Ada Natal di Arab Saudi Tahun Ini

Natal bagian dari reformasi budaya usulan Putra Mahkota MBS

Jakarta, IDN Times – Malam 24 Desember 2021, Maha Aljishi bersama putrinya yang berusia 13 tahun menghabiskan waktu berjalan-jalan di Riyadh Boulevard, kompleks perbelanjaan, makanan, dan hiburan yang sedang populer di kalangan warga Arab Saudi.

Mereka terpukau dengan pernak-pernik Natal yang menghiasi pertokoan. Kelap-kelip lampu, rumah makan dengan roti jahe, pajangan topi Santa, hingga rusa kutub yang berbaris rapih. Untuk seketika, Aljishi yang pernah mengampu studi di Amerika Serikat (AS), lupa bahwa dia sedang berada di Saudi.

“Apakah saya di Arab Saudi? Apakah ini mimpi?” kata Aljishi dikutip dari The New York Times.

Putrinya yang bingung melontarkan pertanyaan kepada sang ibu.

Aljishi lantas menjawab, “beberapa tahun lalu ini semua haram.”

Baca Juga: Koalisi Pimpinan Arab Saudi Serang Bandara di Sanaa, Yaman

1. Banyak yang terkejut karena pohon Natal dijual umum

Ada Natal di Arab Saudi Tahun Iniinstagram.com/raphaelmoeis

Sejumlah warga juga sempat terkejut dengan pohon Natal yang mulai dijual secara umum. Hal yang menarik adalah mereka memiliki julukan lain untuk menjual barang tersebut, mulai dari ‘pohon liburan’, ‘pohon musim dingin’, hingga ‘pohon pinus’.

Sebagian menjual pohon asli dan sebagian menjual pohon imitasi. Ada juga toko yang menjual pohon Natal secara terang-terangan dengan harga 3 ribu dolar AS atau sekitar Rp42 juta.

Kendati Arab Saudi merupakan negara yang menaungi dua masjid suci umat Islam dan menganut ideologi yang ultra-konservatif, tetap saja masih ada orang non-muslim yang bermukim di negara ini. Yang pasti mereka tidak tinggal di Mekkah atau Madinah, karena pihak kerajaan masih melarang non-muslim memasuki dua kota suci itu.

Kehadiran non-muslim yang ingin merayakan Hari Kelahiran Isa menjadikan praktik jual-beli aksesoris Natal terjadi ‘di bawah tanah’. Jangankan menjual aksesoris, sebelumnya pihak kerajaan bahkan tidak menjadikan Natal sebagai hari libur nasional, karena merayakan Natal berarti melanggar ideologi wahabi yang menjadi pemahaman umum di Saudi.

“Mereka (polisi yang menegakkan urusan agama) kini hanya melarang Sinterklas,” kata seorang penjual pohon Natal, dikutip dari Wall Street Journal.

“Mungkin tidak secara resmi diizinkan, tapi saya pikir tidak masalah untuk menjualnya,” kata Chris Congo, penjual pohon Natal asal Filipina.

Baca Juga: Yayasan Amal Putra Mahkota Saudi Luncurkan Mohammad bin Salman City

2. Bagian dari reformasi budaya yang digagas oleh MBS

Ada Natal di Arab Saudi Tahun Ini(Putera Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman) ANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via Reuters

Pemandangan yang berbeda tahun ini adalah bagian dari reformasi budaya yang digagas Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). Dia juga dikenal sebagai sosok yang penuh ironi. Di satu sisi, dia adalah sosok yang menghancurkan Yaman dan dituduh membunuh jurnalis Jamal Khashoggi. Di sisi lain, dia adalah tokoh yang populer di kalangan muda-mudi Saudi karena melonggarkan aturan keagamaan.

Moderasi yang dilakukan MBS diyakini bagian untuk menarik investasi dan turis asing. Dia ingin mengubah wajah Saudi yang ultra-konservatif menjadi toleran dan moderat.

Tahun ini, Saudi sempat mencuri perhatian dunia karena mendatangkan bintang pop hingga menghelat acara olahraga, tentu sebuah kegiatan yang sebelumnya tak pernah terbayangkan akan digelar di Saudi.

Bulan lalu misalnya, Saudi menggelar konser Justin Bieber. Saudi kemudian menghelat pameran fashion dengan mengundang model terkenal, termasuk Alessandra Ambrosio dan Sara Sampaio. Saudi juga menjadi tuan rumah Festival Film Laut Merah, yang menayangkan film dari berbagai negara, salah satunya adalah Iran, rival terbesar Saudi di kawasan.

Tahun ini, otoritas Saudi bahkan mengizinkan film seperti "Father Christmas Is Back" untuk diputar di kerajaan. Sejak 2018, bioskop Saudi telah diizinkan untuk memutar film internasional.

“Sekarang, keceriaan Natal merayap ke Arab Saudi karena pembatasan sosial dilonggarkan di bawah MBS, yang ingin orang Saudi bersenang-senang dan menghabiskan lebih banyak uang di rumah, dan meminta orang asing supaya betah tinggal di sini untuk membantu pengembangan industri baru yang tidak terkait minyak,” demikian laporan Wall Street Journal.

3. Tidak semua tiba-tiba menyukai kehadiran Natal

Ada Natal di Arab Saudi Tahun Iniilustrasi natal (IDN Times/Aditya Pratama)

Kultur ratusan tahun Saudi tentu tidak bisa diubah dalam waktu singkat. Tetap saja ada warga Saudi yang menganggap perayaan Natal adalah haram dan tidak sepatutnya kerajaan mengizinkan perayaan itu.

Tahun lalu misalnya, syekh Assim Alhakeem merilis video yang melarang mengucapkan ‘selamat Natal’, bahkan sebagai bentuk kesopanan atau salam kepada teman-teman yang beragama Kristen.  

“Orang-orang mengatakan bahwa Natal bukan lagi festival keagamaan, Tahun Baru boleh saja dirayakan dan diberi selamat. Ini benar-benar palsu. Dosa besar untuk meniru, memberi selamat, berpartisipasi. Anda memiliki agama Anda sendiri, dan saya memiliki agama saya sendiri,” kata dia.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya