Filipina Bertekad Lawan China di Isu Laut China Selatan

Filipina berpegang pada putusan pengadilan arbitrase 2016

Jakarta, IDN Times - Filipina bertekad mempertahankan segala posisinya untuk melawan klaim China di sengketa Laut China Selatan.

“Kami akan terus mempertahankan pendirian kami dan melawan paksaan, campur tangan, pengaruh jahat dan taktik lain yang berupaya membahayakan keamanan dan stabilitas kami,” kata Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo Ano, dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (13/7/2024).

Filipina mengakukan kasus tumpang tindih Laut China Selatan yang diklaim hampir 90 persen oleh China. Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen memutuskan bahwa klaim China di perairan internasional tersebut tidak memiliki dasar hukum.

Sebaliknya, Beijing menolak putusan tersebut dan terus menguasai Laut China Selatan sebagai miliknya berdasarkan sejarah yang tertulis beratus tahun lalu.

1. Filipina langgar kesepakatan dengan China

Filipina Bertekad Lawan China di Isu Laut China SelatanJuru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian. (dok. MOFA China)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menilai pernyataan Manila tersebut telah melanggar kesepakatan dua negara yang telah dicapai soal penyelesaian sengketa Laut China Selatan berdasarkan Declaration of Conduct (DOC).

“Di dalam DOC, tertulis bahwa perselisihan harus diselesaikan dengan cara damai melalui konsultasi dan negosiasi oleh negara-negara berdaulat yang berkepentingan langsung,” ucap Lin.

“Filipina menyalahgunakan mekanisme penyelesaian sengketa UNCLOS, mengabaikan deklarasi China. Putusan arbitrase juga bertentangan dengan UNCLOS dan hukum internasional secara umum,” tegas dia.

Baca Juga: China Kecam Tuduhan NATO Soal Ada Peran di Konflik Ukraina

2. Dari DOC ke COC untuk sengketa Laut China Selatan

Filipina Bertekad Lawan China di Isu Laut China SelatanBentrokan antara penjaga pantai China dan militer Filipina di Laut China Selatan. (dok. X @TeamAFP)

China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya. Selain China, sejumlah negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia juga mengklaim bahwa perairan Laut China Selatan ini miliknya.

Sebelum COC, China dan ASEAN sepakat meneken Declaration of Conduct atau DOC, di mana China mendukung kesepakatan multilateral soal isu tersebut.

Pada 2019 lalu, 10 negara anggota ASEAN dan China telah menyepakati pembacaan pertama dari isi kode etik COC Laut China Selatan.

Penyelesaian tahap pertama pembacaan isi COC ini dianggap sebuah kemajuan signifikan terkait penyelesaian sengketa Laut China Selatan, yang tak kunjung rampung hingga sekarang.

Kode etik ini dibentuk untuk mengatur negara-negara yang berada di sekeliling Laut China Selatan, terutama untuk sejumlah negara yang saling klaim wilayah perairan internasional itu.

3. Laut China Selatan kaya akan sumber daya alam

Filipina Bertekad Lawan China di Isu Laut China SelatanPenjaga pantai China bentrok dengan Filipina di Laut China Selatan. (dok. X @TeamAFP)

Laut China Selatan diketahui memiliki banyak pulau, baik yang berukuran kecil hingga yang besar. Beberapa yang terkenal adalah Pulau Pratas, Pulau Spratly, dan Pulau Paracel yang kerap diperebutkan.

Pulau-pulau tersebut diklaim memiliki sumber daya alam yang melimpah. Apabila dikembangkan dengan maksimal, maka potensi kekayaan tersebut dapat berkontribusi besar bagi pendapatan negara.

Laut China Selatan juga memegang kunci penting dalam kelancaran perdagangan internasional. Lokasinya yang berada di kawasan strategis dengan dikelilingi negara-negara industri seperti Jepang dan Korea Selatan membuatnya menjadi jalur perdagangan internasional yang cukup ramai.

Banyak kapal dari luar yang melintas dengan mengangkut komoditas vital bagi kelangsungan industri di negara-negara sekitaranya. Selain itu, kawasan strategis Laut China Selatan juga dilintasi kapal dari negara industri yang hendak mengirimkan barangnya ke negara lain.

Baca Juga: Hungaria Tidak Akan Dukung NATO Menjadi Blok Anti-China

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya