China Desak Deeskalasi di Tengah Serangan Ukraina di Kursk Rusia

Beijing menyerukan 3 prinsip untuk meredakan situasi

Jakarta, IDN Times - China mendesak Ukraina maupun Rusia untuk melakukan deeskalasi perang. Pernyataan tersebut datang beberapa hari menyusul serangan mendadak Kiev ke wilayah perbatasan Kursk milik Rusia.

"China mendesak semua pihak untuk mengikuti 'tiga prinsip untuk meredakan situasi', yaitu tidak ada perluasan medan perang, tidak ada eskalasi pertempuran, dan tidak ada upaya mengobarkan api permusuhan oleh pihak manapun," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan pada Senin (12/8/2024), dikutip dari The Straits Times.

Kementerian juga menambahkan, Beijing akan terus menjaga komunikasi dengan masyarakat internasional dan memainkan peran konstruktif mendorong solusi politik untuk krisis tersebut.

1. Serangan Ukraina ke wilayah Kursk Rusia

Kiev telah mengerahkan ribuan tentaranya dalam operasi mendadak dan mengambil alih inisiatif medan perang setelah berbulan-bulan kemajuan lambat Rusia di wilayah timur. Serangan itu tampaknya mengejutkan Kremlin, yang pada Sabtu mengumumkan peningkatan langkah-langkah keamanan di wilayah perbatasan Kursk dan mengungkap kerentanan militernya dalam perang yang telah berlangsung hampir 2,5 tahun, sejak meletus pada Februari 2022.

Gubernur Kursk, Alexei Smirnov, melaporkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa pasukan Ukraina telah maju sejauh 12 kilometer ke wilayah Kursk, melintasi garis depan sepanjang 40 kilometer dan saat ini menguasai 28 pemukiman Rusia.

Smirnov mengatakan, 12 warga sipil tewas dan 121 lainnya terluka, termasuk 10 anak-anak. Sekitar 121 ribu warga sipil telah dievakuasi atau meninggalkan daerah yang terkena dampak pertempuran atas kemauan mereka sendiri, dilansir Associated Press pada 13 Agustus 2024.

Baca Juga: Menlu Wang Yi: China Dukung Iran Pertahankan Kedaulatan

2. China klaim sebagai negara netral dan membantah semua tuduhan tidak berdasar NATO

China Desak Deeskalasi di Tengah Serangan Ukraina di Kursk RusiaDirektur Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China dan Menteri Luar Negeri, Wang Yi. (twitter.com/SpokespersonCHN)

China telah lama menegaskan negaranya adalah pihak yang netral dalam perang dan mengatakan tidak mengirimkan bantuan mematikan ke pihak manapun. Pihaknya telah menyerukan diakhirinya konflik tersebut dan mengusulkan rencana perdamaian, yang ditolak Ukraina.

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi membalas tuduhan tak berdasar NATO bahwa Beijing membantu Kremlin dalam perangnya melawan Ukraina. Wang menuturkan, China sama sekali tidak menerima semua tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka selalu menjadi kekuatan untuk perdamaian dan stabilitas.

Ia juga memperingatkan aliansi Barat agar tidak memicu konfrontasi. Komentar tersebut muncul beberapa jam setelah para pemimpin negara anggota NATO berkumpul di Washington DC dan mengeluarkan deklarasi yang menyebutkan perang.

3. NATO sebut China sebagai pendukung kuat Perang Rusia di Ukraina

China Desak Deeskalasi di Tengah Serangan Ukraina di Kursk RusiaBendera NATO. (twitter.com/mofa_kr)

Namun, negara anggota NATO telah mencap Beijing sebagai pendukung utama perang karena China merupakan sekutu dekat Rusia dalam hal politik dan ekonomi. Beijing dituding memberikan dukungan skala besar terhadap basis industri pertahanan Kremlin.

Mereka menuduh Beijing mentransfer teknologi pesawat nirawak dan rudal, serta citra satelit ke Moskow. Amerika Serikat memperkirakan sekitar 70 persen peralatan mesin dan 90 persen mikroelektronika yang diimpor Rusia berasal dari China.

Beijing juga dituduh melakukan kegiatan siber dan hibrida yang jahat, termasuk disinformasi terhadap negara-negara NATO, BBC melaporkan.

Baca Juga: 11 Hari Menjabat, Wakil Presiden Iran Resign

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya