[OPINI] Java Sentris dalam Berbagai Aspek di Indonesia

Ketimpangan politik, ekonomi, budaya, dan Pendidikan

Intinya Sih...

  • Dominasi Pulau Jawa dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan menciptakan ketimpangan antara Jawa dan wilayah lain di Indonesia.
  • Pulau Jawa mendominasi keputusan politik penting, menyumbang 58% PDB Indonesia, dan memengaruhi bahasa, budaya populer, serta akses pendidikan.
  • Upaya desentralisasi dan pemindahan ibu kota negara menjadi langkah awal untuk mengurangi ketimpangan regional antara Jawa dan daerah lainnya.

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki beragam suku, budaya, dan bahasa yang tersebar di 17.000 pulau. Namun, dalam banyak aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat kecenderungan dominasi Pulau Jawa atau yang sering disebut "Java sentris." Dominasi ini terlihat dalam aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yang menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif bagi perkembangan wilayah lain di Indonesia.

 

Dominasi Politik

Dalam aspek politik, dominasi Jawa sangat terlihat. Ibu kota Indonesia, Jakarta, berada di Pulau Jawa dan menjadi pusat pemerintahan serta administrasi negara. Banyak keputusan politik penting yang diambil di Jakarta, sehingga banyak kepentingan daerah lain yang sering kali terpinggirkan. Menurut seorang ahli politik dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Sri Adiningsih, "Sentralisasi kekuasaan di Jakarta menyebabkan ketimpangan dalam distribusi sumber daya dan perhatian politik antara Jawa dan wilayah lainnya."

Hal ini diperkuat oleh data bahwa mayoritas presiden Indonesia berasal dari Jawa, termasuk Soekarno, Soeharto, dan Joko Widodo. Hal ini menunjukkan bahwa secara historis dan politis, Jawa memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan arah kebijakan nasional. Dominasi ini sering kali mengakibatkan daerah lain merasa terabaikan dan tidak mendapatkan porsi yang adil dalam pembangunan nasional.

 

Ekonomi yang Terpusat

Dari sisi ekonomi, dominasi Jawa juga sangat kentara. Pulau Jawa menyumbang sekitar 58 persen dari total PDB Indonesia (BPS, 2022). Jakarta sebagai pusat bisnis dan keuangan memainkan peran yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Banyak perusahaan besar, baik lokal maupun asing, berkantor pusat di Jakarta atau kota-kota besar di Jawa seperti Surabaya dan Bandung. Hal ini menyebabkan aliran investasi dan lapangan kerja lebih banyak terserap di Jawa dibandingkan dengan pulau-pulau lain.

Menurut ekonom Faisal Basri, "Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa adalah akibat dari kebijakan pembangunan yang tidak merata sejak era Orde Baru." Kebijakan yang terlalu terfokus pada pembangunan infrastruktur dan industri di Jawa menyebabkan daerah lain tertinggal. Selain itu, akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih baik di Jawa menarik penduduk dari daerah lain untuk bermigrasi ke Jawa, memperparah ketimpangan ekonomi antarwilayah.

 

Sosial dan Budaya yang Jawa-sentris

Dalam bidang sosial dan budaya, dominasi Jawa juga sangat terasa. Bahasa Indonesia, meskipun merupakan bahasa nasional, banyak dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Banyak istilah dan ungkapan dalam bahasa Indonesia sehari-hari yang berasal dari bahasa Jawa. Selain itu, budaya pop dan media massa sering kali menampilkan budaya Jawa sebagai representasi budaya Indonesia. Ini terlihat dalam berbagai tayangan televisi, film, dan musik yang diproduksi dan dipopulerkan di Jakarta.

Menurut budayawan Radhar Panca Dahana, "Java sentris dalam budaya populer Indonesia mencerminkan ketidaksetaraan dalam representasi budaya nasional." Kebudayaan dari daerah lain sering kali kurang terekspos dan dianggap sebagai budaya minoritas. Padahal, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam dari Sabang sampai Merauke. Dominasi budaya Jawa ini dapat menyebabkan homogenisasi budaya dan mengikis keanekaragaman budaya lokal yang seharusnya menjadi kekuatan Indonesia.

 

Pendidikan yang Tidak Merata

Pendidikan juga menjadi salah satu aspek yang menunjukkan dominasi Jawa. Banyak universitas dan institusi pendidikan terbaik berada di Pulau Jawa, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Hal ini menyebabkan banyak pelajar dari luar Jawa yang harus merantau ke Jawa untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekitar 70 persen dari penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) adalah mahasiswa yang kuliah di Jawa.

Profesor Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pernah menyatakan bahwa "Ketimpangan akses pendidikan yang berkualitas antara Jawa dan luar Jawa adalah salah satu tantangan besar dalam mewujudkan keadilan pendidikan di Indonesia." Ketimpangan ini berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang tidak merata di seluruh Indonesia, sehingga mempengaruhi kesempatan dan potensi perkembangan daerah di luar Jawa.

 

Upaya Desentralisasi dan Tantangannya

Pemerintah Indonesia telah menyadari masalah Java sentris ini dan berusaha mengatasinya melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan pada tahun 2001 bertujuan untuk memberikan lebih banyak kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya dan pembangunan wilayahnya masing-masing. Selain itu, pemerintah juga merencanakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur, sebagai upaya untuk mengurangi beban Jakarta dan mendorong pembangunan di luar Jawa.

Namun, kebijakan desentralisasi ini menghadapi berbagai tantangan. Banyak daerah yang masih bergantung pada dana transfer dari pusat dan belum mampu mengelola sumber dayanya secara mandiri. Selain itu, infrastruktur yang belum memadai di banyak daerah luar Jawa menghambat proses pembangunan. Menurut laporan Bank Dunia, "Pembangunan infrastruktur yang lambat dan kualitas pelayanan publik yang rendah di daerah-daerah luar Jawa menjadi kendala utama dalam mengurangi kesenjangan regional."

Java sentris dalam berbagai aspek di Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan yang cukup serius antara Jawa dan wilayah lainnya. Dominasi Jawa dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan mencerminkan perlunya kebijakan yang lebih inklusif dan merata dalam pembangunan nasional. Upaya desentralisasi dan pemindahan ibu kota negara merupakan langkah awal yang baik, namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia harus terus mendorong pembangunan yang lebih merata dan inklusif, dengan memanfaatkan potensi dan kekayaan yang dimiliki oleh setiap daerah. Dengan demikian, diharapkan tercipta Indonesia yang lebih adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

Baca Juga: [OPINI] World Water Forum: Untuk Masyarakat atau Korporat?

Nahlu Hasbi Heriyanto Photo Writer Nahlu Hasbi Heriyanto

English Education graduate with a focus on critical literacy and socio-cultural analysis. Committed to producing insightful essays that thoughtfully engage with complex ideas.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya