[OPINI] Pelecehan Seksual di Kampus: Series yang Tak Pernah Berakhir

Pelecehan di kampus: drama lama dengan plot yang berulang

Intinya Sih...

  • Pelecehan seksual di kampus merupakan drama yang tak pernah berakhir
  • Budaya kekuasaan antara dosen dan mahasiswa menjadi salah satu fokus utama
  • Program "edukasi" tentang pelecehan seksual di kampus seringkali hanya menjadi background musik yang terlupakan

Selamat datang di serial yang paling lama tayang di dunia akademik: “Pelecehan Seksual di Kampus: Kisah yang Tak Pernah Berakhir”. Episode demi episode, cerita ini tak kunjung usai, meski sudah ratusan kali diulang-ulang dengan plot yang sama. Di setiap musim baru, kita dihadapkan dengan skandal yang tak hanya mengejutkan, tetapi juga menyedihkan, seakan-akan kita menonton drama tanpa akhir dengan akhir yang selalu menggantung.

Satu hal yang konsisten dalam setiap musim adalah budaya kekuasaan. Kita semua tahu bahwa dosen dan mahasiswa tidak sama levelnya, seperti perbedaan antara presiden dan rakyat biasa. Dalam drama ini, dosen bisa berperan sebagai pahlawan sekaligus penjahat, tergantung pada siapa yang berusaha untuk menghentikan mereka. Mungkin para dosen berpikir bahwa kekuasaan mereka adalah tiket untuk melakukan segala sesuatunya, seperti seorang raja yang berkuasa penuh atas kerajaannya, sementara mahasiswa hanya bisa pasrah seperti rakyat jelata yang terjepit.

Masuki episode berikutnya, di mana pendidikan dan kesadaran tentang pelecehan seksual hanya menjadi background musik yang terlupakan. Kita melihat kampus-kampus berusaha menciptakan program-program "edukasi" tentang pelecehan seksual, hanya untuk mengabaikan realita bahwa informasi yang disebarkan hampir tidak lebih baik dari pamflet promosi pembersih kaca. Seolah-olah mereka percaya bahwa membagikan brosur tentang apa itu pelecehan seksual sudah cukup untuk menyelesaikan masalah. Benar-benar seperti merawat kebun yang kering dengan semprotan air dari botol plastik—tak banyak perubahan yang terjadi.

Lanjut ke episode selanjutnya di mana stigma dan ketidakpercayaan berperan sebagai antagonis utama. Korban yang melaporkan pelecehan seksual sering kali diperlakukan seperti karakter antagonis yang tidak diinginkan dalam cerita—diperlakukan dengan curiga, bahkan dicap sebagai “membuat masalah”. Kenyataan bahwa mereka harus melawan stereotip dan reaksi skeptis hanya menambah bumbu pahit dalam drama ini. Sepertinya, dalam setiap episode, ada twist plot di mana korban harus berjuang melawan ketidakadilan sistem, yang lebih mirip pertempuran tanpa akhir daripada resolusi.

Mari kita bicara tentang sistem penegakan aturan yang sering kali tidak lebih baik daripada tayangan berita lama yang diputar ulang. Sistem ini bekerja dengan kecepatan siput dan ketidakpastian yang memuakkan. Korban sering kali menemukan diri mereka terjebak dalam labirin birokrasi yang serupa dengan permainan teka-teki yang tiada akhir. Ketika pelanggar tidak mendapatkan konsekuensi yang memadai, kita melihat kembali ke babak awal, di mana pelaku merasa seperti bintang film yang tak tersentuh oleh aturan. Benar-benar ciri khas dari serial yang tidak pernah ditutup dengan happy ending.

Akhirnya, kita sampai pada perubahan sosial yang berjalan dengan kecepatan kura-kura, seolah-olah kita sedang menunggu keajaiban dari magic wand yang belum juga muncul. Meski kita sering mendengar tentang reformasi dan pembaruan, kenyataannya, perubahan tersebut sepertinya harus berhadapan dengan kekuatan supernatural untuk benar-benar terwujud. Perubahan budaya yang lambat seolah-olah merupakan bagian dari kontrak panjang yang membelenggu kita dalam siklus tanpa akhir dari masalah yang sama.

Dalam dunia kampus, tampaknya pelecehan seksual adalah drama yang akan terus berlanjut hingga ribuan episode ke depan, dengan twist yang sama, karakter yang serupa, dan akhir yang menggantung. Jika Anda berharap untuk melihat episode yang benar-benar menyelesaikan masalah ini dengan memuaskan, mungkin Anda perlu menunggu lama atau mengubah saluran. Sementara itu, mari kita saksikan bersama serial ini dengan harapan bahwa suatu hari nanti, cerita ini akan mendapatkan akhir yang layak.

Baca Juga: [OPINI] Ketika Kulit Gelap Sedikit Dibilang Aura Maghrib

Nahlu Hasbi Heriyanto Photo Writer Nahlu Hasbi Heriyanto

English Education graduate with a focus on critical literacy and socio-cultural analysis. Committed to producing insightful essays that thoughtfully engage with complex ideas.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya