[OPINI] Ancaman di Laut China Selatan, Indonesia Harus Bagaimana?

Apa Indonesia siap berperang?

Intinya Sih...

  • Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dan sebagainya. Laut China Selatan diperebutkan oleh beberapa negara, termasuk Indonesia, China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan.
  • Klaim China (Sembilan Garis Putus) melingkupi hampir 90 persen Laut China Selatan. China juga disebut-sebut melanggar Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC).
  • Filipina mengajukan 153 keluhan terkait sikap China. Beting Scarborough merupakan tempat penangkapan ikan tradisional yang digunakan beberapa negara dan berada dekat jalur pelayaran utama.

Menurut KBBI Daring, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dan sebagainya. Encyclopedia Britannica menjelaskan, kedaulatan awalnya dipahami sebagai padanan kekuasaan tertinggi. Namun, istilah ini juga dianggap salah satu gagasan paling kontroversial dalam ilmu politik dan hukum internasional.

Laut China Selatan adalah contoh pentingnya mempertahankan kedaulatan. Wilayah ini diperebutkan China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan berdasarkan alasan sejarah, pemetaan wilayah maritim, dan prinsip hukum laut internasional. Lantas, bagaimana Indonesia sebaiknya bertindak?

1. Klaim China melingkupi hampir 90 persen Laut China Selatan

[OPINI] Ancaman di Laut China Selatan, Indonesia Harus Bagaimana?Band Militer China (commons.wikimedia.org/Mil.ru)

Klaim China, yang disebut Sembilan Garis Putus, melingkupi hampir 90 persen Laut China Selatan. Bahkan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia bertabrakan dengan klaim ini. Selain itu, ZEE Indonesia juga tumpang tindih dengan klaim Malaysia dan Vietnam.

China disebut-sebut melanggar Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC). Perjanjian ini menggaungkan sikap saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas teritorial, dan identitas nasional semua bangsa. China juga disebut-sebut melanggar komitmen TAC tentang penyelesaian dan pengelolaan perselisihan internasional dengan damai.

Pada 2020, Cina tercatat melakukan pelanggaran wilayah di Laut Natuna Utara, wilayah yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, dengan mengirimkan 2 kapal perang dan 1 pesawat pengintai. Catatan ini meningkat seiring tahun. Catatan 2023 menyebutkan, terdapat 4 kapal perang dan 3 pesawat pengintai China yang melanggar wilayah Laut Natuna Utara.

2. Filipina dihajar China habis-habisan di wilayahnya sendiri

[OPINI] Ancaman di Laut China Selatan, Indonesia Harus Bagaimana?Kapal Induk Liaoning (commons.wikimedia.org/日本防衛省・統合幕僚監部)

Selama 2 tahun terakhir, Filipina mengajukan 153 keluhan terkait sikap China. Keluhan ini bukan tanpa alasan, mengingat ketegangan akhir-akhir ini. Tak lupa, China juga merebut Beting Scarborough dari kekuasaan Filipina pada 2012. Padahal, beting ini terletak sekitar 220 kilometer di lepas pantai Filipina dan masih berada dalam ZEE negara ini.

Beting Scarborough merupakan tempat penangkapan ikan tradisional yang digunakan beberapa negara dan berada dekat jalur pelayaran utama. Beting adalah akumulasi sedimen di alur sungai atau landas kontinen. Beting berpotensi membahayakan kapal.

Sikap galak China terhadap Filipina dibuktikan lewat insiden yang terjadi pada April 2024, saat kapal penjaga pantai dan kapal pemerintah Filipina diserang meriam air di Beting Scarborough selama berpatroli. Akibatnya, kedua kapal ini mengalami kerusakan mengkhawatirkan. Kendati demikian, China menyatakan, Beting Scarborough selalu menjadi milik China.

Baca Juga: Menjaga Kedaulatan dan Merajut Perdamaian di Laut China Selatan

3. Tokoh antagonis teater Laut China Selatan adalah momok bagi siapa pun

[OPINI] Ancaman di Laut China Selatan, Indonesia Harus Bagaimana?Chengdu J-20 (commons.wikimedia.org/Alert5)

Kemajuan militer China tidak perlu dipertanyakan. China adalah produsen persenjataan terbesar kedua di dunia, tepat di belakang Amerika Serikat. Memang, modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) adalah prioritas utama Partai Komunis China.

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), terdapat empat perusahaan persenjataan China yang berada dalam daftar 25 perusahaan persenjataan teratas di dunia pada 2019. Keempatnya adalah Aviation Industry Corporation of China (AVIC), China Electronics Technology Group Corporation (CETC), China North Industries Group Corporation (NORINCO), dan China South Industries Group Corporation (CSGC). Empat perusahaan ini sukses meraup sekitar Rp910 triliun.

4. Indonesia belum cukup siap menghadapi konflik Laut China Selatan

[OPINI] Ancaman di Laut China Selatan, Indonesia Harus Bagaimana?KRI Sultan Iskandar Muda (depan) (commons.wikimedia.org/Naval Surface Warriors)

Ada pepatah Latin yang terkenal, si vis pacem para bellum. Artinya, jika menginginkan perdamaian, bersiaplah perang. Namun, Indonesia belum siap menggunakan pepatah ini dalam menghadapi konflik Laut China Selatan.

Perkembangan militer Indonesia sangat masif sejak 2022. Indonesia tercatat membeli 42 pesawat tempur Dassault Rafale dan 2 kapal selam Scorpene, menyepakati pembelian 24 pesawat tempur Boeing F-15 EX, serta meneken kontrak pengadaan 2 kapal patroli lepas pantai kelas Thaon di Revel. Bahkan, Indonesia digadang-gadang masih berniat melanjutkan kontrak pembelian Sukhoi Su-35 yang sebelumnya dikabarkan batal.

Masifnya perkembangan militer Indonesia belum cukup. Perkembangan militer China sejatinya jauh lebih masif. Dengan demikian, sebaiknya Indonesia mengutamakan sikap berdiplomasi, alih-alih bermain fisik.

"Sebagai negara nonblok, Indonesia tidak dapat membentuk aliansi militer, tetapi mencari teman sebanyak mungkin untuk memecahkan masalah bersama," kata Erik Purnama Putra dari Studi Strategis & Pertahanan Indonesia (ISDS), dilansir BenarNews.

Jika konflik terjadi, Indonesia dan China bagaikan David dan Goliath Si Raksasa yang terkenal dalam Yahudi, Kristen, dan Islam. Jadi, diplomasi adalah kunci, sebagaimana dinyatakan Duta Besar Indonesia untuk Filipina. Tidak ada negara yang diuntungkan dari eskalasi konflik Laut China Selatan.

Referensi:

Kamus Besar Bahasa Indonesia. "Kedaulatan." Diakses Mei 2024.
Britannica. "Sovereignty." Diakses Mei 2024.
Modern Diplomacy. "South China Sea Conflict: Indonesia’s Maritime Diplomacy." Diakses Mei 2024.
BenarNews. "Waterway Discussions." Diakses Mei 2024.
East Asia Forum. "Time for ASEAN to Stand Up in the South China Sea." Diakses Mei 2024.
Al Jazeera. "Philippines Summons China Envoy Over Water Cannon Attack in South China Sea." Diakses Mei 2024.
International Law Blog. "Si Vis Pacem, Para Bellum: The Difficult Relationship Between Peace and Aggression." Diakses Mei 2024.
The Defense Post. "Indonesia Rafale Jet France." Diakses Mei 2024.
Reuters. "Indonesia, Boeing Sign Deal for Sale of F-15 Fighter Jets." Diakses Mei 2024.
Overt Defense. "The Indonesian Navy to Procure Two Thaon di Revel Class OPVs from Fincantieri." Diakses Mei 2024.
France 24. "Indonesia Buys Two Submarines from France’s Naval Group." Diakses Mei 2024.
TASS. "Defense." Diakses Mei 2024.
Britannica. "David." Diakses Mei 2024.
BenarNews. "80 Percent Indonesians See China Threatens Sovereignty." Diakses Mei 2024.
ISDS Indonesia. "About." Diakses Mei 2024.
CSIS ChinaPower Project. "Arms Companies." Diakses Mei 2024.

Baca Juga: Konflik Laut China Selatan, Filipina Serukan Pengusiran Diplomat China

Written by IRIZU Photo Verified Writer Written by IRIZU

IRIZU adalah nama pena seorang remaja yang rajin menulis, tetapi mudah jenuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya