[OPINI] Apa Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Indonesia?

Pakar: Akan muncul sentimen negatif terhadap AS

Setelah kampanye panjang, melelahkan dan penuh drama, Donald Trump akhirnya terpilih sebagai presiden Amerika Serikat pada Rabu (9/11) waktu Indonesia. Coba berhenti sejenak. Pahami apa yang sedang terjadi: seseorang yang membanggakan pelecehan seksual, merendahkan wanita, menyebut para imigran Meksiko sebagai pelaku pemerkosaan, berniat melarang Muslim untuk masuk ke Amerika Serikat dan menuduh mereka sebagai teroris, memuji Vladimir Putin, memperoleh dukungan dari pemimpin kelompok rasis KKK, serta menyuruh Jepang dan Korea Selatan membuat senjata nuklir mereka sendiri, telah berhasil menjadi pemimpin sebuah negara yang memiliki kekuatan militer dan perangkat mata-mata terbesar di dunia.

Trump terkenal sangat anti perdagangan bebas dan ini akan berpengaruh buruk kepada Indonesia.

[OPINI] Apa Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Indonesia?ANTARA FOTO/REUTERS/Carlo Allegri

Menurut pengamat Politik Luar Negeri Amerika Serikat dari Universitas Airlangga, Ahmad Safril Mubah, sejumlah hal buruk diprediksi akan terjadi setelah Donald Trump resmi menjadi penghuni Gedung Putih berikutnya.

Dalam konteks ekonomi, Safril menyebut Trump akan membubarkan Trans-Pacific Partnership (TPP). Di satu sisi, TPP memang merupakan perjanjian perdagangan terburuk sepanjang sejarah. Namun di sisi lain, Amerika Serikat akan kehilangan mitra-mitra dagang strategis yang sebelumnya sudah setuju ikut dalam TPP, termasuk Indonesia.

Saya pribadi sangat tidak setuju dengan adanya TPP. Namun, alasan Trump untuk mematikan TPP bukan karena dampaknya terhadap hal-hal fundamental seperti ketersediaan obat-obatan yang terjangkau bagi warga miskin, melainkan karena Trump memang sangat anti perdagangan bebas. Bukan hanya soal TPP, Trump diprediksi akan mengadopsi proteksionisme yang berpengaruh terhadap Indonesia.

Gejala-gejala penolakan pelaku pasar terhadap Trump sudah terjadi sejak dimulainya pemungutan suara di Amerika Serikat. Pasar saham di Asia Pasifik langsung terjun bebas saat penghitungan suara sementara mengunggulkan Trump. Hal yang sama terjadi di Indonesia karena pasar Indonesia mengikuti pasar luar negeri.

Dengan terpilihnya Trump, dikhawatirkan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat akan sangat dibatasi. Ini bisa berdampak negatif pada perekonomian dalam negeri. Padahal, hingga Juli 2016, ekspor non-migas Indonesia ke Amerika Serikat merupakan yang terbesar, yaitu 0,99 miliar dolar AS. Safril juga khawatir jika U.S.-Indonesia Comprehensive Partnership yang ditandatangani Presiden Obama dan Mantan Presiden Yudhoyono pada 2010 akan dievaluasi oleh Trump. Selain ekonomi, kerjasama tersebut juga menyangkut berbagai aspek dari demokrasi, pendidikan, pertahanan, hingga lingkungan hidup.

Baca Juga: [BREAKING] Donald Trump Menang di Pemilu Amerika Serikat

Sikap Donald Trump selama kampanye yang memusuhi Muslim akan melahirkan sentimen negatif terhadap Amerika Serikat pada umumnya dan Trump pada khususnya.

[OPINI] Apa Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Indonesia?ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Sudah bukan rahasia bahwa Trump berkali-kali dengan gamblang menyebut akan melarang Muslim masuk ke Amerika Serikat. Setelah secara publik berdebat tentang keluarga mantan anggota militer Amerika yang tewas di Irak, Trump kembali menyuarakan sesuatu yang sama sekali tidak berdasar. Trump menuduh komunitas Muslim Amerika sebagai kelompok teroris.

Safril menilai pendirian Trump tentang kaum Muslim tersebut bisa melahirkan sentimen negatif dari masyarakat Indonesia terhadap Amerika Serikat, mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Safril mengingat kembali penolakan terhadap kedatangan mantan presiden George W. Bush yang dilakukan oleh ribuan massa yang dipimpin FPI pada tahun 2006 lalu. Demonstrasi besar-besaran terjadi di beberapa kota di Indonesia. Protes itu berkaitan dengan invasi Amerika Serikat ke Irak dan Afghanistan.

Amerika Serikat tak akan menganggap Asia sebagai pivot dan Tiongkok bisa lebih bebas bergerak.

[OPINI] Apa Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Indonesia?ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Secara geopolitik, Safril juga meyakini bahwa Trump akan kembali memfokuskan kebijakan luar negeri Amerika Serikat ke Timur Tengah. Pada era kepresidenan Barack Obama, Amerika Serikat menganggap negara-negara di Asia sebagai mitra strategis. Tujuannya adalah untuk mencari keseimbangan karena pada era Bush, Amerika Serikat meninggalkan Asia dan lebih banyak berkonsentrasi ke Timur Tengah. Keputusan Obama juga dilatarbelakangi oleh sikap Tiongkok yang semakin aktif di berbagai aspek dalam hubungan internasional, terutama di Asia.

Bila Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump akan fokus ke Timur Tengah, ini juga bukan hal yang sepenuhnya baik. Trump memang menyebut akan menghancurkan ISIS dengan bekerjasama dengan Assad dan Putin. Hal yang perlu dikhawatirkan adalah Trump justru akan membantu Assad membangun rezim otoriter di Suriah serta menguatkan dominasi Putin dan Rusia di kawasan tersebut. Akibatnya, situasi di Timur Tengah akan semakin bergejolak.

Sementara itu, konflik Laut Cina Selatan yang selama ini masih bisa diredam karena Tiongkok tidak ingin sepenuhnya berhadapan dengan Amerika Serikat dan pasukannya yang berada di pangkalan militer di Filipina berpotensi mengalami eskalasi. Jika Trump benar-benar meninggalkan Asia karena dirinya tidak memahami betapa pentingnya perdamaian di kawasan Laut Cina Selatan, maka Tiongkok punya ruang lebih luas untuk bergerak secara sepihak. Apalagi Presiden Filipina Rodrigo Duterte sempat mengancam akan memutuskan kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat, termasuk dalam bidang pertahanan.

Meski demikian, keputusan tetap bergantung kepada dinamika politik dalam negeri Amerika Serikat.

[OPINI] Apa Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Indonesia?ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Komposisi senat dan kongres Amerika Serikat saat ini didominasi oleh anggota Partai Republik. Ini tentu lebih memudahkan Trump dalam mengambil keputusan. Menurut saya, walau sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik sempat menarik dukungan terhadap Trump, tapi dalam politik tidak pernah ada yang pasti. Pintu rekonsiliasi masih bisa terbuka. Trump membutuhkan dukungan parlemen, sementara anggota parlemen dari Partai Republik pasti tak ingin terlalu sering menentang keputusan presiden yang mewakili partainya.

Safril juga menyatakan hal serupa. Semuanya tetap kembali pada dinamika politik dalam negeri Amerika Serikat, termasuk siapa saja yang akan ditunjuk sebagai anggota kabinet dan staf ahli. Belum lagi Trump akan dihadapkan pada keberadaan institusi-institusi intelijen seperti CIA dan NSA. Persoalannya tentu saja apakah Trump dan orang-orang di sekitarnya akan menggunakan akal sehat dalam memutuskan setiap kebijakan. Sampai sekarang, ini adalah sesuatu yang sangat disangsikan oleh banyak orang.

Americans, what happened?

Baca Juga: Jusuf Kalla: Kemenangan Donald Trump Akan Susahkan Dunia

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya