PBB Sangat Relevan bagi Indonesia Meski Jokowi Absen 

Retno baru saja menyelesaikan kunjungannya ke SMU PBB

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menegaskan, Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tetap penting dan relevan meski Presiden RI Joko “Jokowi” Widodo tak hadir.

Seperti diketahui, selama kepemimpinannya, Jokowi belum pernah menghadiri secara langsung Sidang Majelis Umum PBB. Namun, Jokowi pernah hadir secara daring pada 2020 dan 2021 ketika pandemik COVID-19 melanda dunia.

Meski tak hadir, Indonesia selalu diwakili oleh Retno dan jajaran diplomat Indonesia untuk memperjuangkan diplomasi Tanah Air di kancah internasional.

“Relevan, sangat relevan. Karena di sini lah kita menggodok sebuah proses keputusan internasional. Kita tidak pernah absen. Bahkan kita selalu aktif di berbagai forum, termasuk di PBB,” kata Retno, dalam keterangan persnya, Sabtu (23/9/2023).

Baca Juga: Di PBB, Indonesia Serukan Bandung Spirit sebagai Solusi Krisis Global

1. Indonesia soroti Palestina dan Afghanistan di Sidang Majelis Umum PBB

Dalam pidatonya di mimbar PBB, Retno kembali menyuarakan kepentingan Indonesia. Ada tiga hal yang dia sorot, yaitu tanggung jawab global, hak pembangunan, dan kerja sama regional.

Retno turut mengingatkan kehidupan rakyat Palestina dan Afghanistan yang hidup dalam kesengsaraan.

“Untuk waktu yang panjang, kita hanya bisa diam melihat warga Palestina menderita. Oleh sebab itu, Indonesia tidak akan mundur dari komitmennya untuk mendukung kemerdekaan Palestina,” kata Retno.

“Indonesia telah memberikan bantuan kepada rakyat Afghanistan, memperjuangkan hak perempuan dan anak perempuan, termasuk memperjuangkan hak pendidikan mereka,” sambung dia.

2. Banyak negara tak sesuai komitmen untuk perdamaian dunia

Sebelumnya, Retno memaparkan bahwa dunia saat ini berada pada situasi yang sulit. Banyak negara yang tidak berkomitmen pada janji-janjinya, sehingga perang Rusia-Ukraina tak kunjung berhenti dan belum ada aksi signifikan untuk penanganan krisis iklim.

Isu pertama yang digaungkan Retno adalah penguatan tanggung jawab global. Menurut dia, nasib dunia tidak dapat ditentukan oleh segelintir pihak. Dunia yang damai, stabil, dan sejahtera merupakan hasil dari tanggung jawab kolektif.

“Itu tanggung jawab negara besar dan kecil, utara dan selatan, berkembang dan maju,” kata Retno.

Hal tersebut dapat tercapai jika semua negara menghormati hukum internasional, prinsip kedaulatan nasional, dan integritas wilayah.

3. Hak pembangunan harus dihormati

PBB Sangat Relevan bagi Indonesia Meski Jokowi Absen Menlu Retno Marsudi pidato di UNGA. (dok. Kemlu RI)

Hal kedua yang disorot adalah hak pembangunan bagi semua. Menurut Retno, setiap negara memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang. Hanya saja, arsitektur ekonomi global saat ini hanya menguntungkan sejumlah pihak.

“Diskriminasi perdagangan masih terjadi dan rantai pasok global masih dimonopoli oleh sejumlah negara. Alhasil, banyak negara berkembang yang mungkin tidak mampu mencapai target SDGs pada 2030, karena mereka justru berkutat pada utang luar negeri. Mirisnya, semua hal itu berujung pada merosotnya kepercayaan dan solidaritas,” ungkap Retno.  

Mantan Dubes Indonesia untuk Norwegia itu pun menekankan bahwa inilah saatnya untuk berbenah, untuk melakukan perubahan nyata. Langkah pertama bisa dimulai dengan industrialisasi yang inklusif.

“Negara maju harus mendukung seruan ini demi masa depan yang lebih baik. Gagasan yang sama juga berlaku dalam mengatasi krisis iklim dan menjaga biodiversitas,” tuturnya.

Baca Juga: Di Sela Sidang Umum PBB, Indonesia Bagikan 3 Tips Deradikalisasi

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya