UNRWA: 1 Juta Orang Tinggalkan Rafah dalam 3 Minggu Terakhir

Pemindahan paksa mendorong warga Gaza mencari tempat aman

Jakarta, IDN Times - Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan bahwa semakin banyak keluarga yang mengungsi dari Rafah, Gaza selatan, setelah Israel mengintensifkan operasi militernya. 

"Warga di Gaza kelelahan. Kekerasan brutal berdampak pada setiap aspek kehidupan mereka, situasinya benar-benar menyedihkan," kata badan tersebut dalam unggahannya di X, pada Rabu (29/5/2024).

UNRWA juga menuturkan, pemindahan paksa dan ketakutan mendorong warga untuk mencari perlindungan di mana pun mereka bisa, namun tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza.

Sebelumnya, ketika menyerang sasaran di Gaza utara dan tengah, militer Israel telah menetapkan Rafah sebagai zona aman. Hal ini pun mendorong lebih dari separuh penduduk warga Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa itu pindah ke kota.

1. Militer Israel terus memasuki wilayah Rafah

Israel terus melanjutkan serangannya terhadap Rafah dan mengabaikan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pembunuhan di wilayah tersebut.

Serangan udara terbaru dilaporkan terjadi di kota paling selatan pada Rabu pagi, beberapa jam setelah saksi mata dan sumber keamanan Palestina mengatakan tank Israel telah menembus jantung Rafah.

Kantor berita Palestina Shehab mengatakan, serangan udara Israel menargetkan berbagai bagian kota, termasuk sekitar kamp Badr dan bundaran Zourob di sebelah barat kota. Dilaporkan, penutupan total layanan telekomunikasi dan internet juga terjadi di seluruh Rafah.

"Militer kini memiliki kendali atas Koridor Philadelphi dan bergerak maju lebih jauh ke sisa koridor, yakni bagian barat kota Rafah," kata kantor berita tersebut.

Hani Mahmoud dari Al Jazeera melaporkan dari Deir el-Balah, Israel terus menggiring orang dari satu tempat ke tempat lain di tengah serangan tersebut.

"Mereka yang diperintahkan untuk tinggal di zona evakuasi al-Mawasi untuk menghindari pemboman kini kembali berpindah-pindah, mencari perlindungan di tempat lain. Namun, tidak ada tempat yang aman di zona perang. Pengeboman terjadi di mana-mana, tidak hanya di Rafah, tetapi juga di Khan Younis dan wilayah lain di Jalur Gaza," kata Mahmoud.

"Penembakan telah meluas hingga ke sekitar Rumah Sakit Kuwait, yang sama sekali tidak dapat digunakan. Semua rumah sakit lapangan di Rafah, kecuali satu, juga tidak dapat beroperasi," sambungnya.

Baca Juga: Aljazair Ajukan Rancangan Resolusi Setop Genosida di Rafah

2. UNRWA hadapi keterbatasan untuk mendukung operasi kemanusiaan

Komisaris Jenderan UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan, sekitar 1 juta orang terpaksa mengungsi dari kota Rafah di Gaza selatan, guna mencari tempat yang lebih aman dalam 3 minggu terakhir.

"Pengeboman terus berlanjut semalaman di daerah tersebut termasuk di Tal Al Sultan, tempat kantor utama PBB di Gaza berada. Sebagian besar staf kami tidak dapat bekerja. Mereka berkemas dan bergerak. Mereka ketakutan," ungkapnya di X.

Lazzarini mencatat, lebih dari 200 truk berisi pasokan kemanusiaan tiba di Gaza selatan dalam 3 minggu terakhir, di tengah kebutuhan yang terus meningkat. Sejauh ini, bahan bakar yang masuk tidak cukup untuk mendukung operasi kemanusiaan. 

"UNRWA kehabisan pasokan medis dan obat-obatan dasar. Sedikit atau bahkan tidak ada listrik dengan jaringan internet yang sangat tidak merata karena jaringan telekomunikasi terus terganggu," kata Lazzarini.

3. Israel belum melewati garis merahnya

UNRWA: 1 Juta Orang Tinggalkan Rafah dalam 3 Minggu TerakhirPresiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden. (twitter.com/POTUS)

Pejabat lokal di Gaza mengumumkan, penembakan Israel terhadap kamp pengungsi menewaskan 21 orang pada Selasa. Namun, militer Israel menolak tuduhan bahwa mereka melakukan serangan itu dan berdalih bahwa pihaknya tidak menyerang wilayah yang ditunjuk untuk kemanusiaan.

Meski begitu, kritik internasional terhadap Israel semakin meningkat ketika serangan udara mereka di Rafah pada Minggu dilaporkan menewaskan 45 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, dilansir NHK News.

Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, juga ikut menyerukan agar Israel menahan diri melancarkan operasi militer besar-besaran di Rafah. Tetapi, pemerintahannya bersikeras mengatakan pada Selasa bahwa Israel belum melewati garis merahnya.

"Kami belum melihat mereka menyerang Rafah," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby.

Baca Juga: Israel Minta Kantor UNRWA di Yerusalem Timur Ditutup

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya