[OPINI] Haji: Antara Ibadah yang Mulia dan Gelar yang Dikejar

Tentang gelar 'Haji': ibadah suci atau obsesi sosial?

Intinya Sih...

  • Ibadah haji dianggap suci dan membawa keberkahan serta pengampunan dosa bagi umat Muslim Indonesia.
  • Gelar 'Haji' dianggap sebagai simbol status sosial yang diidamkan, bahkan menjadi obsesi untuk dipanggil 'Haji' setelah pulang dari Tanah Suci.
  • Gelar 'Haji' sering digunakan untuk pamer status sosial dan dianggap sebagai jaminan keselamatan di akhirat tanpa perlu perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap tahun, ribuan umat Muslim dari Indonesia dengan semangat yang membara berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Perjalanan spiritual ini dianggap sebagai momen yang suci, diharapkan membawa keberkahan dan pengampunan dosa. Namun, di balik keikhlasan itu, ada fenomena sosial menarik yang patut diperhatikan: obsesi terhadap gelar 'Haji'.

Bagi sebagian, menjadi 'Haji' tidak sekadar menandakan pemenuhan salah satu rukun Islam yang kelima, tetapi juga sebuah simbol status sosial yang sangat diidamkan. Gelar 'Haji' sering kali dianggap prestise yang harus diraih setelah kembali dari Tanah Suci. Bahkan, ada yang merasa tersinggung jika tidak dipanggil 'Haji', seolah ini adalah penghinaan terhadap kebanggaan dan harga diri mereka.

Perayaan kepulangan 'Haji' menjadi sebuah acara megah dengan rumah yang dihias meriah, undangan yang tersebar luas, dan semua orang diundang untuk merayakan. Meskipun dimulai dengan niat baik untuk berbagi kebahagiaan, seringkali acara ini berubah menjadi panggung untuk pamer status sosial di hadapan tetangga dan kerabat.

Lebih dari sekadar perayaan dan pengakuan sosial, gelar 'Haji' sering kali digunakan untuk menunjukkan seseorang telah "naik kelas" dalam hierarki sosial. Ini mencerminkan betapa kita sering terjebak dalam budaya perbandingan dan penilaian eksternal. Sehingga, ibadah yang semestinya untuk mencari ridha Allah, sering kali menjadi sarana untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari manusia.

Ironisnya, gelar 'Haji' kadang juga dianggap sebagai jaminan untuk mendapatkan tempat yang lebih baik di mata Allah SWT. Beberapa bahkan meyakini bahwa menjadi 'Haji' akan menghapuskan semua dosa masa lalu tanpa perlu menyesali atau mengubah perilaku kurang Islami. Seakan-akan ibadah haji adalah jaminan keselamatan di akhirat, tanpa perlu menjalani perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena ini tidak terbatas pada kalangan tertentu, tetapi telah menyebar di berbagai lapisan masyarakat. Dari desa hingga kota besar, dari pedesaan hingga perkotaan, keinginan untuk dipanggil 'Haji' setelah pulang dari Mekkah sering kali menjadi obsesi sulit dilepaskan. Ini menunjukkan betapa kuatnya budaya simbolisme dan penilaian sosial di masyarakat kita.

Sebagai umat Muslim, seharusnya kita merenung lebih dalam. Ibadah haji bukan hanya seremoni fisik, melainkan juga transformasi spiritual yang mendalam. Tujuan utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, merenungkan makna kehidupan, serta meningkatkan kualitas moral dan spiritual.

Ketika obsesi terhadap gelar 'Haji' menggantikan esensi ibadah, sudah saatnya kita bertanya kepada diri sendiri, apa yang sebenarnya kita cari dalam ibadah ini? Apakah kita hanya mencari pujian manusia, atau sungguh-sungguh ingin mencari keridhaan Sang Pencipta?

Mungkin suatu hari nanti, kita bisa lebih bijak dalam menyikapi fenomena ini. Mungkin kita bisa lebih memahami bahwa gelar 'Haji' bukanlah penentu utama dari keberhasilan ibadah kita, melainkan kualitas hati dan amal perbuatan yang tulus. Semoga obsesi kita untuk dipanggil 'Haji' tidak mengaburkan makna sejati dari ibadah yang suci ini, yang seharusnya membimbing kita pada perbaikan diri dan kehidupan yang lebih Islami di masa depan.

Semoga artikel ini dapat memberikan perspektif yang mendalam tentang kompleksitas dalam ibadah haji dan bagaimana kita seharusnya meresponsnya sebagai umat Muslim.

Baca Juga: [OPINI] Ramadan dan Hal-hal Remeh Dalam Menafsirkan Kehendak Tuhan

Nahlu Hasbi Heriyanto Photo Writer Nahlu Hasbi Heriyanto

Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UNESA, mencari jawaban kapan lulus. Tetap semangat hadapi skripsi. Semoga selesai sebelum ada alasan baru untuk menunda!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya