Mengunjungi Masjid di Xinjiang di Hari Terakhir Puasa

Muslim di China akan merayakan Lebaran besok

Urumqi, IDN Times - Udara dingin menyapa ketika saya mendarat di Bandara Urumqi Diwopu, Xinjiang, China. Menempuh sekitar 4 jam lamanya penerbangan dari ibu kota Beijing, akhirnya saya sampai juga di Xinjiang, salah satu daerah otonomi di China yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

Setelah mengambil bagasi, saya dijemput oleh seseorang yang nampaknya ditugaskan untuk mendampingi para peserta kunjungan ini. Sempat mengobrol sedikit, namanya Wang. Dia meminta maaf kepada saya karena kurang lancar berbahasa Inggris, tapi sangat fasih berbahasa Mandarin dan Turki.

“Selamat datang di Urumqi, Xinjiang,” kata Wang kepada saya, Minggu, (7/4/2024) lalu.

Sekilas wajahnya khas warga Tiongkok. Namun ketika diperhatikan lebih lagi, malah terlihat seperti orang Kazakhstan.

Xinjiang, sebuah daerah otonomi di sebelah barat China ini didiami cukup banyak etnis, salah satunya adalah Uighur. Lalu ada juga etnis Hui, Kazakh, serta etnis muslim lainnya. Salah satunya seperti Wang.

Sepanjang jalan, tak ada yang berbeda dari kota-kota pada umumnya. Hanya saja beberapa tempat memang bertuliskan dua bahasa, Bahasa Mandarin dan Bahasa Arab.

Beberapa tempat juga memiliki arstitektur khas Timur Tengah. Saya sempat melihat satu tempat menyerupai masjid tak jauh dari hotel tempat saya menginap.

Lalu rupa penduduknya pun sangat khas. Seperti campuran Tiongkok dan Kazakhstan maupun Turki.

Baca Juga: China Ajak Jurnalis dan Akademisi Negara Muslim ke Xinjiang

1. Menyambangi Masjid Yanghang di Urumqi jelang Lebaran

Mengunjungi Masjid di Xinjiang di Hari Terakhir PuasaDua pengurus Masjid Yanghang di Urumqi, Xinjiang, China. (IDN Times/Sonya Michaella)

Pada Selasa (9/4/2024), tepat di hari terakhir bulan Ramadan, saya diajak untuk mengunjungi sebuah masjid yang ada di Urumqi. Masjid Yanghang namanya. Jaraknya sekitar 20 menit menggunakan mobil dari hotel tempat saya menginap, Hotel Kunlun, ke masjid ini.

Dari depan, tak ada yang berbeda dari masjid pada umumnya. Tapi memang ada satu tiang berdiri di depan, mengibarkan bendera China. Saya dan rombongan disambut oleh dua imam sekaligus pengurus masjid, yang dari wajahnya mungkin mereka adalah etnis Uighur.

Ketika saya berkunjung sekitar pukul 15.30 sore waktu setempat (14.30 WIB), tidak ada kegiatan apapun di masjid tersebut.

“Nanti malam baru orang-orang beribadah ke sini selepas iftar,” kata salah satu pengurus masjid.

Masjid ini memiliki arsitektur unik. Hal ini dibenarkan oleh pengurus masjid bahwa memang ada sentuhan Ortodoks Rusia pada warna dan ornamen dalam masjid.

“Hari ini terakhir berpuasa. Besok kami akan merayakan hari Idul Fitri (10 April),” ucapnya lagi.

Muslim di China memang merayakan hari Idul Fitri pada 10 April 2024, sama seperti Indonesia. Tapi, sayang, di hari Idul Fitri tersebut, saya dan rombongan malah sudah pindah kota ke perbatasan Kazakhstan.

2. Berkunjung ke Grand Bazaar khas Xinjiang

Mengunjungi Masjid di Xinjiang di Hari Terakhir PuasaXinjiang International Grand Bazaar di Urumqi. (IDN Times/Sonya Michaella)

Di Urumqi, saya berkesempatan untuk mengunjungi Xinjiang International Grand Bazaar. Pasar ini cukup unik bergaya arsitektur Timur Tengah. Tidak heran, karena penduduk Xinjiang juga mayoritas adalah muslim dengan berbagai etnis.

Bahkan di tengah-tengah pasar, terdapat beberapa patung unta. Sudah seperti di Timur Tengah saja.

Grand Bazaar ini juga merupakan ikon simbolik dari Urumqi. Berada di pusat kota, pasar ini menyuguhkan sejumlah makanan hingga pernak-pernik khas dari Xinjiang.

Misalnya roti Nang atau serupa dengan roti Naan. Roti ini menjadi makanan khas dari Xinjiang yang disajikan dengan tiga rasa, yaitu manis, asin dan pedas. Saya sempat menjajal tiga-tiganya dan rasanya sangat enak sekali.

Tak hanya itu, Grand Bazaar Xinjiang juga menjual karpet dan pakaian ala Timur Tengah. Saya jadi merasa tidak sedang ada di China.

Di Grand Bazaar ini memang banyak warga Xinjiang berkumpul, sekadar berjalan-jalan maupun menikmati jajanan yang dijual di sepanjang jalan. Namun, di pasar ini, saya juga kebingungan seperti apa sebenarnya rupa warga Uighur asli. 

Baca Juga: Mengenal Sejarah Xinjiang, Rumah Muslim Uighur di China

3. Menyelami sejarah Xinjiang

Mengunjungi Masjid di Xinjiang di Hari Terakhir PuasaWarga Xinjiang menyuguhkan tarian khas mereka. (IDN Times/Sonya Michaella)

Sebelumnya, saya sempat berkunjung ke Xinjiang Regional Museum atau Museum Nasional Xinjiang. Menjadi rumah dari 26 juta orang dan 58 persennya adalah umat muslim, sejarah Xinjiang selalu menarik untuk diketahui.

Tiba di museum sekitar pukul 17.00 sore waktu setempat (16.00 WIB), Minggu (7/4/2024) lalu, saya disambut megahnya museum dengan ornamen khas China serta sentuhan ornamen ala Turki.

Museum Nasional Xinjiang diresmikan pada 2005 lalu ini punya ruang pameran seluas 17 ribu meter persegi. Museum ini memperlihatkan bagaimana Xinjiang, sejak ribuan tahun lalu, menjadi tempat perpaduan budaya dan agama.

Salah satu yang diperlihatkan adalah Jalur Sutra Kuno juga berkontribusi sebagai keragaman budaya dan agama di Xinjiang.

Baca Juga: China Kritik Ucapan Ramadan Menlu AS yang Singgung Uighur Xinjiang

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya