Kenapa Indonesia Kesulitan Bayar Proyek Jet Tempur KF-21 ke Korsel?

Korsel minta Indonesia segera lunasi utang sesuai komitmen

Jakarta, IDN Times – Kementerian Pertahanan (Kemhan) menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk menuntaskan proyek pengembangan jet tempur KFX/IFX atau KF-21 Boramae. Pada proyek ini, Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia berkolaborasi Korea Aerospace Industries (KAI) dari Korea Selatan (Korsel).

Komitmen pemerintah disampaikan di tengah kesulitan pembayaran, bersamaan dengan Korsel yang menuntut Indonesia melunasi pembayaran pada 2026 sekitar Rp14 triliun. Angka tersebut diperoleh dari cost share sebesar 20:80, dengan porsi Indonesia yang terkecil.

“Kami masih punya komitmen untuk melanjutkan kerja sama dengan Korea. Saat pertama kali kontrak (pada 2012), kami juga sudah mempertimbangkan kemampuan anggaran negara dan ini masuk salah satu program prioritas nasional,” kata Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan di Kemhan, Marsma TNI Dedy Laksmono, dalam workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia dan Korea Foundation pekan lalu.

“Hanya saja, alokasi pembayaran tergantung ketersediaan APBN dan fokus pemerintah. Kementerian Keuangan hanya mengalokasikan Rp1,5 triliun per tahun untuk cost share. Kami sadar bahwa itu tidak cukup untuk memenuhi komitmen, tapi kami tegaskan bahwa proyek dengan Korsel akan jadi prioritas,” tambah Dedy.

Baca Juga: Korsel Tagih Pembayaran Jet KF-21, Jokowi: Nanti Saya Tanya Menkeu

1. Uang yang sudah disiapkan sempat dikembalikan

Kenapa Indonesia Kesulitan Bayar Proyek Jet Tempur KF-21 ke Korsel?ilustrasi jet tempur (Unsplash.com/SaiKrishna Saketh Yellapragada)

Dedy menyebut durasi proyek ini sekitar 12 tahun untuk periode 2014-2026. Skema awalnya, setiap tahun Indonesia membayar ke Korsel sekitar Rp2 triliun. Hanya saja, proyek dan pembayaran sempat tertunda karena dinamika politik di Korsel.  

“Negosiasi selesai pada 2012. Kemudian pada 2013 kita postpone karena mereka ada kondisi politik. Padahal anggaran sudah siap. Akhirnya uang itu sebagian dikembalikan ke Kementerian Keuangan, sebagian untuk pusat desain PT Dirgantara Indonesia,” ujar Dedy.

Baca Juga: Korsel Tagih Pelunasan Jet Tempur KF-21, Prabowo: Kami Akan Selesaikan

2. Alokasi APBN disesuaikan dengan prioritas pemerintah

Kenapa Indonesia Kesulitan Bayar Proyek Jet Tempur KF-21 ke Korsel?Pilot TNI Angkatan Udara, Kolonel Pnb Muhammad Sugiyanto yang sukses melaksanakan penerbangan uji perdana pesawat KFX/IFX 'Boramae'. (www.instagram.com/@militer.udara)

Skema pembayaran pun berubah seiring pergantian pemerintahan, yang berdampak pada alokasi cost share dalam APBN. Dedy mengakui bahwa pemerintah memiliki sejumlah kebijakan prioritas yang dianggap lebih urgen daripada pengembangan alutsista.

“Kami sudah ajukan porsi penambahan di APBN, tapi keputusannya ada di Kementerian Keuangan. Karena salah satu fokus pemerintah saat ini IKN (Ibu Kota Negara). Pada 2024 kami disiapkan Rp1,25 triliun. Ya itulah dinamika dalam negeri kita,” kata Dedy.

Pemerintah sendiri sudah menawarkan opsi tukar guling sebagai itikad baik, mengingat Korsel sangat berminat untuk berinvestasi di Indonesia, mulai dari pengembangan smart city di IKN hingga mobil listrik. Namun, saat ini Korsel menuntut pemerintah Indonesia untuk terlebih dahulu melunasi utang, baru berbicara proyek lain.

“Sudah kita coba (tawarkan proyek lain atau tukar guling). Tapi yang mereka butuhkan fresh money,” ujar Dedy.

Di sisi lain, Indonesia juga dikritik karena baru saja membeli 42 jet tempur Rafaela dari Prancis. Menurut Dedy, pembelian itu adalah bentuk urgensi prioritas nasional.

“Karena yang sekarang kita butuhkan adalah regenrasi dari F-16. Sedangkan yang itu (KFX/IFX) masih prototype,” katanya.

3. Indonesia ingin industri alutsistanya berdikari

Kenapa Indonesia Kesulitan Bayar Proyek Jet Tempur KF-21 ke Korsel?Workshop yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation pada Jumat (27/10/2023).

Secara total, dari fase perencanaan hingga produksi massal, cost share yang dibebankan kepada Indoensia adalah Rp24 triliun. Dedy sadar banyak pihak yang mengkritik kebijakan ini, karena dianggap terlalu mahal.

Kendati begitu, Dedy menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah investasi untuk industri alutsista.

“Kalau beli mungkin lebih murah, bisa dapat 24 pesawat. Tapi ya jangan samakan antara pengadaan dengan pengembangan, karena pengembangan ini seperti investasi. Nanti, kita bisa dapat pesawatnya dan produksi komponen untuk pemesanan KFX/IFX dari berbagai negara dilakukan di Indonesia, sehingga ada spill over ekonomi di sana,” papar Dedy.

Baca Juga: Korsel Tagih Pelunasan Jet Tempur KF-21, Prabowo: Kami Akan Selesaikan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya