China Akan Kurangi Emisi CO2 Sebesar 1 Persen dari Target 2023
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah China pada Rabu (29/5/2024) merilis rencana negaranya untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dari industri-industri utama, dengan jumlah yang setara dengan sekitar 1 persen dari total nasional pada 2023. Hal ini akan ditindaklanjuti melalui peningkatan efisiensi dalam segala hal, mulai dari produksi baja hingga transportasi.
Dalam rencananya, China menggarisbawahi ekonominya yang akan membutuhkan 2,5 persen lebih sedikit energi untuk setiap unit pertumbuhan PDB pada 2024. Rencana itu diusulkan guna mencapai tujuan dengan mendorong perubahan-perubahan spesifik dalam industri, termasuk bahan bangunan dan petrokimia, dilansir The Straits Times.
1. Rencana Presiden Xi Jinping menciptakan kekuatan produktif baru
Negera tersebut juga menargetkan untuk membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih efisien dalam penggunaan energi. Ini merupakan sebuah langkah yang sejalan dengan dorongan Presiden China Xi Jinping untuk menciptakan kekuatan produktif baru.
Pada tahun lalu, Beijing gagal mencapai target intensitas energinya dan keinginan untuk mengurangi emisi, serta konsumsi energi. Langkah ini sering kali bertentangan dengan kebutuhan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan standar hidup.
Untuk gas alam yang dilihat sebagai upaya untuk mencapai tujuan netral karbon pada 2060, rencana tersebut menyerukan percepatan pengembangan sumber daya, seperti gas serpih dan gas metana batu bara. Hal ini guna meningkatkan pasokan domestik. China juga akan memprioritaskan penggunaan gas untuk pemanasan rumah tangga di musim dingin.
Baca Juga: China Cabut Larangan Impor 5 Eksportir Daging Sapi Australia
2. Berbagai upaya China mengurangi emisi dan konsumsi energi
Editor’s picks
Meski begitu, rencana itu menyerukan pembangunan kompleks pembangkit listrik terbarukan berskala besar dan pengembangan tenaga angin lepas pantai, sehingga sumber energi non-fosil akan mencapai sekitar 39 persen dari total pembangkit listrik pada 2025. Ini berarti naik dari 33,9 persen pada 2020.
Melalui rencana itu pula, China akan mengontrol produksi logam, termasuk tembaga dan aluminium. Pihaknya juga mengizinkan pengembangan produksi silikon, litium, magnesium, serta elemen-elemen yang digunakan dalam semikonduktor dan baterai.
China juga akan secara ketat mengontrol konsumsi batu bara dan secara wajar mengontrol konsumsi minyak bumi. Juga, akan mempromosikan penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) dan bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan.
3. Komitmen China-AS sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia
Pada November tahun lalu, Presiden Xi bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di San Francisco. Keduanya sepakat memulai kembali perundingan mengenai kebijakan energi dan meluncurkan kelompok kerja untuk meningkatkan aksi iklim dalam apa yang mereka sebut sebagai 'dekade kritis pada 2020-an', dilansir Associated Press.
Mereka menegaskan kembali janji yang dibuat oleh negara G20 untuk mengupayakan peningkatan tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan global pada 2030.
Beijing-Washington berjanji untuk mempercepat upaya mereka mengatasi perubahan iklim dan berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah mengurangi emisi metana dan gas rumah kaca lainnya, selain karbon dioksida. Ini mengingat kedua negara merupakan konsumen energi dan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.