Menteri Unifikasi Korsel Ajak Korut Kembali Buka Saluran Komunikasi

Korsel akan terbuka membahas topik apa pun dengan Korut

Intinya Sih...

  • Menteri Unifikasi Korsel meminta Korut merespons tawaran dialog resmi dan menangani isu apa pun.
  • Korsel terbuka untuk membahas denuklirisasi, masalah kemanusiaan, dan pertukaran antar-Korea, serta mendukung akses informasi luar bagi warga Korut.
  • Presiden Yoon Suk Yeol mengungkapkan visi unifikasi berdasarkan demokrasi liberal dengan Korut, sementara Kim Jong Un menyebut Korsel sebagai musuh utama.

Jakarta, IDN Times - Menteri Unifikasi Korea Selatan (Korsel), Kim Yung-ho, meminta Korea Utara (Korut) merespons tawaran Seoul mengenai platform dialog resmi. Korsel mengajak Korut melanjutkan saluran komunikasi antar-Korea yang ditangguhkan.

Kim menyampaikan seruan tersebut sehari setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengusulkan kepada Pyongyang mengenai pembentukan badan konsultasi kedua negara yang dapat menangani isu apa pun, dalam pidatonya pada hari kemerdekaan atau yang mereka sebut Hari Pembebasan (Gwangbokjeol).

"Karena presiden mengusulkan pembentukan saluran dialog antar kedua Korea, (saya) meminta Korut untuk menerimanya," kata Kim dalam jumpa pers pada Jumat (16/8/2024), dikutip dari Yonhap.

Baca Juga: Presiden Korsel Tawarkan Dialog Baru dengan Korut

1. Upaya Korsel dalam mendukung unifikasi dengan Korut

Kim menuturkan, Korsel terbuka untuk membahas topik apa pun. Ini termasuk denuklirisasi Korut, masalah kemanusiaan, dan pertukaran antar-Korea.

"Untuk itu, jalur komunikasi penghubung antar-Korea dan hotline militer yang ditangguhkan secara sepihak oleh Korut harus dilanjutkan," ujarnya.

Kim juga menepis pandangan bahwa Pyongyang tidak akan menerima tawaran Seoul di tengah hubungan kedua negara yang bersitegang. Menurutnya, Korut akan meninjaunya dengan hati-hati. Ia juga menolak kritik bahwa visi unifikasi Yoon secara efektif mencakup unsur-unsur untuk mendorong penyatuan melalui penyerapan karena Seoul akan mencari penyatuan secara bertahap dan damai bukan dengan perubahan status quo melalui paksaan.

Sementara itu, Korsel berjanji akan berupaya membantu warga Korut agar memperoleh akses informasi luar yang lebih baik melalui berbagai saluran. Kim mengatakan, pemerintah telah mendukung berbagai proyek sektor sipil untuk mengembangkan konten. Kementerian Unifikasi akan terus berupaya mendukung kegiatan tersebut.

Kim menambahkan, berbagai langkah guna mendorong masuknya informasi luar sedang dibahas di tingkat masyarakat internasional dan organisasi non-pemerintah asing. Namun, pihaknya tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut.

2. Presiden Yoon menyerukan doktrin unifikasi Semenanjung Korea

Menteri Unifikasi Korsel Ajak Korut Kembali Buka Saluran KomunikasiPresiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol. (instagram.com/sukyeol.yoon)

Dilansir KBS World, Pada 15 Agustus, Yoon menyampaikan usulan tersebut ketika ia meluncurkan doktrin unifikasi dalam pidatonya yang menandai peringatan '79 Tahun Hari Pembebasan'. Yoon mengungkapkan visi tersebut berbasis demokrasi liberal dengan Korut dan berjanji akan memperluas aliran informasi dari luar Pyongyang sebagai bagian dari rencana aksi untuk mengimplementasikannya.

Visi penyatuan Yoon muncul sebagai pembaruan terhadap 'Formula Penyatuan Komunitas Nasional (NCUF)' pemerintah yang diluncurkan pada 1994. Formula tersebut didasarkan pada tiga prinsip, yakni mengupayakan kemerdekaan, perdamaian, dan demokrasi. Ketiga visi tersebut menyerukan upaya untuk mewujudkan rekonsiliasi dengan kerja sama, pembentukan negara persemakmuran Korea, dan penyelesaian negara yang bersatu.

Baca Juga: Korut Ajukan Taekwondo Jadi Warisan Budaya UNESCO

3. Hukum Korut yang melarang warganya mengakses informasi dari luar

Menteri Unifikasi Korsel Ajak Korut Kembali Buka Saluran KomunikasiBendera Korea Utara. (Unsplash.com/Micha Brändli)

Di sisi lain, Pemimpin Korut Kim Jong Un telah mendefinisikan hubungan Seoul-Pyongyang sebagai hubungan antar dua negara yang saling bermusuhan dan menyebut Korsel sebagai musuh utama negaranya yang tidak pernah berubah.

Pyongyang telah meningkatkan pengawasan dan hukuman terhadap rakyatnya dengan menerapkan tiga undang-undang yang disebut sebagai hukum jahat, guna mencegah warga Korut mengakses informasi dari luar.

Undang-undang tahun 2020 mengenai penolakan 'ideologi dan budaya reaksioner' menyerukan hukuman kepada mereka yang membawa budaya dan informasi dari luar dengan hukuman kerja paksa selama 10 tahun. Hukuman lebih berat juga diberikan kepada mereka yang menonton dan mendistribusikan drama, film, dan musik Korsel, bahkan eksekusi di depan umum pun dilakukan.

Baca Juga: Korsel-AS Gelar Latihan Ulchi Freedom Shield 19-29 Agustus

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya