[OPINI] Ketika Media Memberi Statistik dan Masyarakat Sulit Berempati
Saat data statistik tidak memberikan keterikatan emosional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
"Kematian satu orang adalah tragedi, kematian satu juta orang adalah statistik"- Joseph Stalin.
Media berperan penting dalam memberikan informasi secara cepat dan akurat. Lewat beragam bentuk, informasi tersebut tak jarang disediakan sebagai sebuah data statistik. Media berharap masyarakat mampu mendapatkan informasi paling relevan lalu bersikap dan mengambil tindakan yang bijaksana sebagai umpan baliknya. Empati adalah salah satu bentuk yang diharapkan. Empati sendiri adalah kemampuan untuk merasakan dan melihat dari sudut pandang orang lain.
Dalam beberapa kasus, empati masyarakat terhadap persoalan sosial dan ekonomi mendorong untuk dilakukannya tindakan pencegahan akan kejadian yang serupa. Bagaimana empati di masyarakat terbentuk ketika melihat pemberitaan di media menjadi sesuatu yang menarik karena bentuk penyajian informasi menghasilkan keterikatan emosional yang berbeda. Layaknya yang pernah dikatakan Joseph Stalin di masa perang dahulu, ‘tragedi’ dan ‘statistik’ mendapatkan tanggapan berbeda dari yang diharapkan.
Baca Juga: 5 Manfaat Mengurangi Aktivitas Sosial Media, Gak Overthinking Lagi
Laporan COVID-19
Tahun lalu, kita sangat familiar dengan laporan peningkatan jumlah penderita COVID-19 setiap harinya. Kita melihat kematian banyak orang yang digambarkan dalam jumlah angka per hari. Media berusaha memberikan peringatan dan imbauan bahwa bahaya sungguh ada dan masyarakat diminta waspada demi mencegah keadaan yang semakin memburuk. Di sisi lain, kita juga diberikan informasi mengenai public figure yang kita kenal telah meninggal atau pengusaha yang menderita kerugian besar karena pandemi COVID-19.
Kedua model pemberitaan media di atas diberikan kepada masyarakat sebagai bentuk dari dampak COVID-19 yang terus memakan korban jiwa dan materi. Ada perbedaan tanggapan dalam kedua pemberitaan tersebut. Masyarakat menaruh simpati ‘lebih banyak’ pada pemberitaan mengenai public figure atau pengusaha dan menjadi gerah melihat angka statistik peningkatan penderita COVID-19. Bila kita melihat secara nyata di kolom komentar media online, angka statistik tersebut mulanya membuat masyarakat waspada dan lalu memunculkan sikap tidak peduli. Sebagian masyarakat tetap memilih keluar dan melakukan trend 'healing’ ke berbagai tempat.
Kematian yang disajikan dalam bentuk statistik tersebut akhirnya hanya menjadi statistik tanpa bisa dimaknai lebih dalam. Tidak adanya keterikatan emosional secara langsung karena tidak mengenal para korban membuat empati masyarakat berkurang dan menjadikan bentuk pemberitaan tersebut hanya sebagai indikasi serta prediksi mengenai keadaan yang bisa menjadi semakin baik atau buruk.
Baca Juga: [OPINI] Stop Merendahkan Perempuan Melalui Humor!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.