[OPINI] Kenapa AI Tidak Akan Pernah Merebut Pekerjaan Manusia

AI tidak akan merebut pekerjaan manusia

Intinya Sih...

  • RAI memiliki keterbatasan dalam kemampuan kognitif dan emosional, tidak dapat menggantikan interaksi manusia yang tinggi seperti dalam bidang kesehatan mental, pendidikan, dan seni.
  • Banyak pekerjaan manusia terdiri dari tugas-tugas bervariasi dan kompleks yang sulit diotomatisasi oleh AI, seperti manajer proyek yang membutuhkan penilaian dan fleksibilitas manusia.
  • Kolaborasi antara manusia dan AI lebih produktif daripada penggantian total, memungkinkan fokus pada pekerjaan strategis dan kreatif serta meningkatkan produktivitas dan inovasi di masa depan.

Di era digital saat ini, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan, terutama mengenai potensi AI untuk menggantikan pekerjaan manusia. Namun, pandangan bahwa AI akan merebut semua pekerjaan manusia adalah pandangan yang terlalu simplistik dan tidak mencerminkan realitas yang lebih kompleks. Ada beberapa alasan utama yang mendukung pandangan bahwa AI tidak akan pernah sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia.

Pertama, AI memiliki keterbatasan signifikan dalam hal kemampuan kognitif dan emosional. Meskipun AI dapat memproses data dan melakukan tugas-tugas rutin dengan efisiensi tinggi, ia tidak memiliki kesadaran diri, empati, atau kemampuan untuk berpikir kreatif seperti manusia. Banyak pekerjaan membutuhkan tingkat empati dan interaksi manusia yang tinggi, seperti dalam bidang kesehatan mental, pendidikan, dan seni. Misalnya, seorang konselor atau psikolog tidak hanya menganalisis data tetapi juga memahami perasaan dan kebutuhan klien mereka, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh AI. Dalam pendidikan, guru tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menginspirasi dan memotivasi siswa, sebuah aspek yang sangat bergantung pada interaksi manusia.

Kedua, banyak pekerjaan manusia terdiri dari tugas-tugas yang sangat bervariasi dan kompleks. AI mungkin unggul dalam tugas-tugas spesifik dan terstruktur, tetapi ia sering kali kesulitan dalam menangani situasi yang tidak terduga atau yang membutuhkan penilaian kontekstual. David Autor dalam artikel yang diterbitkan oleh Harvard Business Review menekankan bahwa banyak pekerjaan manusia tidak dapat sepenuhnya otomatis karena sifatnya yang sangat bervariasi dan kompleks. Misalnya, pekerjaan seorang manajer proyek mencakup koordinasi berbagai aspek proyek, berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan, dan menyelesaikan konflik yang muncul, yang semuanya membutuhkan penilaian dan fleksibilitas manusia.

Selain itu, penggantian total tenaga kerja manusia oleh AI juga menghadirkan tantangan sosial dan ekonomi yang besar. Sumber daya manusia tidak hanya tentang produktivitas tetapi juga tentang stabilitas ekonomi dan sosial. Tenaga kerja manusia memegang peran penting dalam perekonomian global, dari konsumsi hingga inovasi. Menggantikan mereka dengan AI secara besar-besaran dapat menimbulkan ketidaksetaraan ekonomi dan masalah sosial lainnya. Studi oleh McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa adopsi teknologi lebih mungkin menciptakan jenis pekerjaan baru daripada mengeliminasi pekerjaan yang ada. Pekerjaan baru ini sering kali muncul dari kebutuhan untuk mengelola dan memelihara teknologi baru, serta dalam industri-industri yang tumbuh sebagai hasil dari peningkatan efisiensi dan inovasi.

Kemudian, kolaborasi antara manusia dan AI justru lebih produktif daripada penggantian total. AI paling efektif ketika digunakan untuk melengkapi pekerjaan manusia. Dalam banyak kasus, AI dapat mengambil alih tugas-tugas rutin dan administratif, memungkinkan manusia untuk fokus pada pekerjaan yang lebih strategis dan kreatif. Sebuah laporan oleh World Economic Forum menyoroti bahwa kolaborasi antara manusia dan AI akan menjadi kunci dalam meningkatkan produktivitas dan inovasi di masa depan. Contohnya, dalam industri medis, AI dapat digunakan untuk menganalisis data medis dengan cepat dan akurat, sementara dokter menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan medis yang kompleks dan merancang perawatan yang dipersonalisasi.

Aspek regulasi dan etika juga memainkan peran penting dalam membatasi penggantian pekerjaan manusia oleh AI. Regulasi yang ketat dalam penggunaan AI diperlukan untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara etis dan bertanggung jawab. Banyak negara dan organisasi internasional bekerja keras untuk memastikan bahwa adopsi AI dilakukan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas. Ini termasuk regulasi untuk memastikan transparansi dalam algoritma AI, perlindungan terhadap data pribadi, dan pengembangan standar etika dalam penerapan AI.

Meskipun AI memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita bekerja, ia tidak akan sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia. Keterbatasan dalam kemampuan kognitif dan emosional, kompleksitas dan variabilitas tugas manusia, serta pertimbangan sosial dan ekonomi, semuanya menunjukkan bahwa AI dan manusia akan lebih efektif bekerja sama daripada bersaing. Kolaborasi ini akan membuka peluang baru dan meningkatkan kualitas kerja, daripada menghilangkan pekerjaan manusia.

 

Referensi:

Autor, D. H. (2015). Why Are There Still So Many Jobs? The History and Future of Workplace Automation. Journal of Economic Perspectives, 29(3), 3-30. 
Manyika, J., Chui, M., Miremadi, M., Bughin, J., George, K., Willmott, P., & Dewhurst, M. (2017). A future that works: Automation, employment, and productivity. McKinsey Global Institute.
World Economic Forum (WEF). (2018). The Future of Jobs Report 2018.

Baca Juga: [OPINI] Musik Kecimol dengan Tarian Erotis, Haruskah Dibubarkan?

Nahlu Hasbi Heriyanto Photo Writer Nahlu Hasbi Heriyanto

English Education graduate with a focus on critical literacy and socio-cultural analysis. Committed to producing insightful essays that thoughtfully engage with complex ideas.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya