Sri Lanka: Kenaikan Upah 70 Persen Berimbas pada Industri Teh

Dari upah sebesar Rp53 ribu per hari menjadi Rp90 ribu

Jakarta, IDN Times - Produsen teh Sri Lanka mengecam keputusan pemerintah untuk menaikkan upah sebesar 70 persen, dari 1.000 rupee (sekitar Rp53 ribu) per hari menjadi 1.700 rupee (Rp90 ribu). Menurut mereka, hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi teh sebesar 45 persen.

Selain itu, kenaikan upah akan membuat teh mereka tidak kompetitif secara global. Serta, mengurangi pendapatan dolar yang penting bagi negara kepulauan itu untuk keluar dari krisis keuangan.

"Ini tidak berkelanjutan dan tidak adil. Keputusan ini dibuat tanpa konsultasi yang tepat dan akan mengakibatkan kualitas teh Sri Lanka menurun," kata juru bicara Asosiasi Pekebun Ceylon (PAoC), Roshan Rajadurai, pada Senin (27/5/2024).

"Saingan utama Sri Lanka adalah India dan Kenya, yang memiliki harga yang lebih rendah dan produktivitas yang lebih tinggi," sambungnya, dikutip dari The Straits Times.

1. Kenaikan upah harus dibayar mulai bulan depan

PAoC menuturkan, penerapan kenaikan upah akan menyebabkan perusahaan perkebunan mengeluarkan biaya tambahan sebesar 35 miliar rupee (Rp1,8 triliun).

Kementerian Tenaga Kerja Sri Lanka mengatakan perusahaan perkebunan teh harus mulai membayar kenaikan upah sebesar 70 persen mulai bulan depan. Pihaknya juga memperingatkan perusahaan perkebunan yang menolak untuk mematuhinya, dapat diambil alih oleh pemerintah.

Perusahaan perkebunan dan serikat pekerja telah bernegosiasi selama berbulan-bulan untuk menaikkan gaji. Menurut serikat pekerja, hal ini sangat penting karena krisis keuangan Sri Lanka telah menjerumuskan sekitar seperempat penduduknya ke dalam kemiskinan pada 2023.

Baca Juga: Jokowi Bertemu Presiden Sri Lanka, Bahas Pengelolaan Sumber Daya Air

2. Industri teh Sri Lanka bernilai Rp20,9 triliun

Sri Lanka: Kenaikan Upah 70 Persen Berimbas pada Industri TehIlustrasi bendera Sri Lanka. (pexels.com/Oleksandr Pidvalnyi)

Industri senilai 1,3 miliar dolar AS (Rp20,9 triliun) ini memproduksi Teh Ceylon yang populer dan mempekerjakan sekitar 615 ribu pekerja. Setiap tahunnya, Sri Lanka mengekspor sekitar 95 persen dari 250 juta kilogram teh yang dihasilkannya.

Dampak dari krisis keuangan yang berkepanjangan di Sri Lanka karena menyusutnya devisa negara pada 2022, memicu melonjaknya inflasi, depresiasi mata uang, dan gagal bayar utang luar negerinya.

Keadaan ekonomi yang merosot juga memukul industri teh. Imbasnya, meningkatnya biaya pupuk, bahan bakar, dan listrik hingga empat kali lipat.

3. Perekonomian Sri Lanka diperkirakan tumbuh 3 persen pada tahun ini

Sri Lanka: Kenaikan Upah 70 Persen Berimbas pada Industri TehIlustrasi suasana kota Colombo, Sri Lanka. (unsplash.com/Alex Azabache)

Tahun lalu, Sri Lanka mendapat bantuan dana talangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) guna membantu perekonomian negara itu. IMF mengucurkan dana sebesar 2,9 miliar dolar AS (Rp45,9 triliun) yang diberikan secara bertahap. Ini setelah lembaga tersebut melakukan tinjauan dua kali setahun, mengenai apakah Sri Lanka menerapkan reformasi ekonomi yang diperlukan. 

Dengan bantuan IMF, perekonomian negara berpenduduk 22 juta jiwa tersebut perlahan-lahan menjadi stabil dengan penurunan inflasi menjadi 5,9 persen pada Februari dari level tertinggi 70 persen, Reuters melaporkan.

Dalam laporan Bank Sentral Sri Lanka bulan lalu, perekonomian negaranya diproyeksikan tumbuh 3 persen pada 2024. Perkembangan positif ini merupakan yang pertama kalinya dalam dua tahun.

Baca Juga: PBB Kritik Penanganan Sri Lanka atas Penghilangan Paksa selama Perang

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya