kelaparan. Tanpa daging untuk dimakan, dinosaurus karnivora pun ikut mati. Menurut ahli paleontologi, Ken Lacovara, dalam dokumenter BBC, "The Day the Dinosaurs Died", hanya butuh beberapa minggu atau bulan bagi 80 persen spesies dunia untuk punah selamanya.

10. Dampak hantaman Chicxulub musnahkan setengah mahkluk hidup di lautan

Asteroceras obtusum, Ammonit dari periode awal Jurassic (commons.wikimedia.org/Nobu Tamura)

Jika kamu berpikir di lautan aman, kamu salah. Pasalnya, makhluk hidup di lautan juga sama menderitanya seperti hewan darat akibat dampak dari hantaman Chicxulub. Dampaknya tidak hanya menyebabkan gelombang tsunami dan kegelapan, tetapi juga mengubah komposisi kimia di lautan.

Pada 2019, penulis Michael J Henehana, dkk, menulis sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, yang berjudul "Rapid Ocean Acidification and Protracted Earth System Recovery Followed the End-Cretaceous Chicxulub Impact", mereka mengukur isotop boron dalam cangkang plankton kecil yang disebut foraminifera dan menggunakan data tersebut untuk menyimpulkan bahwa lautan menjadi sangat asam setelah dampak hantaman Chicxulub. Temuan itu konsisten dengan sejumlah besar hujan asam, yang menurunkan pH di lautan dan mempersulit makhluk hidup, seperti ammonit dan moluska lainnya untuk membangun cangkang mereka. Ketika hewan-hewan ini mati, seluruh rantai makanan di lautan terganggu, memicu serangkaian kematian dan kepunahan. Lautan pun menjadi tempat yang sunyi. Hanya setengah dari spesies laut di dunia yang bertahan hidup.

11. Dinosaurus unggas menjadi satu-satunya dinosaurus yang berhasil bertahan

ilustrasi burung kasuari (pixabay.com/SeaReeds)

Baru dalam 50 tahun terakhir ini, para ilmuwan mulai menyadari kesamaan antara burung dan Avian dinosaurs, atau dinosaurus unggas. Dinosaurus ini masih hidup di antara kita. Coba, deh, kamu lihat burung kasuari. Nah, para peneliti menemukan bahwa dinosaurus unggas berevolusi menjadi burung kasuari. Kasuari adalah satu-satunya burung yang memiliki gen dinosaurus yang mampu beradaptasi dan bertahan hidup melewati kehancuran yang terjadi akibat hantaman Chicxulub. 

Mengapa dinosaurus unggas bertahan hidup sementara yang lain tidak? Nah, ukurannya yang kecil menjadi faktor besar dalam kelangsungan hidup banyak hewan, termasuk dinosaurus unggas. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Current Biology, berjudul "Early Evolution of Modern Birds Structured by Global Forest Collapse at the End-Cretaceous Mass Extinction", yang ditulis Daniel J. Field, dkk, burung yang dimaksud disini bukanlah burung yang bertahan hidup di pohon (ingat, sebagian besar hutan terbakar pada saat itu), jadi mereka adalah burung yang hidup di tanah. Ukuran burung-burung ini lebih kecil dari makhluk hidup lain. Seperti yang mungkin kamu tahu, makhluk kecil hanya membutuhkan sedikit energi dibandingkan dengan makhluk besar.

Ada teori yang menyatakan bahwa hewan pemakan biji punya keuntungan tersendiri, karena biji cukup kuat untuk bertahan hidup sementara sumber daya yang lain di lingkungan tersebut musnah. Bentuk telur mungkin juga turut berperan. Burung yang mengerami telurnya mungkin memiliki keuntungan dibandingkan burung yang mengubur telurnya, karena telur yang dikubur lebih rentan.

12. Bagaimana nasib reptil?

ilustrasi buaya (pixabay.com/NoName_13)

Para ilmuwan dulunya percaya bahwa reptil, seperti ular dan kadal, sebagian besar baik-baik saja setelah hantaman Chicxulub terjadi. Akan tetapi, sebuah studi pada 2013 yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, berjudul "Mass Extinction of Lizards and Snakes at the Cretaceous–Paleogene Boundary", yang ditulis Nicholas R. Longrich, dkk, menemukan bahwa kepunahan spesies di antara kadal dan ular terjadi hingga 83 persen. Sama seperti mamalia dan burung, semakin kecil hewan tersebut, semakin besar peluangnya untuk bertahan hidup.

Namun, beberapa spesies reptil yang lebih besar seperti buaya juga selamat dari kepunahan massal, yang bisa dibilang keajaiban, mengingat ukurannya yang sangat berkorelasi dengan kematian. Hewan berdarah dingin ini mungkin punya peluang yang lebih besar, karena hewan berdarah dingin tidak makan sesering hewan berdarah panas dan akan lebih siap untuk menghindari kelaparan.

Ahli paleontologi dari Universitas Yale telah mengonfirmasi, setidaknya tiga dari garis keturunan dinosaurus utama adalah berdarah panas. Nah, ada pula teori lain mengapa buaya dapat bertahan hidup. Diketahui bahwa buaya hidup di air tawar, dan hewan air tawar tidak mengalami penderitaan sebanyak hewan air asin dan penghuni darat. Hal ini tidak saja menguntungkan buaya, tetapi juga memberikan keuntungan bagi hewan air tawar lain yang menjadi makanan buaya.

13. Hewan mamalia yang mampu bertahan

ilustrasi tikus (pixabay.com/Alexa)

Di tepi zona tabrakan Chicxulub yang nyaris tak layak huni, satu-satunya makhluk yang selamat adalah mereka yang berlindung dari panas yang dahsyat dan hujan batu yang menguap. Banyak dari hewan ini adalah mamalia kecil, makhluk mirip tikus yang hidup di liang (lubang atau terowongan yang dibuat hewan). Pada Periode Kapur, mamalia cukup beragam bahkan saat hidup berdampingan dengan dinosaurus. Selain mamalia penggali, ada juga mamalia semi-akuatik, mamalia terbang, dan mamalia penghuni pohon.

Dikutip Science Daily, liang (terowongan) menyelamatkan hewan ini dari hembusan panas dan hujan batu uap. Ditambah ukurannya yang kecil, hewan ini dapat bertahan hidup dengan memakan serangga, atau tanaman yang masih bertahan hidup di danau dan kolam air tawar. Jadi, bisa dibilang, makhluk hidup yang paling lemah lembutlah yang mampu bertahan dari bencana apokaliptik.

14. Populasi dinosaurus memang sudah menurun sebelum adanya hantaman Chicxulub

ilustrasi dinosaurus (pixabay.com/Mollyroselee)

Seperti yang mungkin kamu tahu, banyak pertentangan terhadap berbagai teori sains. Pasalnya, masih banyak ilmuwan kredibel yang menganggap bahwa kepunahan KT tidak disebabkan oleh hantaman Chicxulub. Para ilmuwan ini memang tidak menyangkal bahwa hantaman Chicxulub pernah terjadi, tetapi mereka tidak meyakini bahwa hantaman ini menjadi penyebab utama mengapa dinosaurus punah.

Dikutip New Scientist, dinosaurus sudah hampir punah pada saat hantaman Chicxulub terjadi. Bahkan, jumlah dinosaurus pada saat itu hanya sekitar setengah dari 10 juta tahun sebelumnya. Hal ini bisa jadi karena perubahan iklim dan hilangnya habitat mereka. Yup, 66 juta tahun yang lalu, perubahan iklim menjadi momok menakutkan. Saat itu, perubahan iklim mungkin disebabkan oleh aktivitas vulkanik di anak benua India.

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya