[OPINI] Cyberbullying vs. Bullying Tradisional: Menilik Perbedaan

Cyberbullying vs Bullying Tradisional: Perbedaan & Dampaknya

Intinya Sih...

  • Bullying tradisional adalah perilaku menyakitkan secara langsung, baik fisik maupun verbal, sementara cyberbullying terjadi di dunia maya.
  • Cyberbullying ditandai dengan anonimitas pelaku dan penyebaran yang lebih luas melalui platform digital.
  • Dampak psikologis cyberbullying lebih mendalam, membuat penanganannya lebih rumit karena sering terjadi di luar jam sekolah.

Di zaman digital seperti sekarang, fenomena bullying telah mengalami perubahan yang signifikan. Jika sebelumnya bullying lebih sering terjadi secara langsung di lingkungan sekolah atau tempat umum, kini ada bentuk bullying yang lebih modern dan kompleks, yaitu cyberbullying. Keduanya memiliki dampak yang serius bagi korbannya, namun cara keduanya terjadi, anonimitas pelaku, serta dampak psikologis yang ditimbulkan bisa sangat berbeda.

Apa Itu Bullying Tradisional dan Cyberbullying?
Bullying tradisional adalah perilaku menyakitkan yang dilakukan secara langsung, baik secara fisik maupun verbal, dengan tujuan untuk menindas atau mengintimidasi orang lain. Bentuknya bisa berupa pukulan, dorongan, ejekan, atau penghinaan yang terjadi secara tatap muka. Di sisi lain, cyberbullying terjadi di dunia maya, di mana pelaku menggunakan perangkat digital seperti ponsel, komputer, atau media sosial untuk menyerang korbannya. Menurut Kowalski, Limber, dan Agatston (2012), "Cyberbullying ditandai dengan penggunaan alat komunikasi digital untuk secara sengaja menyakiti atau melecehkan orang lain."

Anonimitas dan Penyebaran yang Lebih Luas
Salah satu aspek yang membedakan cyberbullying dari bullying tradisional adalah anonimitas pelakunya. Dalam bullying tradisional, pelaku biasanya dikenal oleh korban, dan insiden terjadi di tempat yang dapat diketahui oleh orang lain, seperti di sekolah. Namun dalam cyberbullying, pelaku sering kali bersembunyi di balik identitas palsu, membuat mereka sulit dilacak dan dikenali. Ini membuat serangan menjadi lebih berani dan intens, seperti yang ditemukan dalam penelitian Hinduja dan Patchin (2010), "Anonimitas yang diberikan oleh Internet dapat mendorong individu untuk melakukan perilaku yang lebih agresif."

Selain itu, penyebaran cyberbullying bisa sangat cepat dan luas. Sebuah komentar yang merendahkan atau gambar yang memalukan bisa dengan cepat menyebar ke ratusan atau bahkan ribuan orang hanya dalam hitungan detik, menjadikannya lebih sulit untuk dikendalikan dibandingkan dengan bullying tradisional.

Dampak Psikologis yang Lebih Mendalam
Dampak psikologis dari bullying, baik tradisional maupun digital, tidak bisa dianggap remeh. Namun, cyberbullying sering kali memberikan tekanan yang lebih besar karena korban merasa tidak aman bahkan di rumah mereka sendiri. Sebuah studi dari "Journal of Adolescent Health" (2014) menunjukkan bahwa korban cyberbullying lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan pikiran untuk bunuh diri dibandingkan dengan korban bullying tradisional. Ini disebabkan oleh fakta bahwa cyberbullying bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, melalui perangkat digital yang selalu berada di tangan korban.

Penanganan yang Lebih Rumit
Dari segi penanganan, bullying tradisional sering kali bisa diatasi langsung oleh sekolah atau pihak berwenang setempat melalui kebijakan disiplin atau tindakan hukum. Namun, cyberbullying lebih sulit dikendalikan karena sering terjadi di luar jam sekolah dan melibatkan platform online yang mungkin di luar jangkauan hukum setempat. Meski begitu, beberapa negara mulai memperketat aturan terkait cyberbullying. Misalnya, Australia melalui "Enhancing Online Safety Act" (2015) telah menetapkan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku cyberbullying, termasuk denda dan hukuman penjara.

Kesimpulan
Baik bullying tradisional maupun cyberbullying adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian khusus. Meskipun keduanya memberikan dampak negatif yang besar, cyberbullying menghadirkan tantangan baru yang lebih kompleks karena sifat anonimitas dan kemampuannya untuk menyebar dengan cepat. Oleh karena itu, penting bagi kita semua—baik masyarakat, sekolah, maupun keluarga—untuk terus memberikan edukasi dan dukungan kepada korban serta memperkuat peraturan untuk melindungi individu dari tindakan yang merugikan ini.

 

Referensi:

Kowalski, R. M., Limber, S. P., & Agatston, P. W. (2012). Cyberbullying: Bullying in the Digital Age. John Wiley & Sons.
Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2010). Bullying, Cyberbullying, and Suicide. Archives of Suicide Research, 14(3), 206-221.
"Journal of Adolescent Health" (2014). The Impact of Traditional Bullying and Cyberbullying on Adolescent Mental Health.
Australian Government. (2015). Enhancing Online Safety Act 2015.

Baca Juga: 5 Alasan Anak Melakukan Cyberbullying, Ketahui Juga Solusinya!

Nahlu Hasbi Heriyanto Photo Writer Nahlu Hasbi Heriyanto

English Education graduate with a focus on critical literacy and socio-cultural analysis. Committed to producing insightful essays that thoughtfully engage with complex ideas.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya