Perkembangan Merisaukan yang Perlu Diamati

Inggris dan Bangladesh bergolak nyaris bersamaan

Perkembangan yang merisaukan belum lama telah terjadi, satu di Inggris dan yang lain di
Bangladesh. Saya mulai dahulu dengan yang pertama, terjadi dan berkembang di Inggris dan Irlandia. Diawali dengan terjadinya pembunuhan kejam terhadap tiga orang gadis belia di Southport. Peristiwa kejam ini diberitakan dalam suatu media sosial yang kemudian menjadi viral, tetapi disebutkan secara tidak benar bahwa pelakunya adalah seorang muslim.

Kontan saja di sejumlah kota besar kemudian sebagai reaksinya terjadi demonstrasi anti imigran dan anti Islam dengan disertai perusakan di mana-mana. Dari 30 Juli sampai 7 Agustus terjadi demonstrasi liar dan oerusakan di banyak kota di Inggris dan Irlandia Utara, lebih buruk dari yang pernah terjadi sebelumnya. Tampaknya orang-orang Inggris melakukan seperti yang sebelumnya dilakukan oleh negara-negara tetangga, termasuk Negeri Balanda, Hongaria dan beberapa yang lain. Jauh sebelumnya hal serupa terjadi di Jerman, sebagai reaksi terhadap kebijakan Chancellor Angela Merkel membolehkan masuknya imigran dan mereka yang beragama Islam.

Hanya saja agak aneh bahwa di Inggris hal ini terjadi saat pemerintahan dipegang oleh Partai Buruh yang biasanya lebih toleran terhadap nasib orang yang menderita seperti imigran. Marilah kita berharap agar di bawah pemerintaha PM Keir Starmer dari Partai Buruh kestabilan cepat pulih dan mereka bisa hidup normal Kembali.

Saya kira para pemimpin negara-negara Eropa harus menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi untuk mambahas dan mencari jalan keluar permasalahan yang rumit ini secara serius dan terbuka. Pertemuan ini penting untuk menemukan kerangka umum guna berkembangnya masyarakat yang majemuk dengan kehadiran imigran termasuk yang menganut agama yang berbeda, sehingga peristiwa yang menyedihkan yang baru berkembang di Inggris ini tidak akan terjadi lagi.

Apa yang terjadi di Bangladesh hampir bersamaan dengan peristiwa di atas lebih
menyedihkan lagi. Dalam berminggu-minggu semenjak pertengahan Juli terjadi demonsrasi, dimulai oleh para mahasiswa dan para dosennya di Dhaka dan diikuti dengan
masyarakat umum dan menyebar di kota-kota lain. Intinya memprotes PM Sheik Hasina
yang semakin otoriter dan tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat, hanya
mementingkan diri dan kelompoknya dari Partai Awami.

Pemerintahan Sheik Hasina telah berumur 15 tahun dan masyarakat semakin tidak melihat adanya perbaikan yang terjadi meskipun perekonomian sebenarnya tidak buruk sama sekali. PM Sheik Hasina dan keluarga melarikan diri dengan helikopter, semula ke India meminta suaka kapada PM Modi. Namun  PM Modi tidak bersedia memberi suaka kepada PM Hasina dan keluarganya. Bisa dimengerti karena PM Modi adalah seorang Hindu konservatif, tampaknya sulit melindungi seorang muslim yang terkenal otoriter dalam memimpin Bangladesh.

Sangat disayangkan tentunya bahwa puteri dari pendiri Bangladesh, Sheik Mujibur Rahman, waktu memisahkan diri dari Pakistan tahun 1971 kemudian menjadi otokrat. Karena itu mereka meninggalkan India mungkin ke Inggris, atau ke UAE atau Saudi Arabia, belum jelas sampai kini.

Militer Bangladesh segera mengambil alih kekuasaan dan dalam waktu cepat mengambil
keputusan untuk meminta pemenang Nobel Ekonomi, Muhammad Yunus, dan 16 orang lain untuk menyusun pemerintahan baru. Setelah Dr Muhammad Yunus menerima, beliau
diminta pulang dari Perancis yang sedang mengembangkan program kredit kecil, perhatian beliau selama ini.

Muhammad Yunus dikenal sebagai perintis Grameen Bank, program kredit kecil yang semula beranggotakan ibu-ibu rumah tangga tetapi berkembang sangat pesat, yang merupakan salah satu pertimbangan komite Nobel memberikan Hadiah Nobel dalam bidang Ekonomi tahun 2006. Segera setelah itu Muhammad Yunus dan 16 orang diambil
sumpah untuk membentuk pemerintahan baru. Semoga mereka berhasil dan Bangladesh
kembali menjadi negara yang aman dan stabil untuk melanjutkan pembangunannya.
Semoga pemerintahan baru nanti bisa juga menyelesaikan soal Rohingya yang di negaranya sendiri tidak diakui sebagai warga negara sehingga banyak yang melarikan diri ke Bangladesh.

Kalau kita melihat kebelakang, belum lama sebelumnya terjadi pula kekacauan serupa di Sri Langka, waktu Presiden Gotabaya Rajapaksa dengan adiknya yang menjadi PM Mahinda Rajapaksa, juga karena pemerintahannya yang dianggap otoriter oleh warga negaranya. Dia pun didemo dan melarikan diri, semula ke Singapura dan menyerahkan kekuasaannya kepada parlemen dari Singapura, kemudian melarikan diri ke Timur Tengah. Semoga Presiden Ranil Wickremesinghe bisa memegang kendali pemerintahan yang baik dan menyelamatkan Sri Langka untuk melanjutkan pembangunannya. Amin.
(Dradjad, 16/08/2024).

Guru Besar Ekonomi Emeritus, FEBUI, Jakarta, dan Guru Besar Tamu Ekonomi Internasional, S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University, (NTU), Singapore.

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya